Mohon tunggu...
karunia ratna
karunia ratna Mohon Tunggu... -

depok.yogyakarta.indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seperti Inikah Akhirnya?

8 Maret 2015   16:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:59 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sebelumnya mohon baca : "ruang rindu"

Langit sore ini begitu terang. Seperti ingin mengajak khayalku untuk berlayang. Sudah lama tak kuhirup udara segar.  Aku butuh refresing, dan mungkin ini saat yang tepat.

Senja ini tak ku kunjungimu ditempat istimewa kita. Hatiku sudah meluluh pada kerasnya. Otak ini licik memang. Dia sudah tak mau kau bersedih pada penantian yang tak terhingga. Otak ingin au seperti dirinya. Idealis dan kuat!

Aku temani matahari menuju peraduan dengan 1 ice cone rasa coklat. Duduk ditaman, sendirian, menghibur diri sendiri. Ngenas ya? Memang. Tapi ini yang terbaik. Lebih baik aku pasrah menunggumu. Lebih baik aku mulai melupakan manusia yang tak mau mengertiku juga.

Aku ingat perkataan sahabatku, Linda :

“sayang, cuma kamu yang bisa ngendaliin diri kamu, cuma kamu yang jadi supir rasa rindu itu. Kamu sutradara sekaligus aktrisnya. Jadilah manusia yang kuat, jangan melulu jadiperindu masa lalu yang kelam” haha aku tertawa dalam hati,   “perindu masa lalu?”

Kini ice creamku sudah habis, tinggal aku duduk terdiam. Buku tere liye menjadi kawan yang tepat untuk pengusir gelisah. Tiba-tiba saja, tak lama berselang, muncul sepasang sepatu mulai mendekatiku. Dia mulai bersuara..

“permisi, boleh aku duduk disampingmu?”

Suara ini tak asing bagiku. Aku ingat lagi kejadian yang berlalu seperti ini. Adegan sama seperti bertemu kamu. Aku tatap mahluk tuhan seperti terkejut, kutatap nanarnya dimatamu. Itukah kamu brian? Benarkah ini engkau? Tanpa kusadari pelukan itu mendekap erat tubuhku, dan juga kamu. Tak terasa air mata ikut mengalir tanpa permisi dari bingkai mataku.

“Brian ini kah kamu? Dari mana saja kamu? Jahat kamu tak memberiku kabar sama sekali. Setega inikah padaku membuatku menangis mencarimu?” ucapku sambil terisak.

“maaf Laras, tak memberitahumu dulu. Hehe, tadi aku mencarimu ditempat kita biasa bertemu, tapi kamu tak ada, dan seperti praduga ku kamu ada disini.” ucapnya sambil tersenyum lebar.

“Brian, jawab dulu pertanyaanku, kamu dari mana saja?”

“iya iya nona manja. Aku akan bercerita kemana saja kepergianku selama ini. Aku terbang ke Amerika mengejar mimpiku.”

“Mimpi?”

“iya, ada seorang pengusaha besar yang memberiku kesempatan untuk memamerkan seluruh koleksiku. Langsung saja aku terima dan aku langsung berangkat kesana” Ucapnya sambil tersenyum menghapus air mataku.

“tak bisakah juga kau mengabariku? Setidaknya ucap perpisahan agar tak buat aku khawatir?”

Tiba-tiba dari arah belakangmu muncul seorang wanita yang memangilmu. Dia nampak hangat dan segar. Wanita sempurna seperti dalam bayangmu dulu.

“Laras, aku ingin memperkenalkanmu pada seseorang. Dia seperti bidadari surga yang ingin menjagaku.”

Wanita itu mendekat. Kau merangkul pundaknya.

“ini Widia, kekasihku. Kami bertemu sewaktu aku di Amerika. Dia juga sedang studi disana. Kami bertukar pendapat dan ternyata kami punya kesamaan yang sama : melukis.” Ucapmu memperkenalkan padaku.

“Amerika? Kekasihmu?” ucapku lirih.

Dia seperti keturunan padang. Nampak jelas goresan ketangguhan dalam senapak alisnya. Matanya yang berbinar hanggat mungkin yang membuatmu jatuh cinta. Dia lembut dan menyejukkan. Pantas kamu suka padanya.

“oh, selamat Brian atas keberhasilanmu. Aku turut bahagia. Aku harus pulang.” Ucapku sambil membereskan barang-barang.

“okkay, hati-hati anak manja..”

Aku hanya tersenyum kecut membalas perkataan Brian. Secepat itukah dia pergi dariku. Ini mimpikah?

Sepanjang jalan nampak rinik hujan yang mengiringi kesedihan. Tak terasa air mata mengalir meluncur dengan derasnya seperti hujan yang turut serta. Aku berteduh di bawah jembatan. Tempat favorit kita berdua. Aku duduk pada pang-pangnya. Menatap gambar itu, berisi tulisanmu yang tertuliskan nama kita berdua. Kenangan ini seperti ingin membunuhku, mencekikku lewat memori-memori yang timbul dimana selalu ada kita bersama. Hanya dingin yang memeluk erat. Aku ingin pulang.

Pukul 7 malam aku baru bisa mendaratkan tasku pada tempatnya. Sesampainya di rumah aku langsung mandi. Membersihkan badanku yang basah kuyup sehabis menari dengan hujan. Selesai mandi aku tatap diriku pada cermin. Hanya terlihat aku dan mata ku yang bengak karena terlalu menangisi kepergianmu.

“ sudak kita akhiri cerita kita kah? Sudah diakhiri kisah kita kah? Sudah diakhiri juga petualangan hati?”

Kini berakhir sudah rasa penantianku olehmu. Terjawab juga teka-teki kemana kamu pergi. Hmm.. sambil menghela nafasku aku katakan:

“terimakasih Brian untuk rasa tak bertuan ini, terimakasih juga untuk pengalaman terbaik. Sebagaimana cinta ini muncul. Tak perlu aku menyalahkan cinta atau kamu. Ini aku. Diriku. Cinta serta hati. Aku berjanji akan menjaga cinta sekuat-kuatnya.”

Segera aku rapikan rambutku, aku rapikan badanku dengan baju hangat yang menjauhkan dari rasa dinggin yang menyelinap. Aku tersenyum menatap diriku sendiri. Kini cerita yang selalu aku bangakan itu telah berakhir.

Keluarnya aku dari kamar mandi, mataku langsung tersudut pada lukisanmu. Dia masih tertata rapi disana, didepan kasur indahku. Kutatap nanar lukisan itu.

“tenang Laras, ini akan baik-baik saja. Semua ini sudah berakhir, dan aku harus melupakannya karena dia milik orang lain. Percayalah kamu akan baik-baik saja.” Ucapku pada diri sendiri. Aku turunkan lukisanku dari tempatnya. Masih terbaca jelas tulisanmu dibelakang lukisan wajahku itu : untukmu wanita perkasa, yang selalu aku rindukan keberadaannya. Always love you.

Malam ini terlalu sepi. Hanya tinggal bekas hawa dingin yang mencoba menggoda rasa dingginku. Hmm, harus seperti ini kah pertemuan kita Brian. Hanya kau anggap temankah aku? Atau mungkin aku yang teralu berharap? Seketika aku mengingatmu kembali. Senyuman itu, candaan hangat itu, dekapan erat, mengalir seketika serasa ingin diingat. Malam ini aku hanya berkasih dengan bayangmu.

Kau wanita yang baik Widia, bidadari yang tepat untuk Brian. Sempurna, dan indah seperti yag Brian mau. Aku titipkan Brian padamu. Maaf aku mencintai kekasihmu, meminjamnya untuk menjadi malaikat yang selalu aku tunggu. Meminjamnya untuk ku rindu. Meminjam pundaknya saat aku butuh. Maaf jika itu lancang untukmu. Semga kau bahagia bersamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun