"Rika dan desi, maaf ya mainnya nanti lagi ya" ucap awan datar pada rika dan desi
"Baik, om. Permisi" jawab desi lalu pergi dengan menarik tangan rika yang masih diam mematung tak percaya
Hatiku sakit sekali, awanku yang tak pernah sekalipun main tangan kepada kami hari ini sukses memecahkan rekor tak pernah itu kepada ku. Iya, aku putri bungsu awan. Mata kakiku yang kian membiru memang sakit, tetapi yang membuatku menangis terisak adalah karena tidakpercayaanku pada apa yang ku alami hari ini.
Kak Rara diam, Awan langsung masuk dan kembali tidur. Lalu aku ? menangis terisak sambil menahan suaraku agar tidak kembali mengganggu tidur awan. Kak rara mencoba menyentuhku
"dek, maaf. Sini kakak kompres es batu" kalimat itu terdengar bersuara getar, aku tau kak rara juga ingin menangis.
"enggak susah !" jawabku ketus, lalu masuk kerumah dan mengunci diri didalam kamar
Suara Adzan magrib terdengar membangunkan aku yang ternyata sedari tadi tertidur sebab lelah terus menangis. Aku keluar kamar dengan langgah gontai yang pincang. Mata kakiku semakin membiru bahkan sudah kehitaman.
"dek kenapa kakimu??" tanya mama panik. Aku tak menjawab, rasanya tenagaku sudah habis sebab menagis.
"dek kakak kompres es batu ya??" bujuk kak rara lagi. Dan aku kembali diam dengan wajah datar.
"Hana kenapa ra ?" introgasi mama kepada kak rara.
"itu ma, tadi kan hana, desi dan rika main lompat tali diteras. Rara ganggu, hana marah dan teriak-teriak. Sepertinya awan marah karena tidurnya terganggu, jadi awan pukul rara pakai bambu remot" jawab kak rara menunduk, air matanya jatuh. Jelas dia merasa bersalah.