KARTINI- DSN-MUI adalah sebuah lembaga yang bertujuan untuk memberikan solusi atas aspirasi masyarakat muslim dalam permasalahan ekonomi. Lembaga ini dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia. (DSN-MUI: 2023)
Dalam pembentukan sebuah lembaga tidak terlepas dari tugas, wewenang, dan yang lainnya. Untuk mengetahui lebih dalam apa saja tugas, wewenang dan yang lainnya. Simak penjelasannya dibawah ini:
* Tugas DSN-MUI:
1. LKS (Lembaga keuangan Syariah), LBS (Lembaga Bisnis Syariah ), dan LPS (Lembaga Perekonomian Syariah) lainnya terhadap kegiatan yang berlangsung, sistem yang diterapkan, produk dan jasa yang ditawarkan harus sesuai dengan fatwa yang ditetapkan. Penetapan fatwa ini dilakukan oleh DSN-MUI. Dalam hal ini, DSN-MUI bertugas untuk menetapkan fatwa.
2. Mengawasi fatwa yang diterapkan lewat DPS (Dewan Pengawas Syariah) di LKS, LBS, dan LPS lainnya. Jadi, penerapan fatwa di beberapa lembaga diawasi oleh DSN-MUI lewat DPS.
3. Membuat petunjuk pengaplikasian fatwa untuk lebih menjelaskan secara detail agar terhindar dari penafsiran yang salah/multi penafsiran.
4. Mengeluarkan surat edaran kepada LKS, LBS, dan LPS lainnya. Tujuannya tidak lain tidak bukan agar mengikuti surat edaran yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI.
5. Memberikan rekomendasi/mencabut rekomendasi anggota DPS pada LKS, LBS, dan LPS lainnya. Dalam hal ini, DSN-MUI memberikan/mencabut rekomendasi perihal calon anggota DPS/memberhentikan anggota DPS lama dan ini hanya sekedar rekomendasi saja.
6. Memberikan rekomendasi calon anggota ASPM (Ahli Syariah Pasar Modal)/mencabut rekomendasi ASPM.
7. Produk dan ketentuan terkait otoritas yang memberlakukan akan diselaraskan oleh DSN-MUI lewat penerbitan pernyataan kesesuaian syariah. Dalam hal ini, DSN-MUI bertugas untuk menerbitkan surat pernyataan tersebut.
8. LKS, LBS, dan LPS lainnya terhadap kegiatan yang dijalankan, sistem yang diterapkan, produk dan jasa yang ditawarkan akan diselaraskan oleh DSN-MUI. Apakah sesuai dengan syariah atau tidaknya. Dengan adanya penerbitan surat pernyataan kesesuaian syariah. Dalam hal ini, DSN-MUI bertugas untuk menerbitkan surat pernyataan tersebut.
9. LKS dan LPS lainnya yang membutuhkan sertifikat kesesuaian syariah akan diterbitkan oleh DSN-MUI. Dalam hal ini, DSN-MUI bertugas untuk menerbitkan sertifikat kesesuaian syariah.
10. LKS, LBS, dan LPS lainnya memiliki kesempatan untuk mengikuti program sertifikat keahlian yang diselenggarakan oleh DSN-MUI. Dalam hal ini, DSN-MUI bertugas untuk menyelenggarakan program sertifikat keahlian tersebut.
11. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang literasi ekonomi syariah pada umumnya dan literasi keuangan juga bisnis pada khususnya. Maka diadakan edukasi dan sosialisasi oleh DSN MUI. Dalam hal ini, DSN-MUI bertugas untuk memberikan edukasi dan sosialisasi pada masyarakat.
12. Kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya diterapkan nilai-nilai syariah didalam nya, kemudian ditumbuh kembangkan nilai-nilai tersebut. Dalam hal ini, DSN-MUI bertugas untuk menumbuh kembangkan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian.
* Wewenang DSN-MUI:
1. Menghentikan pemberlakuan fatwa yang terjadi penyimpangan dalam pengaplikasiannya, karena tidak sesuai dengan fatwa yang diterbitkan oleh DSN-MUI. DSN-MUI memiliki wewenang untuk memberikan sangsi berupa peringatan kepada LKS, LPS, dan LBS lainnya. Dalam hal ini, wewenang DSN-MUI adalah memberikan peringatan sekaligus menghentikan pengaplikasian fatwa yang menyimpang yang terjadi di lapangan.
2. Bila peringatan tidak diperhatikan, maka DSN-MUI merekomendasikan untuk mengambil tindakan yang dilakukan oleh pihak berwenang. Dalam hal ini, DSN-MUI memiliki wewenang untuk merekomendasikan pada pihak yang berwenang untuk menanganinya.
3. LKS, LBS, dan LPS lainnya apabila melakukan pelanggaran maka sertifikat syariah akan dibekukan/dibatalkan. Dalam hal ini, DSN-MUI memiliki wewenang untuk bersikap tegas pada LKS, LBS, dan LPS lainnya yang melakukan pelanggaran dengan adanya pembekuan/pembatalan sertifikat syariah.
4. Usul penggantian/pemberhentian DPS oleh LKS, LBS dan LPS lainnya akan disetujui atau ditolak oleh DSN-MUI. Dalam hal ini, DSN-MUI memiliki wewenang untuk menyetujui atau menolak permohonan/usul tersebut.
5. Dalam menumbuh kembangkan usaha bidang keuangan, bisnis dan ekonomi syariah. DSN-MUI merekomendasikan nya kepada pihak terkait yang sesuai dengan bidangnya. Dalam hal ini, DSN-MUI memiliki wewenang untuk merekomendasikan kepada pihak yang terkait perihal usaha tertentu yang perlu ditumbuh kembangan.
6. Dalam menumbuh kembangkan usaha bidang keuangan, bisnis dan ekonomi syariah. DSN-MUI melakukan kerjasama dengan pihak terkait, baik dalam negeri maupun luar negeri. Dalam hal ini, DSN- MUI memiliki wewenang untuk menjalin kerjasama.
* Prosedur Pemberian Fatwa DSN-MUI:
1. Pengajuan permohonan oleh LKS, LBS, LPS dan regulator. Tujuannya untuk mendapatkan surat permohonan dan hal ini berurusan dengan Kepala Sekretariat DSN-MUI. Outputnya adalah surat Permohonan.
2. Pencatatan surat permohonan yang dicatat oleh sekretaris DSN-MUI dan berurusan dengan Kepala Sekretariat DSN-MUI. Outputnya adalah buku agenda manual.
3. Melakukan rapat BPH DSN-MUI. Dalam hal ini, BPH mengundang presentasi pemohon. Tujuannya untuk memperdalam suatu permasalahan sekaligus mengagendakan rapat. Berurusan dengan BPH DSN-MUI dan output nya adalah surat undangan.
4. Setelah BPH melakukan rapat, maka dilakukan pengecekan. Apakah sudah ada fatwa atau belum. Jika fatwa telah keluar, maka DSN-MUI menyampaikan kepada pemohon.
5. BPH melakukan kajian perihal bidang terkait suatu permasalahan. Sesuai dengan keinginan pemohon. Berurusan dengan bidang BPH DSN-MUI yang terkait. Outputnya adalah notulen rapat.
6. BPH DSN-MUI melakukan rapat kembali untuk menerima laporan kajian dari bidang BPH DSN-MUI yang terkait. Berurusan dengan BPH DSN-MUI dan output nya adalah dokumen laporan kajian.
7. BPH melakukan penyiapan draft fatwa sesuai dengan hasil rapat. Berurusan dengan bidang BPH DSN-MUI yang terkait dan output nya adalah notulen rapat.
8. Adanya draft fatwa DSN-MUI yang berasal dari bidang BPH berupa draft awal mengenai fatwa. Berurusan dengan bidang BPH DSN-MUI yang terkait dan output nya adalah dokumen draft fatwa awal.
9. Melakukan presentasi draft fatwa di rapat BPH berupa draft fatwa awal. Berurusan dengan BPH DSN-MUI dan output nya adalah dokumen draft fatwa akhir.
10. Mengundang regulator jika memang diperlukan untuk koordinasi. Berurusan dengan BPH DSN-MUI dan output nya adalah dokumen draft fatwa final.
11. Draft fatwa final akan diagendakan dalam rapat pleno DSN-MUI. Berurusan dengan BPH DSN-MUI dan output nya adalah dokumen draft fatwa final.
12. Melakukan rapat pleno DSN-MUI yang tujuannya untuk membahas dan mengesahkan draft fatwa. Berurusan dengan ketua dan sekretaris DSN-MUI. Outputnya adalah undangan rapat.
13. Melakukan pengesahan draft fatwa. Jika belum disahkan, maka akan dikembalikan ke BPH DSN-MUI.
14. Adanya hasil draft fatwa dari rapat pleno DSN-MUI. Berurusan dengan ketua dan sekretaris DSN-MUI. Outputnya adalah dokumen draft fatwa hasil pleno.
15. Melakukan proses penyempurnaan terhadap redaksi fatwa yang dilakukan oleh tim BPH. Berurusan dengan tim BPH DSN-MUI dan output nya adalah dokumen draft fatwa hasil pleno.
16. Melakukan penandatanganan draft fatwa hasil pleno DSN-MUI oleh pimpinan DSN-MUI. Berurusan dengan ketua dan sekretaris DSN-MUI. Outputnya adalah dokumen fatwa DSN-MUI.
17. Penyampaian fatwa kepada pemohon oleh DSN-MUI. Berurusan dengan ketua dan sekretaris DSN-MUI. Outputnya adalah surat pengantar dan dokumen fatwa.
18. Terakhir, adanya sosialisasi dan publikasi fatwa yang dilakukan oleh DSN-MUI. Berurusan dengan ketua dan sekretaris DSN-MUI.
* Salah satu contoh fatwa DSN-MUI:
Fatwa tentang rahn(gadai)
Bagaimana penerapannya di Lembaga Keuangan Syariah, Apakah sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI?
Dalam penerapan nya di Lembaga Keuangan Syariah tentang fatwa rahn Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 ada ketidaksesuaian dengan ketentuan yang diatur dalam fatwa DSN-MUI. Salah satunya perihal penentuan besar pinjaman.
Tidak sesuai dengan ketentuan umum fatwa DSN-MUI point ke 4 yang berbunyi "Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman". Sedangkan, dalam prakteknya di LKS masih menggunakan persentase pada perhitungan pembiayaan yang dipinjam. Apabila berada dibawah batas yang ditentukan atas pinjaman yang telah nasabah ambil. Jadi, pihak LKS menentukan persentasenya padahal dalam fatwa DSN-MUI tidak diperbolehkan. (Safitri Intan Purnama Sari, dkk: 2020)
Apa saja yang menjadi kendala dalam penerapan nya di Lembaga Keuangan Syariah?
Kendala dalam penerapan fatwa rahn Nomor 25/DSN-MUI/III/2002, dalam Lembaga Keuangan Syariah ada beberapa, yaitu:
1. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang rahn, karena minim maka pengimplementasian nya juga kurang.
2. (Galis Kurnia Afdhila) Munculnya keraguan dari berbagai kalangan, perihal:
-Terjadinya multi akad yang bertentangan dengan syariah yaitu akad rahn dan akad ijarah. Sebah nasabah yang melakukan gadai akan mendapatkan pinjaman sesuai dengan perhitungan Bank. Selanjutnya, nasabah wajib membayar biaya jasa pemeliharaan sesuai dengan ketetapan Bank.
-Terjadinya riba, sebab ada biaya simpan dalam pemeliharaan barang gadai. Padahal dalam akad qardh tidak boleh mengambil manfaat.
-Terjadinya kesalahan dalam pembebanan biaya simpan. Dalam hal ini, LKS membebankan biaya simpan berdasarkan nilai pinjaman yang tidak di perbolehkan. Padahal, dalam fatwa rahn telah diatur dengan jelas perihal tidak diperbolehkan nya menentukan biaya berdasarkan jumlah pinjaman.
3. Kurangnya komunikasi dengan nasabah, sehingga mengakibatkan minimnya transparansi dalam pengaplikasiannya. Dari hal ini, bisa menjalar pada gharar dan dzolim pada nasabah. Seperti contohnya dalam biaya administrasi; Pihak LKS kurang mengkomunikasikan dengan nasabah perihal ini. Sehingga muncullah minim transparansi, kemudian menjalar ke gharar karena nasabah tidak mengetahui jumlahnya dan terakhir menjalar ke dzolim sebab nasabah harus membayarnya tanpa disertai keikhlasan. Ditambah pihak LKS tidak ingin mengetahui tentang kondisi ini. Jadi, mau bagaimana pun nasabah harus membayarnya.
KESIMPULAN:
DSN-MUI itu sendiri adalah sebuah lembaga yang dibuat oleh MUI. Tujuannya untuk mempermudah masyarakat muslim dalam beraspirasi terkait permasalahan ekonomi. Dalam hal ini, DSN-MUI akan menampung aspirasi masyarakat muslim dan mewujudkannya lewat fatwa DSN-MUI sebagai sebuah solusi dari suatu permasalahan ekonomi tersebut.
Tugas dan wewenang DSN-MUI tergolong cukup banyak. Sebab menjalankan sebuah lembaga itu harus dinaungi oleh peraturan yang cukup ketat. Agar terorganisir secara menyeluruh dan dapat menjalankan amanah dengan baik.
Prosedur dalam pemberian fatwa DSN-MUI tidak semudah yang dibayangkan. Tujuannya agar hasil fatwa tersebut murni sesuai dengan syariah.
Fatwa tentang rahn pada khususnya dan fatwa DSN-MUI yang lain pada umumnya tentu dalam penerapannya ada ketidaksesuaian dan kendalanya.
Pengaplikasian fatwa rahn di Lembaga Keuangan Syariah contohnya, dalam penerapannya ada ketidaksesuaian dengan fatwa DSN-MUI yaitu tentang besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun. Di LKS ditentukan persentase besarnya biaya sesuai dengan jumlah pinjaman. Sangat tidak sesuai dengan fatwa rahn dalam poin ke empat yang berbunyi "Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan Jumlah pinjaman".
Kendala dalam pengimplementasian fatwa rahn di LKS ada beberapa yaitu dari mulai minimnya pengetahuan masyarakat tentang rahn pada khususnya dan ekonomi syariah pada umumnya. Kemudian, munculnya keraguan dari masyarakat. Hingga kurangnya pihak perbankan dalam berkomunikasi dengan nasabah. Pastinya ketiga kendala tersebut sangat beresiko cukup tinggi dalam pengaplikasian fatwa rahn di Lembaga Keuangan Syariah.
GLOSARIUM:
Lembaga Keuangan Syariah (LKS): Sebuah lembaga yang dalam operasional nya berpegang pada prinsip syariah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terkait layanan dan produk keuangan. Contoh LKS: Bank Syariah, dll.
Lembaga Bisnis Syariah (LBS): Sebuah lembaga yang dalam operasional nya berpegang pada prinsip syariah terkait bisnis yang dijalankan. Contoh LBS: Koperasi, dll.
Lembaga Perekonomian Syariah (LPS): Sebuah lembaga yang mengacu pada prinsip syariah dalam sistem ekonomi yang dijalankan nya. Contoh LPS: Bisnis, Lembaga Keuangan, dll.
Dewan Pengawas Syariah (DPS): Sebuah lembaga yang dalam operasional nya bertugas untuk memastikan, memberikan nasihat sekaligus mengawasi Lembaga Keuangan maupun bisnis syariah terkait kepatuhan nya pada prinsip syariah.
Ahli Syariah Pasar Modal (ASPM): Seseorang yang mempunyai keahlian dan pengetahuan tentang pasar modal yang sesuai dengan prinsip syariah dalam penerapannya. Dalam hal ini, tujuannya untuk menilai sekaligus memberikan nasihat terkait dunia pasar modal dan investasi yang sesuai dengan prinsip syariah.
Badan Pengelola Harian (BPH): Sebuah lembaga yang memiliki peran untuk mengawasi sekaligus mengelola segala kegiatan rutinitas DSN-MUI. Selain itu, memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan syariah di Indonesia lewat keputusan yang diambil yaitu berupa fatwa.
Regulator: Suatu badan yang berada di tengah-tengah masyarakat dan memiliki tanggung jawab penuh untuk mengawasi, mengontrol, dan mengatur kegiatan ekonomi/industri tertentu.
Fatwa: Salah satu solusi atas suatu permasalahan yang berkaitan dengan hukum Islam. Kemudian, hanya boleh dikeluarkan oleh para mujtahid.
Rahn: Di dalam Islam disebut sebagai gadai/jaminan. Sedangkan, di dalam keuangan terfokus pada aset yang diberikan untuk suatu jaminan dalam mendapatkan pinjaman.
Marhun: Di dalam Islam disebut sebagai barang yang dimiliki kemudian disewakan atau dijual. Dalam jual beli mengacu pada objek yang di transaksi kan.
Qardh: Di dalam Islam disebut sebagai pinjaman secara sukarela artinya meminjam kan uang pada pihak yang membutuhkan tanpa mengambil keuntungan/manfaat apapun.
Ijarah: Di dalam Islam disebut sebagai sewa menyewa artinya pemilik barang menyewakan nya pada penyewa dan mendapatkan imbalan berupa uang atas jasa nya.
Gharar: Di dalam Islam disebut ketidakjelasan/ketidakpastian pada saat melakukan transaksi.
Dzolim: Di dalam Islam disebut sebagai perbuatan yang tidak adil artinya tidak menjalankan kewajiban/mengabaikan hak/tidak sepenuhnya memberikan hak yang dimana seyogyanya hal itu didapatkan oleh manusia lainnya.
Rapat pleno: Seluruh anggota dalam suatu lembaga menghadiri nya & tujuannya untuk mengambil sebuah kebijakan penting yang diputuskan bersama.
REFERENSI:
https://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/hukum_ekonomi_syariah/article/download/24833/pdf
https://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/download/1199/1106
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H