Mohon tunggu...
MK
MK Mohon Tunggu... Freelancer - Cahaya Bintang

Saat diri dapat katakan CUKUP di saat itu dengan mudah diri ini untuk BERBAGI kepada sesama:)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pintu Depan 19

24 April 2022   12:46 Diperbarui: 24 April 2022   12:47 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Shotaro di saat ulang tahun mau makan tempura. "Ebi tempura," katanya.

"Tempura itu gorengan bukan?" tanya Kang Xi Ka.

"Iya!" jawabnya.

"Ebi di Indonesia itu udang kecil. Kamu mau bakwan udang?" tanyaku.

"Udang kecil?! Bukan! Ebi itu udang yang sebesar ini..." Shotaro menunjukkan dengan kedua tangan besar ebi, besar udang yang dimaksudnya.

'Oooh, udang galah!' batinku.

"Aku kira ebi yang kamu maksud itu lobster," sahutku.

"Lobster terlalu keren dan mahal untuk digoreng," jawabnya dengan tertawa. Diikuti tawa kami semua.

"Kamu tidak mau sushi?" tanya DX.

"Sushi repot harus beli bambu gulungan buat gulung. Makan nasi putih tidak masalah untukku," jawabnya.

"Berteman dengan kalian bertiga yang beda bangsa sungguh seru!" seru Kang Xi Ka. "Apalagi ada Bintang yang jago masak sehingga semua masakan khas negara kalian bisa dimasak dengan benar dan enak!" lanjutnya.

"Iya, betul!!" Shidd menyahut dan kami kembali tertawa lagi.

"Kheer ini enak sekali dimakan di cuaca panas seperti ini," kata Shotaro.

Kemarin sepulang dari pasar, Shidd dan aku langsung buat kheer karena katanya semakin lama didingini semakin enak. 

Isi kheer kami pilih kacang hazelnut ditumbuk kasar dan kismis lalu almond untuk hiasan di atas. 

Susu yang kami pakai untuk dimasak bersama beras adalah susu sapi asli. Susu itu sebelum dipakai, dipanasi dengan dicampur sedikit garam oleh Shidd.

"Iya, rasanya bikin segar," sahut Kang Xi Ka. 

"Aku ini tidak suka susu tapi, susu di kheer bercampur kacang dan kismis tidak bikin perut eneg. Rasanya sungguh enak dan segar," puji DX.

"Ini berkat tangan koki kita yang lihai," Shidd memujiku.

Kami semua kembali tertawa riuh.

Hari ulang tahun Shidd dipenuhi tawa dan canda. Kami semua tidak sabar menunggu datangnya libur musim panas.

Tiga hari saat sore sebelum hari libur musim panas tiba.

"Kang Xi Ka!" panggil DX ke Kang Xi Ka yang sedang duduk di bangku taman sambil membaca.

"Ya! Ada apa?" tanyanya dengan menoleh ke arah DX.

"Aku mau minta tolong nego harga sewa sepeda. Aku yakin kamu pasti jago menawar," jawabnya sambil beranjak duduk di samping Kang Xi Ka.

DX yang berasal dari kota Harbin memiliki sepeda sendiri untuk dipakai jalan-jalan cari spot foto yang bagus di Beijing dan daerah sekitar. Bengkel sepeda langganannya juga menyewakan sepeda. DX sungkan untuk menawar langsung harga sewa 4 sepeda di bengkel langganan itu.

"Besok pagi, kamu sebelum kuliah ada waktu sebentar untuk mampir ke bengkel?" tanyanya.

Jarak bengkel sekitar 30 menit jalan kaki dan 10 menit naik bis.

"Oke! Besok jam 8 pagi aku tunggu kamu di sini," jawabnya.

Keesokan hari, mereka berhasil mendapatkan 4 sepeda terbagus lengkap ada keranjang dengan harga sewa terbaik untuk 4 hari.

Hari ulang tahun Shotaro jatuh di hari kedua libur musim panas. Shotaro ingin mengunjungi tembok besar maka, DX mengusulkan untuk kemping semalam sekalian merayakan ulang tahun Shotaro. Kue ulang tahun belum kami beli karena rencana saat tur ke Dongcheng baru beli langsung di toko.

Saat libur besar di asrama tidak disediakan makan. Hari pertama libur dipakai untuk belanja ke pasar dan kami berlima setelah pulang dari pasar langsung sibuk membuat kulit untuk lumpia, pangsit, risoles dan pastel beserta isinya. Malam hari, kami kembali sibuk mengoreng semua untuk bekal makan selama perjalanan. 

"Bintang, besok tidak usah bikin mie goreng panjang umur. Mie sebaiknya dibuat saat kita tur ke Dongcheng. Malam ini kita masak nasi putih untuk besok," saran Shotaro saat kita sedang mengoreng.

"Ebi tempura juga saat itu juga saja," lanjutnya lagi.

"Oke!" jawabku singkat.

DX telah membuat jadwal tur 7 hari lengkap dengan jam keberangkatan. Besok kami kemping semalam di sekitar tembok besar dan sewa sepeda baru mulai 3 hari lagi setelah kembali ke asrama. 

Keesokan hari jam 5 pagi, kami semua sudah berkumpul di ruang makan untuk sarapan dan beberes bekal. Semalam, aku buat nasi goreng serta mun tahu. Mun tahu sudah habis semalam tapi, nasi goreng sengaja disisai untuk pagi ini. 

Menu sarapan kami adalah nasi goreng, timun dan telur rebus. Aku merebus telur 10 butir untuk sarapan dan sisa untuk diperjalanan. Shidd dan DX yang mengupas semua kulit telur.

Selesai makan dan cuci piring, kami berangkat jalan kaki sekitar 10 menit ke halte bis untuk naik bis yang lewat jam 6:00. Jarak dari asrama ke tembok besar naik bis bisa makan waktu 3 jam lebih karena harus gonta-ganti pindah terminal.

Cuaca di awal bulan Agustus di Beijing sangat panas menyegat. Tembok besar biasa ramai dikunjungi saat musim semi atau gugur karena hawa saat itu sejuk. Kami berharap nanti sesampai di sana tidak terlalu ramai.

Kami berlima memakai topi yang ada tali ikat di leher dan kain menutupi leher belakang. Bis sangat sepi karena banyak yang ambil libur musim panas untuk pulang kampung. Mayoritas penduduk Beijing adalah orang luar kota. Kota terbesar nomor 2 di Tiongkok ini saat musim liburan menjadi agak sepi.

 Sepanjang jalan kami sibuk ngobrol sehingga tidak ada satu pun yang tertidur. Bangku paling belakang bis diduduki kami berlima.

"DX, peta ini susah dimengerti," kata Shidd sambil menatap peta kota Beijing yang dibuka lebar di depan mukanya. "Tulisannya tidak ada bahasa Inggris," keluhnya. "Shotaro! Kamu tahu ini kota apa?" tanyanya sambil menunjuk ke suatu tulisan.

"Tidak tahu. Sepertinya Tongzhou??" jawabnya bingung.

Aku dan Kang Xi Ka tertawa melihat tingkah mereka.

"Aku yakin Bintang pasti pusing lihat peta ini," kata Shidd dengan tertawa.

DX yang menyadari kekeliruan dia tidak mengambil peta yang ada versi bahasa Inggris, meminta maaf.

"Maaf, aku tidak tahu kalian kesulitan baca. Semoga di loket karcis tembok besar ada peta versi Inggris,"katanya dengan mimik sedih sehingga membuat kami tertawa geli.

Tadi saat sarapan, DX ada memberi kami masing-masing peta kota Beijing. Karena terburu-buru jadi tidak sempat lihat waktu sarapan.

Selain bis ada alternatif naik kereta. Tapi, setelah menghitung biaya kami putuskan naik bis karena lebih hemat. Bis yang kami naiki sekarang juga bis termurah dari yang lain. 

DX meminta tolong kenalan yang kerja di tembok besar untuk menyediakan tenda dan kantong tidur untuk kami nanti malam. Lokasi kami kemping nanti juga diatur kenalannya.

"Kita beruntung memilikimu, DX!" seru Shidd setelah DX selesai beri penjelasan seputar kemping nanti.

"Iya, betul! Untung ada kamu," sambung Kang Xi Ka.

Kang Xi Ka saat kelas 6 SD pernah diajak orang tua liburan ke tembok besar. Seingat dia, tidak ada tempat untuk kemping di sekitar sana karena pegunungan di luar tembok tidak bisa didatangi karena tertutup rapat tembok.

-bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun