Upacara ini semakin meriah dengan pertunjukan aksi budaya bersama.  Sore harinya, peserta dibawa ke tempat bersejarah luar biasa dalam penggalian nilai-nilai Pancasila. Mercu suar Cikoneng, titik 0 Kilometer jalan Raya Anyer Panarukan yang membawa modernitas di JAwa sekaliguis titik kepedihan sistem kerja Paksa oleh Daendels, tempat ini pula saksi kedahsyatan amukan  letusan gunung Krakatau, dalam renungan senja peserta dibawa bagaimana setiap rentetan peristiwa pada bangsa ini bukan hanya sebagai sebuah kronik penggalian nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai Pancasila digali dari bumi pertiwi dari kampung-kampung dalam kehidupan sehari-hari, tergali dari nilai-nilai sosial yang hidup dan bertumbuh sejalan dengan alur sejarah yang tercatat di negeri ini.
Acara ini dimeriahkan dengan pertunjukan perkusi yang dilead oleh Gilang Ramadan yang melibatkan 99 penabuh bedug, dan 444 peserta memeriahkan dengan manabuh jimbe dan dimeriahkan oleh hampir 500 orang santri, sebagai wujud gema mereka menyambut kehadiran 444 orang dari penjuru Nusantara.
Dalam acara ini pula diperagakan wastra nasional dari Dian Oerip yang memadupadankan berbagai tenun nusantara tanpa potong. Bahkan tampilan Gilang Ramadan pun makin ciamik dengan balutan wastra nusantara.
Acara ini  ditutup dengan pagelaran bersama budaya nuasantara dengan acara  saling silang sekaligus hari puncak persamuhan nasional untuk  wrapping gagasan-gagasan hasil persamuhan yang kelak diharapkan menjadi kebijakan strategis yang diambil oleh pemerintah. Acara yang membawa kegembiraan bersama menikmati kekayaaan budaya negeri ini, bahkan selembar daun pun dapat membuat peserta berjoget.Â
Pancasila memang bukan untuk dibacakan, dihafal, dipelajari lalu diperdebatkan dalam ruang-ruang menara gading tak bergema dengan berbagai teori dan filsafat sebagai pisau analisisnya. Tetapi Pancasila diamalkan, dihidupkan yang mungkin tanpa kita sadari bahwa itu adalah makna pancasila sesungguhnya.Â
Karena Pancasila bukan sesuatu yang turun begitu saja, Pancasila lahir dari nilai-nilai yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat kita melalui proses ekstraksi yang panjang melalui peristiwa-peristiwa bersejarah, mengakar dalam kehidupan bangsa dan melekat dalam penyadaran setiap warga Negara Indonesia.
Semua akan jauh lebih mudah dirasakan saat kita menjadi warga kampung, kampung Indonesia. Karena warga kampung tidak pernah kampungan.
Selamat sore kompasianer, tetap bahagia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H