Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Palembang Berani PSBB, Siap New Normal?

27 Mei 2020   10:17 Diperbarui: 27 Mei 2020   10:27 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Palembang dan Prabumulih, dua kota zona merah di Sumatera Selatan mendapat persetujuan PSBB dari kementrian kesehatan per tanggal 12 Mei 2020 dengan nomor HK.01.07/Menkes/307/2020.

Sebuah kebingungan besar saat pemda menginginkan PSBB diberlakukan pada tanggal 27 Mei 2020.  

Tepatnya H+3  Hari Raya Idul Fitri. Entah alasan apa menundanya sampai di tanggal itu. Padahal, PSBB itu tujuannya memutus mata rantai penularan covid 19 dengan pembatasan sosial. 

PSBB juga ditetapkan atas permintaan pemerintah daerah. Jadi, agak aneh minta kok ditunda. Bahkan minta penundaannya hampir sama dengan masa waktu pemberlakuan PSBB. Menunda waktu selama 2 minggu. 

Pra Lebaran Palembang  Tumpah Ruah

Perayaan lebaran di Palembang tidak pernah sepi. Masih perlu menghidangkan hidangan lebaran,pasar begitu ramai saat banyak pekerja menerima THR. 

Bahkan di sebuah toko baju di sebrang ulu dengan promo serba 35 ribu, termasuk mall pertama Palembang begitu berjubelnya masyarakat berburu baju baru. Sepertinya, lebaran gak akan terasa indah tanpa baju baru. 

Jangan tanya bagaimana ramenya pasar tradisional. Cukup lihat instastory akun publik yang ngomel begitu ramainya pasar di masa pandemi covid 19 ini, dengan siaran live. Makin berjubel deh pasar. 

Sttt .. Udah! cukup aku yang nyenyes.

Dibarengi dengan pengumuman angka pasien terkonfirmasi covid 19 di Palembang melonjak drastis. Bahkan ramai pemberitaan banyaknya paramedis salah satu rumah sakit terkonfirmasi covid 19.

Kondisi ini  tampaknya memicu keputusan percepatan pemberlakuan PSBB dari rencana semula. Tanggal 20 Mei 2020, Gubernur menyetujui pemberlakukan PSBB tanggal 21 Mei 2020.

Beredar sosialisasi tentang titik pemeriksaan disertai sanksi-sanksi tanpa menyebut perwali yang menjadi dasar hukum. Paling penting ada upaya nakura (nakut-nakutin rakyat) dulu lah. Berani langgar , ada sanksinya loh. 

Penting untuk memastikan kedisiplinan dengan sanksi tegas. Soal penyadaran, jelas itu urusan pribadi masing-masing warga negara. Bukankah sudah banyak iklan layanan masyarakat di TV dan hestek medsos untuk stay at home

Meski pemberlakuan tanggal 21 Mei 2020, dengan sanksi akan diterapkan mulai tanggal 26 Mei 2020. 

Sosialisasi dijalankan dengan pemberitaan di berbagai media plus contoh beberapa anak muda yang menjalankan sanksi sosial, menggunakan rompi oranye seperti koruptor, tapi beda gaya. 

Jika koruptor bisa senyum dan melambaikan tangan seperti miss universe. Sample terhukum ini dengan tertunduk dan terlihat malu menyapu kawasan Kambang Iwak. Viral sebagai bandit pelanggar hukum adalah hukuman yang paling ditakuti. 

Ini perlu, sanksi moral bagi pelaku sekaligus memberi contoh efek jera kepada yang lain. Agar tidak melanggar aturan PSBB. HAM? Woi.. Ngomongin HAM di saat kita menghadapi bencana kemanusiaan saat ini, berilah sedikit kelonggaran tentang penegakan doktrin dari dunia barat itu toh. 

Soal privasi, woi masyarakat yang kuat norma kekeluargaan bersifat komunal, magis religius kok ngomongin privasi. 

Ikhlaskan saja aib yang dibuka oleh orang-orang itu cara Tuhan mencuci dosamu. Terima nasib jugalah jadi contoh terhukum saat aturan belum terlaksana. 

Pesan Indah dari Pejabat Bumi Sriwijaya

Bersyukurlah Palembang punya Walikota yang memberi pesan indah, bahwa di masa pandemi ini kita tetap jaga silaturahim terutama di hari lebaran. 

Meski tahun ini warga Palembang tak dapat memutihkan Masjid Agung hingga Jembatan Ampera dengan shaf panjang shalat ied. Cukup di rumah saja. 

Halal bi halal dengan joget bersama keluarga dekat tetap jalan dong. Menghadapi masalah covid 19 dengan berbagai efeknya jelas memberi beban yang luar biasa kepada Pak Wali.  Dukungan keluarga dan menikmati musik bersama adalah salah satu cara memperkuat imun melalui jiwa yang sehat. 

Pak Walikota telah memberi pesan bahwa di masa PSBB hanyalah waktu sebentar untuk mempersiapkan diri menghadapi tatanan hidup yang baru. 

PSBB ini hanyalah masa orientasi kedisiplinan menghadapi new normal. Cuma kebetulan Palembang agak telat sedikit, jadi waktu PSBB dan persiapan fase 1 new normal sangat berimpitan. 

Siap gak siap warga Palembang harus siap dong. Tarik Mang ! 

Palembang luar biasa, punya sekda multi talenta. Makin moncer di masa pandemi covid 19 ini. Jika Pak Gubernur sibuk menjadi endorser makanan UMKM. 

Pak Sekda Kota unjuk bakat sebagai penyanyi sebagai bentuk kampanye lawan corona. Belum lagu tampil gaya jalan bak di catwalk di sebuah pelataran hotel mewah Palembang. Boleh jadi beliau lagi jadi endorser sebuah toko jam. 

Pak Sekda luar biasa ini memang begitu peduli dan gila kerja. Selama ini rajin blusukan sampe ke parit-parit, meski hujan deras 15 menit saja tergenang dimana-mana. Saat pandemi covid 19 ini rajin ikut semprotin jalan dengan disinfektan. Ya beliau tahu betul warga kotanya suka ngesot, jadi jalan wajib disemprot disinfektan. 

Masa PSBB ini beliau tak kenal lelah ikut sidaknya Pol PP dan Dishub di beberapa cek poin terutama saat senja di batas kota. 

Yang baca ini otomatis nyanyi ketauan hidup di era kapan. 

Beliau juga filsuf handal melalui pesan idul fitrinya berharap "Semoga kita kembali dari fitri kultural ke fitri natural".

Benar-benar wow banget pesan idul fitri beliau. Buat emak rempong kayak aku jelas gak paham blas maksud beliau apa dengan bahasa setinggi itu. Mbah google andalan juga gak bisa


. 

Bu Wawali tetap tawadhu membantu para kaun papah, agar dapat dibawa berobat ke rumah sakit, memberi bantuan sedekah. 

Kebajikan ini juga yang diiikuti oleh pejabat lain, baik kota ataupun provinsi. Jika biasanya lihat mereka berfoto dengan sepeda lipat mereka. Entah dinaiki di depan icon-icon kota, atau tengah menenteng di tangga stasiun LRT atau hendak menunggu LRT. Abaikan postur family packnya. 

Sekarang lebih banyak foto mereka dengan mengenakan masker masuk ke lorong-lorong sempit, menenteng kantong dengan banyak logo BUMN atau perusahaan besar plus lembaga sosial, dengan slide selanjutnya penyerahannya ke orang-orang. 

Benar-benar teladan dengan kepemimpinan luar biasa ini warga Palembang sudah siap menghadapi new normal. 

Lah kok nanyain kesiapan rumah sakit, proteksi sekolah dan tempat publik, layanan transportasi publik dan pasar. Semua otomatis siap new normallah. Kalo belum siap, dan butuh lama kayak buat copas perwali pssbb itu ya maklumi aja. Semua butuh proses. 

Kesiapan Palembang Menghadapi New Normal

Perilaku kagetan Palembang, baik pengurus maupun warganya jika dimaklumi ya dapat diaggap normal juga toh. Sebagai kenormalan yang baru versi ngawur. 

Bukankah dalam KBBI , normal itu artinya menurut aturan atau menurut pola yang umum; sesuai dan tidak menyimpang dari suatu norma atau kaidah; sesuai dengan keadaan yang biasa; tanpa cacat; tidak ada kelainan. 

Acuan utama kenormalan adalah dapat diterima oleh halayak, yang tentu saja standarnya cepat berubah sesuai dengan nilai yang tumbuh di masyarakat saat itu. 

Media mainstrema nyinyir dulu,lalu viral, baru klarifikasi kemudian pun sudah dianggap kenormalan juga toh. 

Tetapi jika dikaitkan dengan pencegahan covid 19 ini, jelas bukan semacam itu sebuah kenormalan. 

Tatanan hidup untuk tetap menjalankan roda perekonomian dengan tetap menjaga kedispilinan perilaku hidup bersih sehat. Dalam benak umumnya orang Indonesia, kedisipilinan itu bentuk sebuah paksaan yang diawasi dengan sistem punishment. 

Ohhw.. Jangan neko-nekolah mempertanyakan punish and reward di sini. Bertahan hidup itulah yang menjadi reward utamanya. 

Soal bagaimana kedisiplinan data warga, medical record yang memang tidak pernah menjadi perhatian pasien selama ini.  Udah woles aja, jangan pikirin sesuatu yang di luar jangkauan pikiran kalian.

Toh normal aja kan kita sendiri gak tau medical record sendiri. Berapa sih dari kita tahu jejak rekam medis kesehatan kita?. Normal  aja kan kalo ngerasa belum sembuh sibuk cari dokter lain tanpa memberitahu jika sudah ada tindakan. 

Berapa yang bisa baca 2 tahun lalu kita sakit apa, tindakan apa yang telah dijalani dan obat apa yang kita minum. 

Jangan-jangan banyak di antara kita tidak pernah tahu susunan gigi geligi sendiri, karena tidak ada rekam medis pemeriksaan gigi rutin per 6 bulan atau pemeriksaan gigi saat sakit. Atau justru dokter keluarga kita juga bengong saat kita menanyakan jejak rekam medis kita sendiri. Karena memang tidak terarsip dengan baik sehingga tak bisa tracebilitynya. 

Bahkan di posisi warga yang mendapat pelayanan kesehatan yang baik saja belum tentu mendapat layanan jejak rekam medis yang baik, apalagi jika bicara pada layanan kesehatan di desa-desa, yang terbangun pustunya tapi entah dimana petugasnya. 

Mau bandingin dengan Jepang yang bisa trace flu warganya?lah, orang kita nyimpen surat tanah aja bisa lupa dimana. 

Kenormalan baru ini sebuah konsep yang harus segera diterima oleh 4 Provinsi dan 25 Kota/Kabupaten yang melakukan PSBB. 

Anak gadis aja gak lama-lama kok dipingitnya. Masa' 4 provinsi dan 25 kota/kabupaten harus kelamaan ngendon. 

Bangun hei kaum rebahan, lagu di rumah aja sudah terdengar semakin false sekarang.

Buat para buruh yang cuti bersamanya saja dibatalkan santai aja. Mau normal lama atau baru yang penting harga barang dan penghasilan tetap bisa normal aja. 

Apalagi kaum buruh kerah biru bukan sasaran yang dapet beras 5 kg, kursus k3 yang entah gimana aplikasinya kalo gak punya kerja dan duit 600 k perbulan itu. 

Soal apakah bersiap untuk Herd Immunity, ah sudahlah. Genangan air di kaleng-kaleng kosong dekat rumah memberi rumah pada jentik-jentik yang segera jadi nyamuk yang tiap tahun menjadi pembunuh besar di negeri ini yang tak dialami lagi di negeri lain. 

Prosedur tindakan dokter makin ribet pun menjadi kenormalan baru. Toh dokter juga memang harus menjaga diri, melindungi diri dari serangan penyakit mematikan. 

Kita ngersa sebagai orang normal kan. Toh ini hanya beralih ke normal yang baru. Harus beranilah apapun kondisi dan konsekuensinya. 

Salam Kompal Selalu, Tetap Bahagia. 

Andai kompasianer dapat membaca misu-misu makian yang lenyap di tulisan ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun