"Tiba-Tiba Kesengsem Pejabat Sederhana, Sunarto"
Oleh Karnita
"Pemimpin yang sederhana tidak takut untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan." - Anonim
Pada umumnya, pejabat tinggi di Indonesia hidup dalam kemewahan yang mencolok, dengan fasilitas mewah dan pengawalan ketat yang mengutamakan kenyamanan mereka. Mereka sering kali dilayani sesuai status, dengan kunjungan-kunjungan yang disertai iring-iringan kendaraan dinas, sementara kendaraan lain harus menepi. Dalam suasana tersebut, banyak pejabat yang kurang bijak dalam pengambilan keputusan, bahkan cenderung arogan, dan lebih fokus pada citra diri ketimbang mendengarkan keluhan rakyat. Rakyat kecil seringkali merasa terabaikan, dan para bawahan tidak jarang disingkirkan dalam pengambilan keputusan yang lebih memperhatikan kepentingan pribadi dan kelompok.
Oase KeteladananÂ
Di tengah kecenderungan ini, muncul sebuah oase di tengah kekeringan keteladanan, yakni Sunarto, Ketua Mahkamah Agung Periode 2024 --2029. Beliau hadir sebagai pejabat yang tidak terjebak dalam kemewahan, melainkan justru menonjolkan kesederhanaan dan integritas. Ia sering menolak fasilitas mewah, berbaur dengan rakyat, dan memilih untuk mendengarkan keluhan serta kebutuhan bawahannya. Sunarto membuktikan bahwa kepemimpinan yang bijaksana dan empatik masih mungkin ada di dunia pejabat yang gemerlap, memberi harapan bahwa perubahan yang lebih baik dapat dimulai dari keteladanan seorang pemimpin yang rendah hati dan benar-benar melayani.
Menolak Kemewahan
"Tidak ada oleh-oleh, tidak ada traktiran, tidak dibukakan VIP room di bandara, enggak ada. Kita harus memulai dari yang kecil-kecil yang kita benahi dahulu," Â tegas Sunarto.Â
Keputusan-keputusan Sunarto untuk menolak fasilitas-fasilitas mewah yang kerap kali diberikan kepada pejabat negara menjadi sebuah fenomena yang jarang terjadi. Sementara banyak pejabat negara berlomba-lomba untuk memperlihatkan kemewahan, kendaraan dinas mewah, hingga pengawalan ketat yang memisahkan mereka dari rakyat biasa, Sunarto memilih jalan yang berbeda. Beliau sadar bahwa sebagai Ketua Mahkamah Agung, ia diamanahkan untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, bukan untuk menikmati fasilitas-fasilitas yang justru bisa mengganggu fokusnya pada tugas utama.
"Saya tidak ingin hidup dalam kemewahan, saya ingin hidup dekat dengan rakyat," tegas Sunarto.
Kata-kata ini bukan sekadar retorika, tetapi sebuah cerminan nyata dari tindakan sehari-hari yang ia lakukan, menjadikan dirinya sosok yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Kesederhanaan ini tentu sangat berbeda dengan apa yang sering terlihat dalam dunia pejabat kita. Pengawalan yang berlebihan, perlakuan khusus, serta kemewahan sering kali menjadi identitas yang melekat pada para pemimpin negara. Meskipun hal ini dianggap sebagai bagian dari protokol dan penghormatan, sering kali di baliknya terdapat ketimpangan yang mengorbankan kepentingan rakyat. Sunarto menunjukkan bahwa kehormatan sejati tidak datang dari fasilitas mewah atau penghormatan berlebihan, melainkan dari seberapa besar seorang pemimpin mampu menjalankan amanah dengan penuh kejujuran dan kesederhanaan.
Kehidupan yang Merendah dan Menginspirasi
Di tengah kemegahan yang kerap menyertai pejabat tinggi, Sunarto, Ketua Mahkamah Agung, tampil dengan kesederhanaan yang menyentuh hati. Dalam banyak kesempatan, ia lebih memilih untuk menghindari fasilitas mewah yang biasa diterima pejabat setingkatnya. Saat berada di bandara, misalnya, Sunarto duduk tenang bersama istrinya tanpa pengawalan ketat, seolah tak ada jarak antara dirinya dan rakyat.
"Jangan repot-repot, saya sudah biasa," ujarnya halus menolak tawaran mobil dinas dengan sikap rendah hati. Pilihan hidup yang jauh dari kemegahan ini memberikan pesan yang kuat bahwa sejatinya seorang pemimpin tidak perlu terlihat besar, tetapi justru merendah dan berbaur dengan rakyat yang dipimpinnya.
Kesederhanaan Sunarto bukan hanya terlihat dalam tindakannya, tetapi juga dalam prinsip hidup yang dipegang teguhnya. Dalam menjalankan tugasnya, ia tidak pernah menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi atau kemewahan. Keputusan-keputusan yang ia ambil selalu mengutamakan keadilan, bukan keuntungan, dan ia menjunjung tinggi integritas serta kejujuran. Sunarto membuktikan bahwa sesungguhnya kesederhanaan seorang pemimpin adalah kekuatan terbesar yang dapat menggerakkan perubahan, bukan kemewahan yang justru menjauhkan diri dari rakyat.
Mendengarkan dan Melayani: Pilar Kepemimpinan Sejati
Sunarto, Ketua Mahkamah Agung, memperlihatkan sikap yang jarang ditemukan pada pejabat tinggi: melayani, bukan memerintah. Bagi Sunarto, pemimpin yang sejati adalah mereka yang mampu mendengar, memahami, dan memenuhi kebutuhan rakyat tanpa memandang status atau kedudukan. Ia tidak melihat jabatannya sebagai alat untuk memperoleh kemegahan, melainkan sebagai amanah untuk memberikan pelayanan terbaik. Ketika mengunjungi kampus-kampus tempat ia mengajar atau berbicara dengan masyarakat, Sunarto selalu berusaha lebih dari sekadar menjadi simbol kekuasaan. Ia berbicara langsung dengan mahasiswa, mendengarkan keluhan mereka, memberikan dukungan moral, dan memberikan inspirasi untuk menjaga integritas di dunia hukum.
Dalam setiap interaksinya, Sunarto menunjukkan bahwa kepemimpinan yang sejati terletak pada kemauan untuk mendengarkan, berbagi, dan melayani. Ia tidak merasa lebih tinggi dari orang-orang yang ia pimpin, melainkan sebaliknya, ia berusaha merendahkan diri dan menyatu dengan mereka. "Kita harus bisa mendengarkan suara mereka, karena mereka adalah generasi penerus," kata Sunarto dalam sebuah kesempatan. Dengan prinsip ini, Sunarto menunjukkan bahwa seorang pemimpin bukanlah sosok yang memerintah dari atas, melainkan seorang pelayan yang dengan tulus mengabdikan diri untuk kesejahteraan rakyat. Keberadaannya di tengah masyarakat adalah contoh nyata dari pemimpin yang hadir untuk memberi, bukan untuk menuntut.
Integritas yang Tak Tergoyahkan: Hukum sebagai Landasan Kepemimpinan
"Kami kalau ke daerah sudah menyampaikan, tidak perlu dijamu karena kami sudah punya surat tugas, punya dana, uang harian yang diberikan oleh negara untuk kita pakai makan, jadi bukan untuk dibawa pulang diberikan kepada keluarga kita," kata Sunarto.
Bagi Sunarto, hukum dan aturan adalah landasan yang harus dipatuhi tanpa kompromi. Sebagai Ketua Mahkamah Agung, ia selalu menegakkan hukum tanpa pandang bulu, tidak terpengaruh oleh tekanan atau kepentingan politik. Prinsip yang ia pegang adalah bahwa hukum harus ditegakkan untuk kepentingan rakyat banyak, dan bukan untuk kepentingan sekelompok orang tertentu. "Integritas adalah dasar dari semua kebijakan yang kita buat," tegasnya dalam suatu kesempatan. Dalam setiap keputusan yang diambil, Sunarto selalu memastikan bahwa ia berjalan sesuai dengan koridor hukum yang ada, tanpa ada kesalahan atau penyimpangan yang dapat merugikan masyarakat.
Keputusan-keputusan Sunarto yang selalu didasari oleh hukum dan keadilan membuktikan bahwa jabatan tinggi tidak membuat seseorang melupakan nilai-nilai integritas. Ia menunjukkan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah yang selalu berpijak pada aturan dan menjalankannya dengan seadil-adilnya. Sebagai Ketua Mahkamah Agung, Sunarto mengedepankan prinsip-prinsip hukum yang mengutamakan kepentingan rakyat di atas segalanya. Inilah yang membedakan Sunarto dengan banyak pejabat lainnya yang lebih memilih untuk memanfaatkan kekuasaannya demi kepentingan pribadi.
Kepemimpinan yang Menginspirasi: Teladan Sejati bagi Pejabat Negara
Mari kita renungkan, bahwa dalam dunia yang kerap kali dipenuhi dengan gemerlap kemewahan, kesederhanaan justru adalah cahaya yang mampu menuntun kita pada keadilan dan keberanian. Sunarto mengajarkan kita bahwa seorang pemimpin sejati bukanlah yang mengejar kekuasaan, melainkan yang berdiri dekat dengan rakyat, mendengarkan mereka, dan menegakkan keadilan tanpa pamrih. Di tengah arus kemewahan yang menggoda, biarkanlah hati kita tetap teguh dalam prinsip, seperti beliau yang memilih melayani daripada dilayani.
Kepada para pejabat negara, mari kita tinggalkan gengsi dan kemewahan yang memisahkan kita dari rakyat. Sunarto memberi teladan bahwa dengan kesederhanaan dan integritas, kita dapat mengubah nasib bangsa ini. Kepemimpinan yang sejati tidak terlihat dari kekuasaan yang kita miliki, tetapi dari seberapa besar kita memberi, mendengarkan, dan mengutamakan kepentingan rakyat di atas segalanya. Mari kita jadikan kesederhanaan sebagai kekuatan yang mencerahkan jalan bagi kemajuan bangsa.
Penulis adalah pemerhati kebijakan publik
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI