Setelah menayangkan Pagpag saya belum menayangkan lagi artikel. Bukan karena sibuk melainkan mood yang sedang tidak baik berada di rumah sakit untuk menemani yang harus di infus gara-gara diare dan ternyata thypoid ikut-ikutan mendera.
Malam pertama menemani saya malah ikutan diare dan badan pada sakit semua makin tidak fokus untuk menulis artikel. Kegiatan di sekolah juga ditinggalkan beruntungnya saya memiliki teman-teman sekaligus rekan kerja yang kompeten jadi saya tidak was-was untuk kelancaran dan kesuksesan beberapa acara di sekolah.
Pikiran berperan besar pada kondisi fisik, saya jadi ingat pada saat pertama masuk ke kamar perawatan di selasar rumah sakit saya menemukan tulisan di dinding dan buat saya cukup menarik apalagi saya suka quote, lalu saya foto tulisannya.
The body heals with play
The mind heals with laughter
And the spirit heals with joy
Saat saya jalan-jalan di search engine untuk  membaca quote saya menemukan kutipan tentang menjaga ketajaman pikiran.
A mind needs books as a sword needa a whetstone. If it is to keep its edge. (George R.R. Martin)
Saya jadi ingat saya tidak membawa buku untuk saya baca selama di rumah sakit. Jadi saat pulang untuk menyimpan pakaian kotor saya tidak lupa membawa buku, dipilih novel Andrea Hirata yang berjudul Ayah karena saya ingat sejak dibeli saya belum menyelesaikan membacanya.
Saat ada waktu kosong saya membaca dan ternyata isi bukunya membuat saya cekakan sampai si bungsu ikut cekakan bukan karena ikut membaca bukunya tetapi karena lucu mendengar saya tertawa katanya.
Saya kutipkan sedikit cerita dari novel Ayah yang membuat saya cekakan. Bab nya berjudul Sayap Kecil yang Sempat Tumbuh Lalu Patah Lagi.
.......
"Sekarang kau, Mat, kau bilang Pengetahuan Umummu bagus ?"
Berbeda dengan Toharun, Tamat tenang sekali. Sebab, dia memang hobi membaca buku HPU (Himpunan Pengetahuan Umum).
"Terkhusus soal nama-nama kantor berita, presiden dan perdana menteri, serta bandar-bandar udara seluruh dunia, bolehlah kalau mau dicoba."
Jengkel sekali Bu Norma mendengarnya.
"O, begitu rupanya! Baiklah!" Bu Norma berpikir untuk menemukan pertanyaan yang dapat memukul Tamat.
"Baiklah, ini pertanyaanku, Mat, siapa nama istri diktator Uganda Idi Amin ?"
Senyum tengik Tamat mendadak lenyap. Dia hafal banyak nama pemimpin negara, tetapi tak pernah terpikir akan ada orang yang menanyakan istri mereka. Merosot tubuh Tamat di bangku itu. Meski mencoba berpikir, dia tak tahu jawabannya.
"Tak tahulah aku, Bu. Idi Aminah mungkin ...," jawabnya pelan, tak yakin.
(Novel Ayah, Andrea Hirata)
Seketika saya tertawa cekakan membacanya. Walau cekakannya tidak langsung gaspol, diawal nya saya membayangkan kegemasan Bu Norma pada Tamat yang sok jago saya tertawa tertahan walau bahu sudah terguncang-guncang. Selanjutnya tertawa sudah terdengar suaranya dan pecah cekakan saat Tamat menjawab "... Idi Aminah mungkin...,"
Tulisan di dinding selasar menuju kamar perawatan ternyata benar, bahwa penyembuh untuk pikiran yang ruwet adalah tertawa dan buku itu untuk menajamkan pikiran. Lewat novel Ayah karya Andrea Hirata saya mendapatkan dua keuntungan sekaligus menajamkan pikiran juga menyembuhkan pikiran yang ruwet dengan tertawa. Terbukti saya bisa menulis satu artikel dan bisa menayangkannya.
Satu saat semoga saya bisa mempunyai karya seperti novel "Ayah" Andrea Hirata ini walau masih banyak yang harus saya tambal karena masih banyak pengetahuan yang bolong untuk memantapkan kepenulisan saya. Asal selalu berjalan saya pikir akan sampai ke tempat tujuan kapanpun waktunya.
Karla Wulaniyati untuk Kompasiana
Karawang, Jumat 22 Februari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H