Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru - Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Quo Vadis Pengawasan Kebijakan Pendidikan: Antara Anomali dan Realitas Pahit?

11 Januari 2025   18:55 Diperbarui: 11 Januari 2025   18:55 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Beban administratif ini menjadi sebuah ironi. Di saat kebijakan pendidikan terus digembar-gemborkan untuk meningkatkan kualitas, pengawasan kebijakan yang ada justru menjadi penghalang terbesar. Para guru yang seharusnya fokus mengajar dan memberi inspirasi kepada siswa, justru terpaksa menyisihkan waktu untuk mengisi laporan dan formulir yang panjangnya tak berujung. Kita seperti memasukkan bola emas ke dalam kotak yang sempit—pengawasan pendidikan jadi tidak efektif karena tidak ada ruang untuk inovasi.

 

Di sisi lain, jika kita menengok pada sistem pengawasan pendidikan, kita akan melihat bahwa banyak kebijakan yang gagal dieksekusi dengan baik akibat minimnya pemahaman tentang tantangan yang ada di lapangan. "Bagai menanam pohon di tanah kering," kebijakan tersebut hanya akan mati sia-sia jika tidak diberikan perhatian lebih. Sebagian besar pengawasan yang dilakukan terkesan hanya formalitas—sebuah ritual yang tidak menuntut akuntabilitas yang sesungguhnya dari kebijakan yang diterapkan.

 

Implikasi dari pengawasan yang lemah adalah kurangnya transparansi dalam distribusi anggaran pendidikan. Kita sering mendengar pernyataan bahwa anggaran pendidikan meningkat dari tahun ke tahun, tetapi sering kali kita tidak tahu ke mana anggaran tersebut sebenarnya dialokasikan. "Anggaran pendidikan bukan uang haram," seperti yang sering digembar-gemborkan, tetapi pada kenyataannya, rakyat tidak mendapatkan laporan yang jelas mengenai pengelolaannya. Tanpa transparansi yang jelas, kebijakan pendidikan akan menjadi semacam janji yang dibiarkan menguap begitu saja.

 

Sebagai alternatif, pengawasan kebijakan pendidikan harus didorong untuk lebih melibatkan masyarakat, terutama para guru dan orang tua. "Populus vult decipi," rakyat seringkali ingin dibodohi—jadi jangan biarkan mereka tetap dalam kebingungannya. Pemerintah seharusnya memberikan ruang lebih bagi masyarakat untuk ikut serta dalam mengawasi dan memberikan masukan terhadap kebijakan pendidikan. Pengawasan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga menjadi hak setiap warga negara, terutama yang terlibat langsung dalam pendidikan.

Tantangan pengawasan kebijakan pendidikan juga terletak pada ketidakjelasan dalam peran dan tanggung jawab setiap pihak. Sejatinya, kebijakan pendidikan tidak hanya melibatkan kementerian pendidikan, tetapi juga seluruh elemen negara. "Simul stabunt, simul cadent," kata pepatah Latin—bersama-sama kita berdiri, bersama-sama kita jatuh. Maka, pengawasan yang baik memerlukan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan untuk memastikan keberhasilan implementasi kebijakan.

 

Keterbukaan informasi juga menjadi kunci penting dalam mewujudkan pengawasan yang efektif. Pengawasan yang kuat tidak akan pernah terwujud jika tidak ada transparansi yang cukup mengenai kebijakan dan implementasinya. Ketidakjelasan dan ketertutupan informasi hanya akan semakin memperburuk ketidaksesuaian antara kebijakan dan pelaksanaan di lapangan. "Nihil sub sole novum," tidak ada yang baru di bawah matahari—kebijakan yang baik tanpa pengawasan yang tepat hanya akan menjadi sejarah kelam yang terulang.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun