Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengapa Omnibus Law Diperlukan

19 Maret 2020   14:09 Diperbarui: 19 Maret 2020   14:09 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Omnimbus Law | lbhpekanbaru.or.id

Istilah Omnimbus Law memang masih terasa asing di telinga kita. Secara istilah memang membingungkan, campuur-campur antara istilah Latin dan Inggris ya. Istilah Omnimbus Law ini makin mengemuka  kala  terjadi pro kontra rancangan undang-undang /RUU Omnimbus (Omnimbus Bill)  Cipta Kerja, yang jika disahkan menjadi Undang-undang/UU Omnimbus (Omnimbus Act)  Cipta Kerja.

Lex Omnimbus memang dikenal pada masyarakat sistem hukum Anglo Saxon seperti Amerika Serikat. Lex Omnimbus pada dasarnya sebuah metode yang digunakan untuk mengganti dan/atau mencabut untuk mengatur ulang ketentuan peraturan perundang-undangan ke dalam sebuah UU tematik, sebagai upaya terobosan dalam rangka penyederhanaan regulasi dan meminimalisir tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dalam satu bidang yang melibatkan banyak sektor serta efisiensi proses perubahan/pencabutan peraturan perundang-undangan yang terkait.

Tetapi satu undang-undang besar menjadi payung banyak peraturan perundang-undangan yang satu tema sebenarnya bukan hal yang baru dikenal di Indonesia, sebut saja KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana), Kitab Undang-udang Hukum Perdata (KUHPer) ataupun Kitab undang-undang Hukum Dagang (KUHD) ataupun UU Pokok Agraria  sebagai UU Umum (Lex Derogat), Tetapi UU pokok itu memang menjadi UU "Induk", dimana UU organik berikutnya harus  mengikuti UU tersebut, menjadi UU khusus (Lex Spesialis). 

Sebagai penganut sistem Eropa Kontinental yang yang legisme, setiap hal harus diatur dalam sebuah peraturan perundang-undangan. Akibatnya saat ini peraturan perundang-undangan di negeri ini sangat kompleks,bayangkan saja saat ini terdapat 8.451 peraturan pusat dan 15.965 peraturan daerah yang berlaku di Indonesia.  

Tidak sedikit peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih yang menyebabkan kepastian hukum di negeri ini juga  terganggu. Belum lagi persoalan koordinasi dalam tata kelola di negeri ini bukan hal yang baru. Ditambah persoalan ego sektoral antar kementrian dan jabatan yang bukan hanya terjadi di pemerintah pusat juga di daerah-daerah terlebih dengan sistem otonomi daerah yang mulai berlaku sejak tahun 1999.

Mengapa UU Cipta Kerja Diperlukan

Indonesia negeri kaya sumber daya alam masih didengungkan di berbagai buku pelajaran sekolah, pun memiliki potensi sumber daya manusia yang melimpah. Kita memang punya man, material dan market tetapi kita harus akui bahwa dalam segi money, method, termasuk machine kita masih sangat lemah. Untuk mendapatkan itu kita membutuhkan investasi dari investor.

Dengan demikian, Indonesia memerlukan iklim usaha yang baik yang didukung dengan regulasi berkepastian hukum untuk menjamin pertumbuhan lapangan kerja baru yang berkualitas.

Tidak dapat dipungkiri meski jumlah tingkat pengangguran di Indonesia terbuka turun, tetapi masih ada 7,05 juta pengangguran dimana 2,24 Juta Angkatan Kerja Baru, juga masih ada 8,14 juta setengah penganggur dari 28,41 juta pekerja paruh waktu. 34,3 % dari total angkatan kerja di Indonesia atau sekitar 45,84 juta angkatan kerja yang bekerja tidak penuh. Sedangkan Penciptaan lapangan kerja hanya berkisar 2 sampai dengan 2,5 juta per tahunnya.

Dengan dinamika perubahan global akibat ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global juga dinamika geopolitik berbagai belahan dunia maupun perubahan disrupsi si teknologi  industri 4.0, ekonomi digital memerlukan respon yang cepat dan tepat, termasuk kepastian hukum melalui peraturan perundang-undangan yang mendukung.   

Sebagai langkah percepatannya, pemerintah memerlukan peraturan perundang-undangan yang memberikan jaminan penyederhanaan  perizinan berusaha, termasuk dalam pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah serta kawasan ekonomi yang didukung persyaratan investasi yang jelas, administrasi pemerintahan yang mendukung, jaminan terhadap ketenagakerjaan bukan hanya kepada pengusaha tetapi juga kepada para pekerja. 

Pemerintah juga wajib memberikan kemudahan perlindungan UMKM serta kemudahan berwirausaha,dengan dukunagn riset dan inovasi. Investor juga tidak boleh sembarangan, penengakan hukum melalui penerapan sanksi baik administrasi maupun pidana korporasi yang selama ini telah ada juga harus tetap ditegakkan. Karena  penciptaan lapangan kerja ini untuk mencapai kesejahteraan bersama sebagaimana cita-cita bangsa yang tertuang dalam Preambule UUD Negara RI 1945.

Memang bukan pekerjaan mudah untuk melakukan sinkronisasi terhadap peraturan perundangan-undangan yang terkait cipta kerja ini.  Setidaknya ada 80 undang-undang atau sekitar 1.201 pasal yang akan disinkronisasi dalam satu undang-undang yang tentu saja tetap melakukan harmonisasi dengan UUD Negara RI 1945 dan Pancasila tentunya.

RUU Omnimbus Cipta Kerja bukan hanya bicara soal isu perburuhan,tetapi bagaimana mensinkronkan kebijakan yang mendorong investasi bukan hanya dari investor besar tetapi juga dari UMKM di berbagai sektor, dari hulu ke hilir. Bukan hanya manufaktur  dan ekstraksi tetapi juga sektor bisnis lainnya hingga ke industri kreatif.

Salah satu  sektor yang diharapkan akan berkembang pesat dengan penyederhanaan aturan ini  termasuk sektor pertanian yang selama beberapa dekade ini seolah ditinggalkan untuk mengejar pembangunan urban dan manufaktur, ditambah begitu panjangnya rantai birokrasi dalam perizinan usaha pertanian.

Padahal dengan penduduk yang begitu banyak, kedaulatan pangan dari sektor pertanian adalah hal yang sangat penting dalam mempertahankan kedaulatan negara. Pembangunan desa dengan pengembangan usaha melalui BUMDes juga menjadi semakin dipermudah dengan adanya UU Cipta Kerja ini.

Dengan pemberlakuan UU Cipta Kerja ini diharapkan terjadi perubahan struktur ekonomi yang akan mampu menggerakkan semua sektor, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7% - 6,0% melalui: Penciptaan Lapangan Kerja yang berkualitas sebanyak 2,7 - 3 juta per tahun, juga Peningkatan Investasi (6,6%-7,0%).

Dengan peningkatan Produktivitas, diharapkan  pula akan diikuti peningkatan Upah, dan dapat meningkatkan Income, Daya beli dan konsumsi sebesar 5,4% hingga 5,6%. 

Harapannya iklim usaha yang baik juga akan memperkecil risiko pemindahan lapangan kerja ke negara yang lebih kompetitif yang dapat berisiko akan semakin tingginya angka pengangguran di masa mendatang.Tentu kondisi demikian bukan menjadi hal yang kita harapkan bukan. Tingkat pengangguran yang tinggi tentu akan memberikan efek domino yang besar bagi negara ini.

Tak ada salahnya kita mengkritisi sebuah aturan yang akan berlaku, tugas kita bersama sebagai masyarakat sipil untuk mengawalnya terutama memastikan kondisi  pencapaian tujuan UU ini dapat tercapai.

Tetapi untuk membunuh seekor tikus yang makan di padi kita tidak harus membakar lumbungnya bukan? Karena seharusnya kesejahteraan itu untuk kita semua, bagaimana akan sejahtera jika sumber pundi-pundinya tidak ada.

Uno pro Omnimbus, Omnes Pro Uno.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun