Surat pun menjadi saksi akan kini dan nanti
Berbicara tentang surat, tentunya membahas komunikasi terselubung.Â
Berbekal sebuah kertas dan pena, kamu bisa mencurahkan isi hati, keluh kesah atau apapun.Â
Otak dan hati seakan bertarung, menuangkan berbagai kalimat agar terkesan sempurna.Â
Selain penyalur bahasa, sejarah pun bisa terukir dari selembar kertas.Â
Mengabadikan detik-detik harmoni kepada orang terkasih.Â
Atau mungkin menceritakan sesuatu yang belum tersampaikan.
Maka satu surat yang ingin kubuat ini, untukmu Mbah.
'Kak, Mbah sudah tiada.'
Suara dari telepon itu begitu menyesakkan.
Ruang yang penuh gegap gempita pun menjadi gempa.Â
Merenungi sebuah bahana yang berisi berita.
Aku pun menarik kursi sembari membawa pena.
Memandangi selembar kertas yang tak berwarna.Â
'Apa yang ingin aku gores dalam selembar jeluang ini?'
Berharap bolpoinku melukis dan menari.Â
Surat pun bisa menjadi saksi.
Akan kejadian kini dan nanti.Â
Mbah mengajarkanku banyak hal.Â
Mulai dari belajar dan sebagainya.Â
Ia tak pernah pelit walau sering berpikir.
Pelit adalah tanda berpikir yang tidak penting. Â
Semua orang, ia anggap anak didik yang datang dan tak mengharapkan imbalan.Â
Kebersamaan adalah sahabat dekatnya, yang mungkin adalah sebuah pesan.
Melanjutkan sebuah tradisi walau tanpa kata.Â
Seorang guru yang tak pernah berhitung dalam bertindak.Â
Beliau selalu memberi, dan tak mengharapkan kembali.Â
Bahkan di hari kepergiannya, Mbah masih bisa menyampaikan sepatah kata.
'Selalu cari jalan yang terang.'
Sebuah kalimat yang teduh dan berat untuk didengarkan.Â
Prinsip dan kalimat terakhir memang tak ada bedanya.Â
Mereka memiliki pesan yang kuat.Â
Dia bisa datang dan menagihmu jika ia mau
Jika kamu sayang, maka kamu tak akan melayang.Â
Benakmu akan rajin menyimpan dan memutarkan kalimat itu tanpa kamu pinta.Â
Menapak tilas atau bahkan mengiringi apa yang kamu ikuti.Â
Menjadi pedoman agar kelak tak tersesat.Â
Waktu memang habis digilas roda pedati
Tetapi kenangan tidak pernah mati walau digerus erosi
Selama dua tahun ini, aku hanya mengucapkan terima kasih.Â
Terima kasih telah hadir dalam hidupku.
Menjadi sosok yang lebih dari seorang Kakek
Beliau tak pernah lelah mengajarkanku banyak halÂ
Bahkan mengajarkan arti cinta tanpa kata
Mbah, nanti kita bertemu lagi
Di saat semua sudah terukir
Aku harap Mbah tersenyumÂ
Melihatku disini hingga nanti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H