Satu hal lagi yang diajarkan belaiau  bahwa ada kalanya orang yang mendapat bantuan itu juga memiliki rasa malu. Ada harga diri yang harus sama-sama dijaga. Untuk itulah orang-orang yang  bertugas  untuk connecting happiness antara yang membantu dengan yang dibantu.Â
Salah satu temanku yang rutin menitipkan harta yang disisihkannya pun sering mengatakan ia mengurangi rasa sombong dengan tidak mengulurkannya langsung. Sesuatu yang patut diriku syukuri, sebagai sahabat ia berbagi sejengkal syurga dengan memberi kepercayaan kepada diriku sebagai bagian connecting happiness.
Berbagi kebahagiaan itu memang sesuatu yang sangat rentan. Meski niat yang memberi baik,  tetapi karena menyangkut perasaan, terkait harga diri. Seringkali tindakan kita connecting happiness menutup batin ini pada kemungkinan perasaan orang yang diberi tergores, ada harga diri yang merasa direndahkan. Kadang memunculkan rasa sombong dalam diri pemberi, tak sedikit ingin mendapat pujian yang tak jarang memunculkan fitnah.
Jangankan diberi cuma-cuma, ada beberapa pedagang yang merasa tersinggung saat kita menolak uang kembaliannya, ada tukang parkir yang bisa protes karena kita memberi lebihan. Ada tukang angkut yang kesal karena hanya membawa barang ringan  tetapi kita beri uang berlebihan. Tidak banyak memang, tetapi ada.
Ada banyak orang disekitarku seperti Lek Partiyah, Â yang menurutku patut dibantu tetapi selalu sibuk membantu orang lain. Pak Indra, seorang loper koran yang menjajakan koran dengan kursi roda di usia yang semakin senja tetap bekerja keras.Â
Saat bantuan yang ia terima kelebihan, ia membagikan bantuan itu kepada tetangganya. Bahkan seringkali ia juga ikut jumat barokah, berbagi sarapan pagi dengan orang-orang yang ia temui. Duh, jangan berhitung matematika saat melihat ketulusan seperti ini.Â
Diriku pernah mewek dan ia sempat berkali-kali minta maaf di suatu hari jumat ia memberiku sarapan, bibir ini tak sengaja berucap "apa aku sudah semiskin itu dimata Abang?" Ia berkali-kali minta maaf, tanpa sadar aku juga melukai batinnya yang bermaksud baik hati connecting happiness. Menolak rezeki juga sebenarnya tak pantas ya, menolak pemberian orang juga tak sopan. Riweh ya?Â
Tanpa sadar diriku telah menghina orang yang bermaksud baik padaku. Aku menolak pemberian, ya tidak juga. Selayaknya orang lain aku juga sangat suka saat ditraktir, seperti kuceritakan di awal bahkan untuk sebuah pelatihan kepenulisanpun aku ditraktir temen. Tapi, saat menerima pemberian dari orang yang menurutku hidupnya saja butuh bantuan itu, seolah ada ego yang terluka.
Tetapi diriku juga tidak anti terhadap gerakan teman-teman yang melakukan donasi,lalu mempublikasikannya di media sosial. Seringkai memang cibiran sering diterima oleh mereka. Tetapi donasi terbuka ini juga sangat mempermudah orang-orang yang ingin memberi bantuan, tindaan yang nyata untuk mengajak sesama connecting happiness. Juga sebuah wujud akuntabilitas dari penyelenggara toh.Â
Jikapun sumbangan yang dilakukan perorangan dipublikasikan, ya lebih baik dirinya toh, bersedia menyisikan sebagian hartanya. Kalo aku jelas akan koreksi diri, lah nyumbang aja sering pake uang orang lain kok mau nyinyirin orang seperti mereka. Â Selain itu, tindakan mereka juga menginspirasi orang lain untuk melakukan aksi serupa. Â
Tukar kado di  Masa Pandemi Covid 19