Banyak dari mereka mengalami "foster blues," kondisi emosional yang serupa dengan kehilangan. Ini menjadi pengingat bahwa empati yang berlebihan, meskipun mulia, dapat menjadi pedang bermata dua.
"Adopt, Don't Buy": Seruan yang Lebih dari Sekadar Tren
Mengapa mengadopsi lebih baik daripada membeli? Pertama, adopsi membantu mengurangi populasi hewan terlantar yang kini telah mencapai angka ribuan di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.Â
Kedua, adopsi adalah bentuk solidaritas terhadap makhluk yang sering kali menjadi korban keegoisan manusia.Â
Ketiga, mari kita hadapi fakta: hewan yang diadopsi memiliki kisah yang lebih menarik daripada yang lahir di peternakan komersial.
Namun, seruan ini sering kali jatuh di telinga yang tuli. Masih banyak orang yang memandang hewan sebagai status simbol, memilih membeli ras tertentu dengan harga selangit, sementara ratusan hewan lokal menunggu nasib mereka di shelter atau jalanan.Â
Ini seperti memilih lukisan palsu yang mahal, padahal ada karya seni asli yang gratis di depan mata.
Hewan sebagai Teman, Bukan Makanan
Tidak sedikit yang terkejut mendengar bahwa konsumsi daging anjing atau kucing masih menjadi tradisi di beberapa wilayah. Kampanye seperti "Dogs and Cats Are Friends, They're Not Food" mencoba melawan stigma ini, meskipun jalannya penuh rintangan.Â
Argumen budaya sering kali digunakan untuk membenarkan praktik ini. Tetapi, jika budaya adalah alasan, maka kita semua masih harus berkendara dengan kereta kuda dan mengirim surat lewat merpati.
Melihat anjing sebagai teman, bukan makanan, sebenarnya sejalan dengan prinsip-prinsip kesehatan mental. Hewan peliharaan terbukti mengurangi stres, meningkatkan kebahagiaan, bahkan membantu penyembuhan trauma.Â