Perwujudan secara kongkret nawacita ketiga tersebut melalui implementasi UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa, dimana salah satu mandat UU Desa adalah meningkatkan kesejahteraan desa dan menjadikan desa mandiri.
Salah satu upayanya yang diambil adalah pemberian stimulus berupa dana desa, sebagai upaya agar pembangunan itu secara bottom up.
Seiring dengan perkembangan pemanfatan dana desa, pemerintah terus meningkatkan anggaran dana desa dimana di tahun 2016 menjadi 46,98 Triliun rupiah (lebih kurang 643,6 juta/desa) dengan penyerapan dana desa sebesar 97,65% atau 74.754 desa.
Selanjutnya di tahun 2017 Anggaran Dana Desa mencapai 60 Triliun rupiah (lebih kurang 800,4 juta/desa) dengan penyerapan 98,41 % atau 74.910 desa dan di tahun 2018 tetap 60 Triliun rupiah (lebih kurang 800,4 juta/desa), namun penyerapan dana menurut data per 23 Januari 2019 mencapai 99,03 % untuk 74.957 desa. Sehingga di tahun 2019 ini pemerintah menaikkan anggaran dana desa menjadi 70 Triliun rupiah.
Dengan demikian, Anggaran Pendapatan dalam APBDes melonjak dari 24 triliun pada tahun 2014 menjadi 103 triliun pada tahun 2018.
Dengan skema Dana Desa (DD) meningkat dari 21 triliun pada tahun 2014 menjadi 60 Triliun pada tahun 2018 dan Alokasi Dana Desa (ADD) meningkat dari 9 triliun pada tahun 2014 menjadi 31 triliun rupiah pada tahun 2018.
Problem terbesar pada pedesaan adalah kelemahan infrastruktur serta pelayanan sosial dasar sehingga pada awal-awal pengucuran dana desa lebih prioritas pada pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat.
Di tahun 2016, mulai didorong agar Dana Desa menjadi dana stimulan bagi pemberdayaan perekonomian komunitas di desa dengan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), agar desa memiliki kemandirian dalam pembangunan desa berkelanjutan dengan mendorong pemanfaatan sumber daya lokal yang dikembangkan oleh komunitas itu sendiri, yang disebut dengan produk unggulan kawasan pedesaan (prukades) yang mulai di dorong pada tahun 2017.
Tidak hanya sampai disitu,, dana desa diprioritaskan untuk membangun sarana olah raga sebagai sarana pengembangan minat dan bakat pemuda desa serta sarana rekreasi dan sosialisasi. Bahkan diharapkan dengan pengembangan pembangunan sarana olah raga di desa akan menjadi semacam pencarian bakat bibit-bibit atlet yang dapat berprestasi di event nasional dan internasional melalui liga-liga desa.
Persoalan lain yang perlu dijawab adalah musim tanam yang sulit dilakukan dua kali dengan perubahan iklim saat ini, karena itu untuk meningkatkan produktifitas pertanian dana desa pun didorong untuk membangun embung.