Bagaimana penerapannya di Lembaga Keuangan Syariah, Apakah sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI?
Dalam penerapan nya di Lembaga Keuangan Syariah tentang fatwa rahn Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 ada ketidaksesuaian dengan ketentuan yang diatur dalam fatwa DSN-MUI. Salah satunya perihal penentuan besar pinjaman.
Tidak sesuai dengan ketentuan umum fatwa DSN-MUI point ke 4 yang berbunyi "Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman". Sedangkan, dalam prakteknya di LKS masih menggunakan persentase pada perhitungan pembiayaan yang dipinjam. Apabila berada dibawah batas yang ditentukan atas pinjaman yang telah nasabah ambil. Jadi, pihak LKS menentukan persentasenya padahal dalam fatwa DSN-MUI tidak diperbolehkan. (Safitri Intan Purnama Sari, dkk: 2020)
Apa saja yang menjadi kendala dalam penerapan nya di Lembaga Keuangan Syariah?
Kendala dalam penerapan fatwa rahn Nomor 25/DSN-MUI/III/2002, dalam Lembaga Keuangan Syariah ada beberapa, yaitu:
1. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang rahn, karena minim maka pengimplementasian nya juga kurang.
2. (Galis Kurnia Afdhila) Munculnya keraguan dari berbagai kalangan, perihal:
-Terjadinya multi akad yang bertentangan dengan syariah yaitu akad rahn dan akad ijarah. Sebah nasabah yang melakukan gadai akan mendapatkan pinjaman sesuai dengan perhitungan Bank. Selanjutnya, nasabah wajib membayar biaya jasa pemeliharaan sesuai dengan ketetapan Bank.
-Terjadinya riba, sebab ada biaya simpan dalam pemeliharaan barang gadai. Padahal dalam akad qardh tidak boleh mengambil manfaat.