Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa angka kemiskinan Indonesia adalah 9,82%, artinya saat ini , tingkat kemiskinan Indonesia kurang dari 10% .Â
Salah satu indikatornya adalah turunnya angka Desa tertinggal sebesar 6.518 desa, desa berkembang mengalami peningkatan sebesar 3.853 desa. Tingkat kesejahteraan masyrakat ini pun terlihat pada kenaikan jumlah desa yang berstatus desa mandiri yang mengalami peningkatan dari 2.894 desa
Di Sumatera selatan sendiri, pertumbuhan ekonomi sumsel yang cukup tinggi yakni 6,14 %, lebih tinggi dibandingkan dengan angka pertumbuhan ekonomi nasional, yakni 5,17 %. Namun menjadi hal yang sangat ironis justru angka kemiskinan di Sumsel juga sangat tinggi mencapai 12,8 %, di atas angka kemiskinan nasional yang hanya 9,82 %.
Salah satu upaya pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan adalah dengan pemanfaatan dana desa dalam penurunan angka kemiskinan. Dengan tingkat penyerapan dana desa yang semakin tinggi juga terjadi ketipangan pada penyerapan dana desa di Sumsel, karena sebagaimana tercatat pada Kantor Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Sumatera Selatan hingga 29 Oktober 2018, alokasi dana desa tahap 3 hanya terserap 4 kabupaten yakni Musi Banyuasin, Muara Enim, Musi Rawas dan Kota Prabumulih akibat sebagian besar desa belum memberikan laporan dari pengerjaan atas penggunaan dana desa tahap II.
Untuk mengupas hal tersebut, FMB 9 menyelenggarakan diskusi media bertajuk "Pengentasan Kemiskinan Berbasis Pembangunan Desa". Acara ini diinisiasi oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia bekerja sama dengan Kantor Staf Presiden (KSP), yang diselenggarakan pada hari Senin, tanggal 4 Februari 2019, Pukul 09.00 s/d 11.30 WIB, bertempat di Pendopo GriyaAgung Provinsi Sumsel.
Hadir sebagai Narasumber, pertama Bapak Anwar Sanusi, yang merupakan Sekjen Kemendes PDTT. Beliau akan membahas bagaimana Strategi dan Best Practice Pemanfaataan Dana Desa untuk Peningkatan Produktifitas Desa.
Pembicara selanjutnya adalah Rektor Universitas Sriwijaya, Anis Saggaf yang mengangkat tema bagaimana peran serta perguruan tinggi dalam pengentasan kemiskinan berbasis pembangunan desa.
Narasumber ketiga adalah Mawardi Yahya, Wakil Gubernur Propinsi Sumatera Selatan berdiskusi mengenai kesiapan pemerintah daerah propinsi sumsel dalam pengentasan kemiskinan berbasis pembangunan desa.
Strategi dan Best Practice Pemanfaataan Dana Desa untuk Peningkatan Produktifitas Desa.
Dalam diskusi pagi itu, Anwar Sanusi membuka diskusi dengan menjabarkan dalam menjalankan pemerintahannya, Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jkw-JK) telah merancang sembilan agenda prioritas yang disebut Nawa Cita, dimana nawacita ketiga adalah "Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan".
Perwujudan secara kongkret nawacita ketiga tersebut melalui implementasi UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa, dimana salah satu mandat UU Desa adalah meningkatkan kesejahteraan desa dan menjadikan desa mandiri.
Salah satu upayanya yang diambil adalah pemberian stimulus berupa dana desa, sebagai upaya agar pembangunan itu secara bottom up.
Seiring dengan perkembangan pemanfatan dana desa, pemerintah terus meningkatkan anggaran dana desa dimana di tahun 2016 menjadi 46,98 Triliun rupiah (lebih kurang 643,6 juta/desa) dengan penyerapan dana desa sebesar 97,65% atau 74.754 desa.
Selanjutnya di tahun 2017 Anggaran Dana Desa mencapai 60 Triliun rupiah (lebih kurang 800,4 juta/desa) dengan penyerapan 98,41 % atau 74.910 desa dan di tahun 2018 tetap 60 Triliun rupiah (lebih kurang 800,4 juta/desa), namun penyerapan dana menurut data per 23 Januari 2019 mencapai 99,03 % untuk 74.957 desa. Sehingga di tahun 2019 ini pemerintah menaikkan anggaran dana desa menjadi 70 Triliun rupiah.
Dengan demikian, Anggaran Pendapatan dalam APBDes melonjak dari 24 triliun pada tahun 2014 menjadi 103 triliun pada tahun 2018.
Dengan skema Dana Desa (DD) meningkat dari 21 triliun pada tahun 2014 menjadi 60 Triliun pada tahun 2018 dan Alokasi Dana Desa (ADD) meningkat dari 9 triliun pada tahun 2014 menjadi 31 triliun rupiah pada tahun 2018.
Problem terbesar pada pedesaan adalah kelemahan infrastruktur serta pelayanan sosial dasar sehingga pada awal-awal pengucuran dana desa lebih prioritas pada pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat.
Di tahun 2016, mulai didorong agar Dana Desa menjadi dana stimulan bagi pemberdayaan perekonomian komunitas di desa dengan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), agar desa memiliki kemandirian dalam pembangunan desa berkelanjutan dengan mendorong pemanfaatan sumber daya lokal yang dikembangkan oleh komunitas itu sendiri, yang disebut dengan produk unggulan kawasan pedesaan (prukades) yang mulai di dorong pada tahun 2017.
Tidak hanya sampai disitu,, dana desa diprioritaskan untuk membangun sarana olah raga sebagai sarana pengembangan minat dan bakat pemuda desa serta sarana rekreasi dan sosialisasi. Bahkan diharapkan dengan pengembangan pembangunan sarana olah raga di desa akan menjadi semacam pencarian bakat bibit-bibit atlet yang dapat berprestasi di event nasional dan internasional melalui liga-liga desa.
Persoalan lain yang perlu dijawab adalah musim tanam yang sulit dilakukan dua kali dengan perubahan iklim saat ini, karena itu untuk meningkatkan produktifitas pertanian dana desa pun didorong untuk membangun embung.
Masih dari penjelasan Anwar Sanusi, dalam upaya mengatasi persoalan tingkat urbanisasi yang masih menjadi problem bangsa ini pula serta untuk menstimulasi tingkat kesejahteraan masyarakatnya maka dana desa pun dipergunakan untuk pembangunan desa oleh dan untuk masyarakat desa itu sendiri, dengan sistem padat karya tunai desa.
Selain itu, dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa, melalui dana desa telah dubangtun 192. 974 unit penahan tanag, 959.569 unit pengelolaan air bersih, 240.587 unit MCK, 9.691 unit polindes, 29.5577.922 meter drainase, 50.854 kegiatan paud, 24.820 unit posyandu dan 45.169 unit sumur.
Implikasinya sangat berarti bagi desa dengan meningkatnya 15 % jalan desa utama yyang beraspal/beton yang mereduksi waktu tempuh ke pusat pelayanan administrasi , sehatan, pendidikan dan sarana sosial lain yang berada di ibukota kecamatan, kabupaten atau propinsi.
Dana desa pun memberi dampak yang cukup signifikan dalam mensejahterakan masyarakat desa terlihat pada peningkatan produksi padi di seda, serta peningkatan produksi yang meningkatkan pendapatan petani di desa.
Melalui pelaksanan padat karya tunai (PKT) Desa juga dapat menyerap pengangguran yang memebri dampak pada peningkatan produktifitas tenaga kerja dan jam kerja,peningkatan pendapatan per kapita yang berimplikasi pada penurunan angka kemiskinan.
Dari tahun 2015 hingga 2018, berdasarkan data BPS 2018 telah terjadi penurunan tingkat pengangguran terbuka dari 7,31 % menjadi 3,72% atau menurun sebesar 1,21 %.
Dampak positif lain dengan adanya dana desa adalah perkemvangan jumlah bumdes yang naik dari tahun ke tahun, hinga pada tahun 2018 61 % desa telah memiliki Bumdes yang menyerap tenaga kerja sebesar 1.074.754 orang dengan omzet bumdes sebesar 1,16 triliun per tahun, dengan laba bersih 121 miliar per tahun.
Selama 4 tahun ini pembanguna desa melampui terget rencana pembangunan jangka mengenah nasional (RPNJMN) 2015-2019, dimana target pengentasan 5.000 desa tertingga menjadi desa berkembang, tercapai 6.518 desa.Target peningkatan 2.000 Desa berkembang menjadidesa mandiri tercapai sebanya 2.665 desa.
Jika diukur dari pendapatan per kapita warga desa juga meningkat sepanjang 2014-2018 dengan rata-rata peningkatan 6,13 % selama periode 2015-2017.
Hal ini juga berakibat pada penurunan angka kemiskinan di perdesaan, hanya satu digit dan terendah sejak tahun 1998,pun pada gini rasioa antar perdesaan perkotaan dibandingkan tahun 2015, rasio gini tahun 2018 perdesaan mengalami penurunan, yaitu sekitar 0,015.
Anwar Sanusi mengingatkan bahwa pengentasan kemiskinan ini merupakan kerja bersama,sehingga perlu kerjasama antar stake holder, termasuk perguruan tinggi
Menanggapi hal tersebut, Annis Sagaf selaku Rektor Universitas Sriwijaya menyambut baik dan menjabarkan bagaimana perguruan tinggi khusunya Unsri berperan serta aktif dalam uapaya pengentasan kemiskinan berbasis pembangunan desa ini.
Beliau menegaskan bahwa pengentasan kemiskinan itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Berangkat dari sebuah filosofi bahwa negara Akan Jaya Jika Pemimpinnya Hebat dan Rakyatnya Kuat.
Pemimpin yang hebat adalah pempimpin yang berani mewakafkan Diri untuk Memimpin dan Membangun Bangsa, Memiliki Jiwa Kepemimpinan (Leadership) Mengelola SDM & SDA, Mempunyai Visi dan Misi yang Jelas, Menyiapkan Program Kerja Real Membangun Daerahnya serta Memberdayakan Semua Komponen untuk Membangun Daerah.
Di sisi lain,rakyat yang kuat adalah rakyat yang Mempunyai Semangat Kebangsaan yang Tinggi, Mempunyai Semangat Menjaga Asset dan Potensi Daerah, Mempunyai Keinginan Hidup dari Hasil Kerja Sendiri, Mempunyai Jiwa Suka Membantu Sesama Warga, Mempunyai Pendidikan yang Cukup.
Untuk mencapainya diperlukan pemberdayaan masyarakat yakni sebuah upaya empowerment dan strenghthening kepada masyarakat, dengan syarat utama berupa kemauan masyarakat itu sendiri, serta membangun protecting untuk masyarakat.
Anis menjabarkan bahwa Universitas Swirijaya yang berkewajiban dalam menjalankan tridarma perguruan tinggi, pun wajib menjalankan pengabdian masyarakat, termasuk dalam pemberdayaan masyarakat sebagai suatu proses pembangunan dimana masuarakat yang berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan ondisi diri sendiri.
Sehingga dalam upaya tersebut, unsri selain pendampingan dan tenaga ahli, unsri lebih mengarahkan pada teknologi tepat guna dan inovasi sebagai key factor keberhasilan pemberdayaan masyarakat.
Salah satunya dengan penemukenali potensi masyarakat desa itu sendiri, serta pemanfatanan sumber daya lokal. Salah satu conthnya dalah pengolahan limbah kotoran sampi menjadi pupuk organik dan biogas, budidaya perikanan air tawar dan itik serta pengelolaan air bersih air minum dengansistem RO, pengembangan modelPAUD berbasisi masjid, pengembangan inkubator bisnis dan kewirausahaan, di beberapa desa di Sumsel.
Unsri juga berperan aktif dalam pemeberdayaan masyarakat melalui riset dan inovasi yang membantu peningkatan mutu produk komunitas lokal agar dapat bersaing di pasar, seperti produk riset ketekin sari gambir sebagai minuman funsional sebagai tonik karena mengandung antioksidan yang ideal, beras ubi kayu sebagai diversifikasi pangan dan diet diabetic, juga riset pengembangan pupuk bio, insektisida alami, bio parfum untuk industri karet, pengolahan sampah sebagai biogas, termasuk riset pengemasan fleksibel untuk buah dan sayuran yang memperpanjang shelf-life, salah satu produk unggulan Sumatera Selatan adalah kuliner pempek, sehingga dikembangkan pula tekonologi yang memperpanjang masa simpan cuka pempek.
Dikembangkan pula teknologi pengeringan makanan berupa "OsmoticPuffing" yang membuat ukuran tetap besar(bahkan 2kali dari pengeringan oven) tetapi memilki daya tahan yang sama.
Pemberdayaan masyarakat pun tidak hanya pada pengabdian masyarakat tetapi dikembangakan pula pada konsel kuliah kerja nyata (KKN) mahasiswa Universitas Sriwijaya.
Peran Pemda dalam optimalisasi Dana DesaÂ
Selanjutnya,dalam paparannya Mawardi Yahya, mengangkat isu mengenai ketimpangan antara angka pertumbuhan ekonomi dengan angka kemiskinan. Sumatera selatan sangat unit, dengan tingkat pertumbuhan yang di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi di Indonesia, angka kemiskinan di Sumatera Selatan juga sangat tinggi.
Karena itu pemerintah provinsi Sumatera Selatan menyepakati "KOMITMEN BERSAMA" Gubernur Bersama Bupati/Walikota Se-Sumatera Selatan "MENUJU KEMISKINAN 1 DIGIT" pada tanggal 16 Januari 2019 bertempat di Hotel Santika Premiere Palembang, bersamaan dengan MUSRENBANG RPJMD Sumatera Selatan 2018 -- 2023.
Karena jika dikaji, justru kabupaten dengan sumber utama pertanian tingkat kesejahteraannya lebih tinggi dibanding kabupaten dengan dimana sumber daya alam berupa pertambangan, perkebunan dan kehutanan.
Angka pertumbuhan ekonomi yang baik tidak akam memberikan dampak yang baik untuk peningkatan kesejahteraan masyarakatnya jika ada kesalahan pengolahnnya.
Karena itu, perovinsi sumatera selatan akan membantu kabupaten-kabupaten yang masih berkutat pada angka kemiskinan yang tinggi.
Berkaitan dengan pembangunan desa, dengan pemanfatan sumber daya lokal dengan upaya inovasi sejalan dengan misi Herman Deru -- Mawardi Yahya (HD MY) 2108-20123, dimana misi pertama adalah Membangun Sumsel berbasis ekonomi kerakyatan, yang didukung sektor pertanian, industri, dan UMKM yang tangguh untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Karena itu salah satu programnya adalah padat karya dibayar, serta peningkatan infrastrutur desa dengan dana serapan sebasar 1,t per desa.
Mawardi menegaskan bahwa dana desa memeng memiliki andil besar dalam peningkatan kesejahteraan di desa, namun disadari masih perlunya perubahan scheme serta pengawasan berlapis dari inspektorat propinsi, sehingga pemperintah provinsi dapat berperan aktif dalam pengelolaan dana desa.
Diskusi media ini semakin menghangat pula ketika jurnalis pun menanggapi bahwa dana desa ini memang rawan pada penyelewengan meski tidak ditampik bahwa memang implikasi positifnya tetap ada. Wartawan juga mengharapkan ada perhatian khusus dari kemendesa.
Menanggapi hal ini kemendesa menegaskan bahwa pengawasan telah dilakukan, namun pengawasan ini selayaknya pedang bermata dua, jika telalu ketat akan mengurangi daya inovasi dalam penggunaannya. Karena itu diperlukan pengawasan yang ideal, tetap pada koridor hukum yang berlaku seperti optimasi peran Tim Pengawalan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D di masing-masing daerah dan satgas dana desa yang dapat dihubungi melalui hotline 1500040, juga mengharapkan kerjasama yang baik dalam pengawasan penggunaan dana desa serta memberitakan implikasi nyata pada masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H