Buat yang suka sekali dengan suasana yang hening, tenang dan hijau. Berjalan-jalan ke hutan magrove memang sulit ditolak kan, ya?
Tapi gimana dong, merasa berdosa nih dengan ibu bumi , jalan-jalan meninggalkan jejak karbon, lalu jadi emisi karbon dan grk.Â
Dalam kehidupan modern, kita sama sekali tidak dapat menghilangkan jejak karbon. Bahkan seharian di rumah pun kita tetap meninggalkan jejak karbon. Mulai dari makanan kita, pemilihan makanan, cara pengolahan, pendingin makanan termasuk pendingin ruangan kita. Belum lagi besaran daya listrik dan air yang kita pergunakan sehari-hari.
Ya kalo gitu, bisa cuek aja toh?
Gak gitu konsepnya. Kita memang tidak dapat menghilangkan jejak karbon dari diri kita. Tetapi bisa kita menguranginya. Ada banyak cara yang dapat kita lakukan untuk itu.Â
Sebut saja penyusunan itinerary yang lebih detail. Bukan hanya tujuan dan anggaran yang dibuat. Tetapi pemilihan moda transportasi apa yang lebih hemat energi atau ramah lingkungan, pemilihan tempat makan dan penginapan yang menerapkan prinsip sustainability, termasuk melihat rekam jejak penyelenggara perjalanannya.
Kita juga memastikan diri sendiri menjalankan lifestyle gaya hidup lestari, seperti meminimalisir penggunaan plastik sekali pakai, tidak buang sampah sembarangan, menolak membeli atau mengkonsumsi produk dari hewan/tanaman yang dilindungi.
Jangan gengsi untuk membawa perangkat makan dan minum isi ulang, selain tujuannya menghemat. Ini juga upaya untuk mengurangi jejak karbon.
Ada cara lain untuk mengurangi rasa bersalah telah meninggalkan jejak karbon karena berpariwisata, yakni  carbon offsetting. Secara sederhana kita "membayar"  sebagian jejak karbon yang telah kita tinggalkan selama perjalanan.
Kalo kita melakukan perjalanan ke hutan mangrove, kita bisa saja membeli dan menanam bibit mangrove. Kan asyik tuh berwisata sekaligus menebus dosa dengan ibu bumi.
Ah...repot. lagian seberapa juga jejak karbon yang kita tinggalkan?