"Sabtu ini di kantor ada acara dan dia mengajakku untuk ikut misa sore di katedral setelah pulang kantor. Dia juga katolik," lanjutnya.
"Ooh, intinya kamu mau minta ijin buat jalan dengan mas Rangga hari Sabtu ini?" godaku.
Bulan tertawa terkekeh-kekeh. Bude dan aku tertawa melihat tingkahnya.
Di dalam hati kecilku muncul perasaan bahwa adikku yang manja ini sepertinya sebentar lagi akan pergi meninggalkan keluarga ini dan membentuk keluarga sendiri.
Waktu berlalu dan memasuki bulan Desember. Bulan di hari Sabtu pagi yang cerah saat sedang makan pagi bertanya padaku dengan wajah cemas, "Mbak. Apa mbak marah kalau aku menikah duluan?"Â
"Tidak," jawabku santai.Â
"Kamu kenapa tanya seperti itu? Apa ada yang melamarmu?" tanya bude.
Bulan menganggukan kepala.Â
"Mas Rangga, kemarin saat makan malam bertanya apa aku mau menikah dengannya. Aku bingung harus menjawab apa karena selama ini kita hanya berteman dan tidak pernah membahas soal keluarga."
Rangga adalah anak tertua dari 3 bersaudara, laki-laki semua. Ayahnya pejabat eselon 1 di departemen keuangan. Ibunya hanya ibu rumah tangga dan menderita stroke sejak 12 tahun yang lalu.
Adik no.2 hanya beda 2 tahun tetapi yang terkecil beda 10 tahun. Saat Rangga berusia 17 tahun, ibu jatuh sakit terkena stroke hingga membuat tubuh bagian kiri lumpuh total. Sejak itu sebagai anak tertua, dia yang mengurus kedua adik. Hubungan dia dengan adik terkecil sangat erat.Â