Sekolah juga harus menjadi tempat yang lebih dari sekadar tempat belajar matematika atau bahasa Indonesia. Sekolah harus menjadi tempat di mana anak-anak belajar menjadi manusia.Â
Kita butuh kurikulum yang mengajarkan tentang rasa hormat, tentang memahami perbedaan, dan tentang bagaimana menyelesaikan konflik tanpa kekerasan. Kita butuh guru yang tidak hanya mengajar, tapi juga memperhatikan, mendengar, dan menjadi figur yang bisa dipercaya oleh anak-anak.
Dan untuk orang tua, tugas kita bukan hanya memberikan makan, pakaian, dan gadget terbaru. Tugas kita adalah memastikan bahwa anak-anak kita tumbuh dengan memahami bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi. Bahwa kekerasan, sekecil apa pun, adalah hal yang tidak bisa ditoleransi.
Kejadian ini adalah alarm keras yang tidak bisa kita abaikan. Ini adalah pengingat bahwa masa depan bangsa ada di tangan anak-anak, dan jika mereka terus-menerus diajarkan kekerasan, apa yang bisa kita harapkan dari generasi berikutnya? Kita harus berhenti menormalisasi bullying, berhenti mencari alasan untuk membenarkan kekerasan, dan mulai membangun lingkungan yang lebih sehat bagi anak-anak kita.
Seperti yang pernah dikatakan oleh Mahatma Gandhi, "Kekerasan adalah senjata orang yang lemah."Â
Dan anak-anak adalah cerminan dari kekuatan atau kelemahan kita sebagai orang dewasa. Jika mereka memilih kekerasan, itu berarti kita sebagai masyarakat telah gagal memberi mereka pilihan yang lebih baik.
"Anak-anak adalah peniru terbaik, tapi pendengar terburuk. Jika kita ingin mereka memilih kasih sayang daripada kekerasan, kita harus menunjukkannya lebih dulu. Karena warisan terbaik bukanlah uang atau prestasi, tapi dunia yang lebih manusiawi."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI