Dalam dunia manufaktur dan manajemen kualitas, nama Kaoru Ishikawa menjadi legenda. Namanya terkait erat dengan konsep diagram tulang ikan (Fishbone Diagram), sebuah alat yang revolusioner dalam menganalisis dan menyelesaikan masalah. Namun, siapakah sebenarnya sosok Ishikawa dan bagaimana perjalanan hidupnya membentuk konsep yang begitu berpengaruh ini?
Kaoru Ishikawa lahir pada tanggal 13 Juli 1915, di Tokyo, Jepang. Dia tumbuh di tengah-tengah perubahan besar yang terjadi di Jepang pada awal abad ke-20, ketika negara tersebut sedang mengalami modernisasi industri yang pesat. Pendidikan Ishikawa dimulai dengan belajar teknik kimia di Universitas Tokyo, tempat dia memperoleh dasar yang kuat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada 1949, Ishikawa bergabung dengan Japanese Union of Scientists and Engineers atau JUSE, sebuah kelompok yang fokus di bidang kontrol kualitas. Setelah Perang Dunia II usai, Jepang berinisiatif membangun kembali negaranya dan melakukan transformasi di sektor industri.
Ketertarikannya pada bidang pendidikan membuat Kaoru Ishikawa terjun ke dunia akademis sebagai profesor paruh waktu di Universitas Tokyo. Perjalanan karir akademis akhirnya membawanya ke puncak kepemimpinan Musashi Institute of Technology pada tahun 1978.
Prinsip kualitas dari Kaoru Ishikawa
kualitas dan kepuasan pelanggan adalah hal yang sama, dan kualitas adalah konsep luas yang melampaui tidak hanya kualitas produk akan tetapi termasuk juga kualitas orang, proses, dan setiap aspek dalam organisasi. Konsep umum kualitas Ishikawa pada dasarnya adalah berfokus pada pelanggan
Kontribusi Terbesar : Fishbone Diagram dan Total Quality Control (TQC)
Kontribusi paling terkenal Ishikawa dalam dunia manajemen kualitas adalah penciptaan Fishbone Diagram, yang juga dikenal sebagai Diagram Ishikawa. Diagram ini menerangkan sebab dari suatu kejadian yang spesifik, dan pertama kali digagas pada 1968. Fungsinya adalah untuk mengetahui faktor potensial yang menyebabkan efek berupa cacat atau masalah lainnya. Setiap penyebab masalah adalah sumber variasi. Penyebab-penyebab ini umumnya dibagi menjadi enam kategori yaitu Manusia, Metode, Mesin, Material, Pengukuran dan Lingkungan.
Dengan Fishbone Diagram, Ishikawa melakukan pergerakan signifikan dan spesifik di bidang quality improvement. Dengan menggunakan diagram tersebut, pengguna bisa melihat semua penyebab yang mungkin dari suatu hasil, dan diharapkan bisa menemukan akar masalah yang menyebabkan ketidaksempurnaan proses. Dengan memberikan jalan menuju akar masalah, diagram ini menjadi salah satu solusi peningkatan kualitas mulai dari akar hingga ke permukaan.
Ishikawa juga dikenal karena memperkenalkan konsep Total Quality Control (TQC), yang menekankan pentingnya kualitas dalam semua aspek operasi bisnis. Konsep ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua bagian dari suatu organisasi terlibat dalam usaha untuk meningkatkan kualitas produk atau layanan yang dihasilkan. TQC tidak hanya mencakup aspek teknis, tetapi juga melibatkan partisipasi aktif dari semua anggota organisasi untuk mencapai standar kualitas tertinggi.
Quality Legacy
Kaoru Ishikawa juga menekankan pentingnya penggunaan tujuh perkakas kualitas, yaitu control chart, run chart, histogram, scatter diagram, Pareto chart dan flowchart. Ishikawa percaya akan pentingnya dukungan dan kualitas kepemimpinan dari manajemen atas. Karena tanpa dukungan dari pimpinan, program apapun bisa dipastikan akan gagal. Ishikawa menekankan bahwa untuk menggali seluruh potensi kesuksesan perusahaan, komitmen dari seluruh hirarki perusahaan sangat dibutuhkan.
Disamping pemikriannya sendiri, Ishikawa juga memperkaya metodenya dengan mengadopsi berbagai metode yang dicetuskan oleh quality guru yang lain, seperti Deming dan siklus PDCA-nya. Dari model Plan-Do-Check-Act Deming, Ishikawa melakukan pengembangan lebih jauh:
1. Plan (Perencanaan): Langkah pertama dalam siklus PDCA adalah merencanakan atau merancang sebuah tindakan. Ini melibatkan mengidentifikasi masalah atau peluang perbaikan, menetapkan tujuan, mengumpulkan data yang relevan, dan merumuskan rencana untuk mencapai tujuan tersebut.
2. Do (Melakukan): Langkah kedua melibatkan pelaksanaan rencana yang telah dirancang pada langkah perencanaan. Ini mencakup menerapkan solusi atau perubahan yang direncanakan, mengumpulkan data selama pelaksanaan, dan memonitor proses atau kegiatan yang sedang dilakukan.
3. Check (Memeriksa): Setelah melakukan langkah-langkah yang direncanakan, langkah berikutnya adalah memeriksa atau mengevaluasi hasilnya. Ini melibatkan membandingkan hasil dengan tujuan yang telah ditetapkan, menganalisis data yang dikumpulkan selama pelaksanaan, dan mengevaluasi efektivitas tindakan yang telah diambil.
4. Act (Bertindak/Tindakan Korektif): Langkah terakhir adalah bertindak atau mengambil tindakan berdasarkan hasil evaluasi pada langkah sebelumnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan bahwa tujuan belum tercapai atau ada potensi perbaikan lebih lanjut, langkah ini melibatkan merancang dan menerapkan tindakan korektif atau perbaikan yang sesuai.
Dalam konteks Total Quality Control (TQC), Ishikawa menekankan pentingnya siklus PDCA sebagai pendekatan sistematis untuk meningkatkan kualitas. Ia menganjurkan agar organisasi menggunakan siklus PDCA secara terus-menerus dalam upaya mereka untuk meningkatkan proses, produk, dan layanan mereka. Dengan memperkenalkan PDCA ke dalam pendekatan TQC, Ishikawa membantu memastikan bahwa perbaikan terus menerus dan peningkatan kualitas menjadi bagian integral dari budaya organisasi.
Implementasi konsep mutu Kaoru Ishikawa dalam peningkatan mutu Pendidikan
Konsep mutu yang digagas Kaoru Ishikawa ini dapat diimplementasikan ke dalam dunia pendidikan, Peningkatan mutu output pendidikan melalui quality control; dan Dasar penyusunan strategi peningkatan mutu pendidikan berbasis cause and effect.Â
a. Peningkatan mutu output pendidikan melalui Quality Control
Mutu pendidikan terdiri dari dua kata yakni mutu dan pendidikan. Dalam bahasa Inggris "quality" artinya mutu, kualitas. Secara istilah mutu adalah tingkat kualitas yang telah memenuhi atau bahkan dapat melebihi standar yang telah ditetapkan.Â
Dalam konteks pendidikan, quality control adalah suatu usaha yang dilakukan oleh lembaga pendidikan untuk mengendalikan laju atau jalannya mutu sesuai dengan kemampuan masing-masing lembaga pendidikan. Dalam mengontrol mutu kita juga harus melakukan kendali mutu. Kontrol mutu pendidikan dapat diselenggarakan melalui berbagai model manajemen kendali mutu. Salah satu model manajemen yang dapat digunakan adalah model PDCA (plan, do, check, action) yang akan menghasilkan pengembangan berkelanjutan mutu pendidikan (education quality).Pengembangan Ishikawa terhadap konsep PDCA dengan enam langkahnya tersebut dapat menjadi alternative manajemen yang dapat dilaksanakan untuk quality control. Setiap langkah yang dikembangkan Ishikawa dapat dilaksanakan secara sistematis dan benar oleh lembaga pendidikan. Dengan demikian, mutu output pendidikan dapat tercapai dengan maksimal.
b. Â Dasar penyusunan strategi peningkatan mutu pendidikan berbasis cause and effect.
Teknik analisa untuk mengidentifikasi sebab akibat dari permasalahan melalui diagram Ishikawa. Diagram Ishikawa atau Fishbone diagram (diagram tulang ikan) sering juga disebut Cause-and-Effect Diagram merupakan teknik untuk memetakkan seluruh faktor yang menyebabkan terjadinya masalah pada hasil yang diinginkan. Adapun tujuan dari diagram Ishikawa adalah untuk mendata seluruh faktor yang mempengaruhi mutu dari sebuah proses dan untuk memetakan inter-relasi antar faktor-faktor  Ishikawa menuturkan bahwa Cause and Effect Diagram digunakan tidak hanya untuk masalah QC akan tetapi dapat diterapkan untuk solusi dari masalah apa pun. Tujuannya adalah untuk mendapatkan hasil; karena tindakan harus diambil terhadap penyebabnya, jika kita tidak tahu hubungan antara sebab dan akibat dari suatu masalah, maka tidak akan dapat mengambil tindakan apa pun untuk menyelesaikannya.
 Cause and Effect Diagram menunjukkan penyebab yang paling jelas sehingga dapat diambil tindakan dengan cepat. Diagram Ishikawa dirancang dalam konteks praktis dengan fokus pada pemahaman yang lebih dalam tentang "mengapa-nya" dalam proses. Diagram Ishikawa dapat digunakan untuk memecah secara efektif masalah ke dalam matriks hubungan sebab akibat. Diagram tersebut digunakan untuk mengidentifikasi penyebab setelah difokuskan definisi masalah dalam tim atau QC Circle, beberapa individu dapat memberikan saran dan pendapat tentang faktor kausal apa saja yang paling berpengaruh yang menyebabkan efek atau masalah. Dengan demikian, diagram ini juga bisa diimplementasikan dalam konteks lembaga pendidikan untuk mengetahui penyebab dari permasalah yang timbul dari penyelenggaraan pendidikan, serta untuk menentukan strategi apa yang tepat yang bisa diambil untuk memecahkannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H