Lalu, apa solusi untuk fenomena ini? Pertama, kita harus sadar kalau Google bukan dokter. Informasi kesehatan di internet itu sifatnya umum, nggak dirancang untuk menilai kondisi spesifik seseorang.Â
Kalau merasa ada yang salah dengan tubuh atau pikiranmu, langkah pertama bukan buka Google, tapi konsultasi dengan ahli. Dokter dan psikolog itu belajar bertahun-tahun, nggak cuma dari artikel online.
Kedua, berhenti terlalu percaya pada "testimoni" atau cerita pengalaman orang lain di internet. Apa yang mereka alami belum tentu relevan dengan kondisimu. Jangan sampai pengalaman orang yang sembuh dari penyakit tertentu bikin kamu salah langkah atau malah jadi lebih parno. Ingat, tubuh manusia itu unik. Gejala yang sama bisa berarti hal yang berbeda untuk orang yang berbeda.
Ketiga, beri dirimu waktu untuk refleksi. Kadang, kita terlalu cepat panik tanpa benar-benar menganalisis apa yang sebenarnya kita rasakan.Â
Contohnya, sakit kepala mungkin cuma efek dehidrasi. Mood yang buruk bisa jadi hanya kurang tidur. Jangan langsung mencari kesimpulan besar untuk masalah kecil.
Fenomena "Google diagnosis" ini adalah tanda zaman di mana kita terlalu bergantung pada teknologi, bahkan untuk hal-hal yang seharusnya melibatkan sentuhan manusia. Memang, teknologi itu mempermudah hidup, tapi juga bisa jadi jebakan kalau kita nggak bijak memakainya.Â
Apalagi soal kesehatan, baik fisik maupun mental. Jadi, yuk, belajar lebih peka sama tubuh sendiri dan nggak buru-buru percaya sama hasil pencarian di Google. Karena percaya deh, lebih baik antri di puskesmas daripada hidup di bawah bayang-bayang diagnosa yang nggak diminta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H