Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Surga Itu Bukan Cuma untuk Aku

8 Mei 2020   15:06 Diperbarui: 8 Mei 2020   15:11 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kado (Dok.Pribadi)

"Katanya nggak lagi nggak ada duit, kok transfer-transfer?"protes anakku suatu hari.  Dasar anak cerudikan (kepo), ada aja ulahnya. He he benar sih, Saat itu kondisi keuangan tengah parah. Untuk keperluan primer sekadar tak lapar  tentu masih aman. Tapi jelas untuk biaya kelakukan sangat minim. 

Bahkan untuk kegiatan sebuah pelatihan menulis yang sebenarnya hanya seharga dua gelas kopi pun aku sampe dibayarin temen. Malu sih  tapi mau banget saat ditraktir gitu.  Malu karena akhirnya meluncur juga dari mulutku kalo diriku bokek, padahal itu diusahakan pantang diucap. 

Soal finansial tertentu memang sering terbuka dengan bocah berusia 10 tahun itu. Ya gimana, karena selama beberapa minggu hanya sekadar jajan saja aku bilang gak ada duit, gak bisa jajan dulu. Tapi hari itu kepergok beberapa kali transfer dari dompet elektronik dan m banking.

"Kirim siapa sih?penting banget?", tanya si Bujang makin penasaran. "Kirim Tante Sari (sebut saja begitu), untuk dana bantuan banjir, dia akan membelanjakannya,  yang tadi  barusan kirim buat sumbangan Om Noah (nama disamarkan), dia lagi kesusahan.  Ini semua kiriman temen-temen Nda yang percayain ke Nda" panjang lebar deh penjelasanku.  

"Nda nggak takut duitnya terpakai, pegang duit sumbangan pas lagi bokek" tanyanya, habis itu dia ngeloyor, meninggalkan diriku yang terbengong dan tidak dapat membantah keraguannya. Keraguan ini juga yang sering kusampaikan kepada beberapa teman yang sering menitipkanm uang, mempercayakan diriku utuk menyalurkannya kepada yang membutuhkan.   

Beberapa teman juga yang ikut nimbrung ikut kegiatan amal kami akan kupertegas bahwa sumbangan mereka tidak akan dipublikasi, kadang uangnya juga tertahan dalam rekening dan tak akan disebut sumbernya, termasuk kepada penerima.

Mereka juga tidak akan tahu kepada siapa disalurkan. Sebuah kesepakatan tidak tertulis kami yang sangat mengandalkan kepercayaan dan amanah. Connecting happiness yang kujalankan sangat terbatas. Kecuali untuk sumbangan bencana ataupun bantuan yang sifatnya open donation, waktu yang dibatasi. 

Ada Harga Diri yang Harus Dijaga

Masih ingat cerita saya tentang Lek Partiya di Ramadan Tahun ini Pangan Murah, mata elang yang tahu banget tetangga yang butuh makan dan tahu dimana tempat meminta bantuan untuk disalurkan. 

Dengan kondisi yang tidak berlebih juga beliau sering membantu tetangga, setidaknya mencarikan bantuan untuk tetangga yang butuh.  Tanpa meminta berlebihan, kadang hanya 3 canting (bekas wadah susu) beras, kadang untuk menambah telur 4 butir, mie intan dua bungkus saja otot-ototan "Wis toh, mereka cuma butuh buat hari ini, sesuk mereka  sudah dapet rezeki lain". 

Kami pernah bertanya kenapa tidak memberitahu siapa yang diberi alasannya sungguh luar biasa "Ragil, surga itu bukan cuma buat kamu. Surga itu luas untuk kita semua, biarkan tangan-tangan lain membantu berbagi kebahagiaan untuk sama-sama bisa ke surga dengan caranya masing-masing. Kasih kesempetan wong lain Ra duwe duik ku iso sedekah ", gitulah kira-kira translasinya.  Lek Partiyah kalo ngomong dengan diriku selalu percampuran bahasa Palembang dan Jawa. Meski kosakata bahasa Jawaku sangat-sangat terbatas. 

Satu hal lagi yang diajarkan belaiau  bahwa ada kalanya orang yang mendapat bantuan itu juga memiliki rasa malu. Ada harga diri yang harus sama-sama dijaga. Untuk itulah orang-orang yang  bertugas  untuk connecting happiness antara yang membantu dengan yang dibantu. 

Salah satu temanku yang rutin menitipkan harta yang disisihkannya pun sering mengatakan ia mengurangi rasa sombong dengan tidak mengulurkannya langsung. Sesuatu yang patut diriku syukuri, sebagai sahabat ia berbagi sejengkal syurga dengan memberi kepercayaan kepada diriku sebagai bagian connecting happiness.

Berbagi kebahagiaan itu memang sesuatu yang sangat rentan. Meski niat yang memberi baik,  tetapi karena menyangkut perasaan, terkait harga diri. Seringkali tindakan kita connecting happiness  menutup batin ini pada kemungkinan perasaan orang yang diberi tergores, ada harga diri yang merasa direndahkan. Kadang memunculkan rasa sombong dalam diri pemberi, tak sedikit ingin mendapat pujian yang tak jarang memunculkan fitnah.

Jangankan diberi cuma-cuma, ada beberapa pedagang yang merasa tersinggung saat kita menolak uang kembaliannya, ada tukang parkir yang bisa protes karena kita memberi lebihan. Ada tukang angkut yang kesal karena hanya membawa barang ringan  tetapi kita beri uang berlebihan. Tidak banyak memang, tetapi ada.

Ada banyak orang disekitarku seperti Lek Partiyah,  yang menurutku patut dibantu tetapi selalu sibuk membantu orang lain. Pak Indra, seorang loper koran yang menjajakan koran dengan kursi roda di usia yang semakin senja tetap bekerja keras. 

Saat bantuan yang ia terima kelebihan, ia membagikan bantuan itu kepada tetangganya. Bahkan seringkali ia juga ikut jumat barokah, berbagi sarapan pagi dengan orang-orang yang ia temui. Duh, jangan berhitung matematika saat melihat ketulusan seperti ini. 

Diriku pernah mewek dan ia sempat berkali-kali minta maaf di suatu hari jumat ia memberiku sarapan, bibir ini tak sengaja berucap "apa aku sudah semiskin itu dimata Abang?" Ia berkali-kali minta maaf, tanpa sadar aku juga melukai batinnya yang bermaksud baik hati connecting happiness. Menolak rezeki juga sebenarnya tak pantas ya, menolak pemberian orang juga tak sopan. Riweh ya? 

Tanpa sadar diriku telah menghina orang yang bermaksud baik padaku. Aku menolak pemberian, ya tidak juga. Selayaknya orang lain aku juga sangat suka saat ditraktir, seperti kuceritakan di awal bahkan untuk sebuah pelatihan kepenulisanpun aku ditraktir temen. Tapi, saat menerima pemberian dari orang yang menurutku hidupnya saja butuh bantuan itu, seolah ada ego yang terluka.

Tetapi diriku juga tidak anti terhadap gerakan teman-teman yang melakukan donasi,lalu mempublikasikannya di media sosial. Seringkai memang cibiran sering diterima oleh mereka. Tetapi donasi terbuka ini juga sangat mempermudah orang-orang yang ingin memberi bantuan, tindaan yang nyata untuk mengajak sesama connecting happiness. Juga sebuah wujud akuntabilitas dari penyelenggara toh. 

Jikapun sumbangan yang dilakukan perorangan dipublikasikan, ya lebih baik dirinya toh, bersedia menyisikan sebagian hartanya. Kalo aku jelas akan koreksi diri, lah nyumbang aja sering pake uang orang lain kok mau nyinyirin orang seperti mereka.  Selain itu, tindakan mereka juga menginspirasi orang lain untuk melakukan aksi serupa.  

Tukar kado di  Masa Pandemi Covid 19

Berbagi kebahagiaan juga tak selalu bermakna mengeluarkan zakat dan fidyah, atau memberi infak dan sadaqah kepada yang membutuhkan.  Salah satunya tradisi keluarga suamu yang memberi uang atau kado kepada keponakan-keponakan tersayang. Berkumpul bersama setelah sungkeman, lalu membuka kado bersama itu  keasyikan tersendiri serta menjadi kenangan yang menyenangkan bagi mereka kelak. 

Kebijakan physical distancing ini dapat dipastikan para saudara dan keponakan yang berada di luar kota tidak dapat mudik dan berkumpul bersama, artinya acara tukar kado juga tidak akan dirasakan di tahun ini. Demikian juga antar saudara tidak dapat saling cicip makanan buatan masing-masing, yang biasanya jadi tradisi keluarga. Duh, membayangkannya saja sedih banget ya.  

Bukan nilai kadonya sih, bisa bayangin' kan rasa deg-degan buka kado apalagi bareng-bareng sepupu dengan celotehan yang ramai. Tukar kado bukan dari nilainya, tapi connecting happines antar saudara dalam merayakan idul fitri.  

Masa' sih rasa bahagia itu harus benar-benar musnah. Meski suasana tidak sama, tetapi acara tukar kado tetap harus ada dong. Meski nanti dengan silaturahim daring. Tukar kadonya kan sekarang bisa dikirim ya. 

Di zaman sekarang kemudahan berbelanja dan pengantaran dapat dilakukan secara online. Kita tetap dapat connecting happiness dengan saudara terkasih dengan mudah. Kita dapat memilih layanan pengiriman yang berpengalaman, cepat sekaligus terpercaya. 

Apalagi di masa pandemi covid 19 ini tentu ada rasa kekhawatiran jika kado yang seharusnya connecting happiness kita, justru pembawa virus corona. Duh, amit-amit deh. Jadi perlu pastikan juga jasa pengiriman yang menjalankan SOP protokol  pencegahan covid 19.

Boleh jadi physical distancing ini menghalangi ruang gerak kita, tetapi tidak menghalangi niat baik kita untuk berbagi bukan. Jika tahun-tahun sebelumnya kita mengirimkan langsung bantuan kepada asrama yatim piatu, panti wredha ataupun lembaga sosial lain.

Sekarang kita masih bisa kok mengumpulkan dana, belanja online dan mengirmkan ke langsung kepada mereka dengan bantuan jasa pengiriman yang terpercaya. Karena connecting happiness tak dapat dibatasi oleh physical distancing, kan?

Berbagi kepada siapapun, apapun bentuknya, kapanpun, dilakukan secara diam-diam atau dipamerin toh niatnya ikhlas untuk connecting happiness toh. Wujud rasa syukur dilandasi dengan niat yang ikhlas, cukup dimulai dari kamu, gak perlu usilin orang lain.

Kompal Lawan Corona | dok. Kompal
Kompal Lawan Corona | dok. Kompal
Selamat menjalankan ibadah puasa, Dunia. Tetap Bahagia, Salam Kompal selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun