Kelahiran Yesus dan Salib Yesus, sejatinya adalah teladan hidup bagi umat Kristiani. Inilah jawaban yang paling mendasar bagi seseorang yang mengaku dirinya beriman Kristiani.
Apakah sampai di sini anda masih belum memahami Salib Yesus? Marilah lanjutkan membaca ke bawah, saya hendak mengajak anda untuk sedikit menengok sejarah.
Kelahiran Yesus dan AjaranNya
Kehidupan Yesus, dimulai saat Ia dilahirkan dari keluarga yang sangat sederhana. Yusuf, ayahNya adalah tukang kayu, dan Maria ibuNya adalah wanita sederhana yang sangat religius. Tidak ditemukan catatan sejarah yang menyebutkan secara jelas Yusuf dan Maria menganut agama apa, tetapi mengamati kondisi sosial yang tertulis dalam Injil, keduanya menganut kepercayaan yang diturunkan dari Musa dengan berpedoman pada hukum Taurat.
Di Alkitab, kiprah Musa ini tertuang dalam perjanjian lama. Sementara Yesus – keturunan Ibrahim – keturunan Ishak – keturunan Daud, dilahirkan untuk memperbarui pemahaman manusia akan kehendak Allah. Musa juga merupakan keturunan Ishak.
Setelah Maria dan Yusuf mendapat wahyu dari Roh Kudus akan kabar kelahiran Yesus (Imanuel), kehidupan spiritual keduanya turut berubah. Yesus dilahirkan di kandang domba tetapi bukan karena kemiskinan, melainkan situasi politik saat itu di bawah pemerintahan raja Herodes Agung, raja Yudea yang hendak membunuh semua anak laki-laki sepantaran Yesus (sumber: Injil Lukas 2:1-20) di seluruh Bethlehem, lantaran takut posisinya sebagai penguasa terancam oleh Yesus.
Atas kehendak Allah Bapa, Yesus selamat dan tumbuh dewasa. Ia terpanggil untuk mengajar tentang iman akan Allah yang Ia sebut sebagai BapaNya di Surga. Yesus diberikan karunia Roh Kudus oleh Allah Bapa untuk berkata-kata bijak, untuk mengajar dan membuat mukjizat kepada mereka yang belum percaya.
*note: itulah mengapa iman Kristiani mengenal konsep Allah Tritunggal (Trinitas), yakni Bapa, Putra (Yesus Kristus) dan Roh Kudus. Dan itulah alasannya meskipun seorang Kristiani yang berdoa menggunakan banyak sebutan, Allah, Bapa, Yesus, Kristus, Tuhan, hingga menyebut nama para kudus seperti Bunda Maria, Santo Yusuf, Santo Stefanus, dan lain sebagainya, yang dituju hanya satu, Dia-lah Yang Maha Esa.*
Iman Yesus kemudian mendapat cobaan manakala ada seseorang yang sakit keras di hari Sabat. Yesus saat itu diundang pesta oleh salah satu pemimpin kaum Farisi, kaum yang masih memegang teguh kepercayaan tentang hari Sabat (sumber: Injil Lukas 14:1-6) dalam hukum Taurat.
Kaum Farisi ini adalah pemimpin agama Yahudi yang sangat fanatik dan cenderung pongah, merasa diri mereka paling suci dan paling saleh, menganggap hukum Taurat adalah saklek dan tidak boleh dilanggar. Keyakinan kaum Farisi merupakan antitesis ajaran Yesus. Sebagai contoh misalnya, hari Minggu atau dikenal orang Yahudi sebagai hari Sabat, orang tidak boleh bekerja sama sekali. Sesuai dengan keyakinan dari hukum taurat tentang penciptaan alam semesta oleh Allah, bahwa setelah mencipta selama 6 hari lamanya, Allah beristirahat pada hari ke-7, hari itulah yang mereka sebut hari Sabat.
Ada satu kalimat Yesus saat itu yang langsung membuat kaum Farisi tak mampu lagi berkata-kata. “Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?” (sumber: Injil Matius 12:9-15a), begitu ajar Yesus yang menang telak dari orang-orang Farisi.