Penamaan Masjid As Sayiddah didirikan di kampus ini berasal dari nama Ibu Ida, pendiri Yayasan ini. Â Masjid ini dibangun sang suami untuk mengabadikan nama sang istri tercinta yang telah lama berpulang di tahun 1960-an, tidak lama setelah pemindahan Ruma Bari dari Tanjung Sejaro dan pembangunan gedung Yayasan IBA.Â
Pak Bajumi hingga akhir hayatnya di tahun 2000-an tidak pernah menikah lagi. Tak terbayangkan orang seganteng dan sekaya dia tetap berstatus duda hingga akhir hayat. Meski tak semegah Taj Mahal, sang suami menghadiahkan kado terindah berupa amal jariyah buat sang istri.
Kegiatan kampus baik rohis maupun kegiatan lain terselenggara di sini. Juga sarana silaturahim seluruh civitas akademika dan perguruan pendidikan usia dini,dasar dan menengah dengan shalat berjamaah di masjid ini. Â
Meski tak terbilang megah dengan arsitektur yang cukup sederhana masjid ini sangat nyaman. Bukan hanya untuk beribadah, sejak dulu seringkali menunggu atau diskusi singkat mahasiswa dilakukan di sini. Â Masjid ini juga terbuka untuk umum, pada tahun-tahun sebelumnya setiap tahun diadakan iftar bersama secara gratis di masjid ini.
Amal jariyah dengan pembangunan dan menyumbang pembangunan masjid tampaknya dipilih kaluarga besar ini. Karena bukan hanya  mendirikan Yayasan IBA termasuk membangun masjid di dalamnya. Beberapa masjid di beberapa daerah Sumatera Selatan didirikan atas sumbangsih kaluarga ini, termasuk renovasi Masjid Agung Palembang (Sekarang disebut dengan nama Masjid SMB I)  pun keluarga ini memberi sumbangsih cukup besar yang sempat membuat kekecewaan pada Lembaga Dakwah Kampus Mahasiswa yang merasa dianaktirikan pengurus Yayasan IBA.Â
Saat itu,  Masjid As Sayidah saat itu masih sederhana, daripada  menyumbang dana yang sangat besar untuk renovasi Masjid Agung, akan jauh lebih bermanfaat jika mempebaiki masjid As Sayiddah. Namanya mahasiswa ya sok kritis saat itu ya. Tidak berapa lama dari situ, masjid As Sayidah pun direnovasi besar-besaran .
Oase di Jalan Lintas Timur Sumatra
Jika Bajumi mengabadikan nama Sayiddah pada Masjid di Kampus sebagai wujud cintanya. Anak-anak mereka mengabadikan nama Ayahnya pada sebuah masjid yang mereka bangun sebagai amal jariyah sang Ayah.Â
Jika melintas jalan lintas Timur menuju Palembang, tepatnya di desa Tanjung Sejaro, Ogan Ilir Sumatra Selatan, mata kita akan langsung terlihat pada sebuah bangunan Masjid nan megah dengan arsitektur indah perpaduan Timur Tengah dan Sumatra Selatan.Â
Bahkan saat memasuki pelatarannya kita disambut dengan suasana yang begitu apik dengan tatanan taman yang ditanami pula sejenis pohon kurma. Benar-benar terasa di oase sebuah padang pasir, meski tetap harmoni dengan persawahan dan permukiman penduduk  di sekitarnya.
Ada banyak cerita seru dalam pembangunannya. Beberapa kali rombak bangunan karena belum dirasa sempurna pada beberapa bagian. Diriku yang memang bukan tipe detail kadang merasa sakit kepala dengan ragam hias yang ada di kaca patri pada masjid ini. Perpaduan modern dan corak tradisional.Â