Mohon tunggu...
MK
MK Mohon Tunggu... Freelancer - Cahaya Bintang

Saat diri dapat katakan CUKUP di saat itu dengan mudah diri ini untuk BERBAGI kepada sesama:)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pintu Depan 33

30 April 2022   10:56 Diperbarui: 30 April 2022   10:59 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Orang tua bude hanya buruh tani harian dan memiliki 12 anak. 4 anak meninggal dunia karena sakit. Anak yang tertua dan no.4 perempuan sudah menikah. Sisa 5 anak laki dan bude yang terakhir. 

Warna kulit kuning langsat, paras ayu nan jelita dan kecerdasan yang dimilikinya bude menjadikannya pusat perhatian sekampung terutama, si juragan beras - juragan Bono yang turun menurun memiliki sawah dan ladang ratus hektar di banyak daerah.

Suatu hari kaki ayah bude terputus kena gilas traktor mesin panen padi yang mendadak jalan setelah diperbaiki karena macet.

Juragan Bono mau membiayai seluruh biaya pengobatan hingga sembuh. Tetapi, dengan syarat diperbolehkan menikahi bude. Orang tua bude menolak keras dan ayah memilih mati. Bude yang tidak tega melihat penderitaan ayah, merelakan diri untuk dinikahi tetapi dengan syarat menikah setelah ayah sembuh.

Juragan Bono setuju. Ayah bude marah besar dengan keputus sang anak tapi, bude menjawab, "Ayah jangan khawatir. Setelah ayah sembuh dan aku menikah, nanti aku akan cari cara untuk kabur dari rumah juragan Bono. Yang terpenting sekarang adalah menerima kesempatan untuk ayah hidup sehat lagi".

Seluruh keluarga besar bude tidak ada yang datang saat acara pernikahan digelar. Bude bertahan selama sebulan. Lalu, dengan tekad bulat kabur di siang hari bolong setelah suami pamit ke para istri dan anak mau pergi ke Surabaya untuk bertemu rekan bisnis selama 5 hari.

"Ayah, ibu, tolong ambil uang ini. Aku tidak tahu ada berapa tapi, ini bisa jadi pegangan hidup bila juragan Bono setelah aku pergi membuat onar," pinta bude dengan menangis. Di rumah yang merupakan gubuk reyot saat itu hanya ada kedua orang tua dan kakak perempuan paling tua sedang mampir mengantar makanan.

Berempat menangis keras dan berpelukkan erat. Sejak itu bude dan kakak tertua saling memberi kabar lewat surat. Setiap bulan saat di Semarang, bude pasti mengirim uang hasil jualan kue ke kakak tertua untuk dikasih ke orang tua. Dan, kebiasaan itu berlanjut hingga kerja di Singapura sampai sekarang.

"Bapakmu dan bunda sekitar 5 tahun yang lalu tanpa sengaja bertemu di Singapura. Bunda sedang menemani nyonya besar belanja di Orchard Road..." Bunda berhenti bicara untuk menghapus air mata.

"Saat itu dia sedang berjalan sambil memeluk seorang gadis muda," lanjutnya dengan nada bergetar marah. "Saat mata kami tidak sengaja bertemu, sepertinya dia mengenali bunda karena terus menatap bunda tidak memperdulikan gadis muda yang merayu genit di pelukkan."

Wiwi menarik nafas panjang dalam-dalam setelah mendengar semua itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun