"Sekarang rencana bunda apa?" tanyanya, bingung.
"Setiap hari ke-2 lebaran, bapakmu selalu mengadakan pesta besar-besaran di rumah. Semua orang kampung bebas datang untuk makan dan minum. Biasa seluruh istri dan anak juga ikut hadir memakai seragam yang sama. Bunda mau kamu juga datang untuk bertemu bapak dan saudara tirimu..." bude menelan ludah. "Bunda berencana hari itu untuk memperkenalkan kamu ke bapak," lanjutnya dengan mengelus lembut pipi Wiwi.Â
Keesokan hari sekitar jam 6 pagi, bis yang ditumpangi mereka memasuki terminal Karangente. Orang tua dan para kakak lelaki sudah menunggu di ruang tunggu kedatangan, terminal.
"Wulan!!" teriak kakek dan nenek dengan langsung berebut untuk peluk dan cium. Wiwi berjalan pelan di belakang sambil menenteng kardus berisi oleh-oleh dan koper pakaian.
"Anakmu yang mana?" tanya kakak no.11.Â
Anggota keluarga bude semua memiliki kulit warna kuning langsat. Wiwi yang menyadari perbedaan warna kulitnya yang mencolok menjadi minder dan seketika menghentikan langkah kaki.
Kakek yang melihat dia menyadari perasaan yang sedang berkecamuk di dalam hati.
"Kamu pasti Wiwi, cucuku! Cucuku sungguh ganteng dan gagah," pujinya sambil berjalan tertatih-tatih dengan tongkat di ketiak untuk memeluk dan cium Wiwi.
"Wi! Kenapa bengong begitu!! Cepat kasih salam dan cium tangan kakek nenek dan pamanmu ini!" panggil bunda setelah lepas dari pelukkan nenek.
Paman Bimo, kakak no. 11 memiliki usaha angkot sehingga diperbolehkan parkir di dekat pintu ruang tunggu kedatangan.
"Ayo, semua bismillah dulu," serunya saat bersiap menyalakan mobil angkot. "Wi, nanti malam kita shalat tarawih bersama," lanjutnya setelah mobil jalan.Â