Mohon tunggu...
Kaskatella
Kaskatella Mohon Tunggu... Freelancer - freelance

All About Food and lifestyle

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Surat Pun Menjadi Saksi Akan Kini dan Nanti

30 April 2023   21:27 Diperbarui: 30 April 2023   21:46 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surat pun menjadi saksi akan kini dan nanti

Berbicara tentang surat, tentunya membahas komunikasi terselubung. 

Berbekal sebuah kertas dan pena, kamu bisa mencurahkan isi hati, keluh kesah atau apapun. 

Otak dan hati seakan bertarung, menuangkan berbagai kalimat agar terkesan sempurna. 

Selain penyalur bahasa, sejarah pun bisa terukir dari selembar kertas. 

Mengabadikan detik-detik harmoni kepada orang terkasih. 

Atau mungkin menceritakan sesuatu yang belum tersampaikan.

Maka satu surat yang ingin kubuat ini, untukmu Mbah.

'Kak, Mbah sudah tiada.'

Suara dari telepon itu begitu menyesakkan.

Ruang yang penuh gegap gempita pun menjadi gempa. 

Merenungi sebuah bahana yang berisi berita.

Aku pun menarik kursi sembari membawa pena.

Memandangi selembar kertas yang tak berwarna. 

'Apa yang ingin aku gores dalam selembar jeluang ini?'

Berharap bolpoinku melukis dan menari. 

Surat pun bisa menjadi saksi.

Akan kejadian kini dan nanti. 

Mbah mengajarkanku banyak hal. 

Mulai dari belajar dan sebagainya. 

Ia tak pernah pelit walau sering berpikir.

Pelit adalah tanda berpikir yang tidak penting.  

Semua orang, ia anggap anak didik yang datang dan tak mengharapkan imbalan. 

Kebersamaan adalah sahabat dekatnya, yang mungkin adalah sebuah pesan.

Melanjutkan sebuah tradisi walau tanpa kata. 

Seorang guru yang tak pernah berhitung dalam bertindak. 

Beliau selalu memberi, dan tak mengharapkan kembali. 

Bahkan di hari kepergiannya, Mbah masih bisa menyampaikan sepatah kata.

'Selalu cari jalan yang terang.'

Sebuah kalimat yang teduh dan berat untuk didengarkan. 

Prinsip dan kalimat terakhir memang tak ada bedanya. 

Mereka memiliki pesan yang kuat. 

Dia bisa datang dan menagihmu jika ia mau

Jika kamu sayang, maka kamu tak akan melayang. 

Benakmu akan rajin menyimpan dan memutarkan kalimat itu tanpa kamu pinta. 

Menapak tilas atau bahkan mengiringi apa yang kamu ikuti. 

Menjadi pedoman agar kelak tak tersesat. 

Waktu memang habis digilas roda pedati

Tetapi kenangan tidak pernah mati walau digerus erosi

Selama dua tahun ini, aku hanya mengucapkan terima kasih. 

Terima kasih telah hadir dalam hidupku.

Menjadi sosok yang lebih dari seorang Kakek

Beliau tak pernah lelah mengajarkanku banyak hal 

Bahkan mengajarkan arti cinta tanpa kata

Mbah, nanti kita bertemu lagi

Di saat semua sudah terukir

Aku harap Mbah tersenyum 

Melihatku disini hingga nanti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun