Dilansir dari Portal Bandung Timur, kehadiran kurikulum yang berbasis kemandirian ini bisa memunculkan masalah baru.
Pasalnya setiap daerah yang ada di Indonesia belum tentu memiliki kematangan infrastruktur dan bisa memicu ketimpangan sosial. Kurikulum ini baru bisa diterapkan di Kota besar, dikarenakan sudah siap akan segala fasilitasnya.
Di satu sisi, saya setuju jika penerapan kurikulum ini memang butuh persiapan dan perjalanan panjang. Tetapi dalam persiapan tersebut, perlu disiapkan berbagai perubahan-perubahan yang bisa memperkuat jalannya teori tersebut.
Jika perubahan bisa bergerak dengan signifikan dan konsisten, saya rasa tidak ada keraguan dalam menggunakannya. Perlu adanya sinergitas antara pendidik dengan murid, agar tidak ada hierarki dan kesenjangan komunikasi yang bisa memperlambat kemajuan teori ini.
Ya misalnya saja, kehadiran mobil dan motor listrik saja didukung penuh oleh Pemerintah melalui pajak satu persen. Masa ini saja tidak?
Canda ya.
Jika kita melihat di negara lain, metode pembelajaran teori dan praktek tentu sudah tak asing. Salah satunya adalah Amerika Serikat, yang terkenal dengan istilah Learning by doing.
Learning by doing sendiri sudah lama dipopulerkan oleh John Dewey. Ia adalah seorang philosopher, pemerhati pendidikan yang menggunakan metode metacognitive yang bertujuan untuk melatih apa yang dipelajari, agar bisa diaplikasikan secara konkret.
Teori yang sama dan lebih familiar tentu sudah diterapkan di SMK. Hal ini dikenal dengan Teaching factory. Dimana model pembelajaran ini menitikberatkan pada produksi/jasa. Tujuannya tentu saja untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan siap kerja. Saking fenomenalnya teori ini, Kepala Sekolah SMPN 5 Semarang, Aloysius Kristianto pun menjadikannya role model di tempatnya mengajar.
Misalnya adalah jika seseorang terbiasa bermain gitar dan mempelajari dari Youtube. Tentu hasilnya akan berbeda, jika dia berkuliah di bidang seni musik. Terdapat teori dan bimbingan secara khusus untuk mengetahui bagaimana chord yang tepat. Bagaimana mengkombinasikan nada dan sebagainya. Sehingga trial dan error sudah digunakan secara maksimal di ruang belajar.
Murid tidak perlu risau, bagaimana ilmu tersebut bisa digunakan dalam ranah masyarakat, seperti lingkungan kerja. Dimana mereka hanya menginginkan segi kepraktisan dan pengalaman yang sudah harus didapatkan di bangku kuliah.