Mohon tunggu...
Karla Wulaniyati
Karla Wulaniyati Mohon Tunggu... Lainnya - Senang Membaca dan (Kadang-kadang) Menulis di karlawulaniyati.com

Let the beauty of what you love be what you do (Rumi)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cinta yang Menjerumuskan

5 Desember 2018   11:28 Diperbarui: 5 Desember 2018   14:35 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cinta dalam bentuk apapun pasti indah. Cinta pada apapun. Namun ada cinta yang menjerumuskan. Terkesan memberikan cinta yang indah namun hakikatnya menjerumuskan.  

Sebetulnya niat memberikan cintanya sebagai rasa sayang dan perhatian dan tanpa sadar ternyata   cinta yang diberikan justru menjerumuskan.

Contoh cinta yang menjerumuskan ini banyak, tapi saya akan menuliskan yang berhubungan dengan keseharian saya sebagai guru. 

Apa yang saya tuliskan bukan hasil penelitian ilmiah atau studi literatur. Tulisan ini berdasarkan pengalaman yang ingin saya bagikan pada semua yang berperan sebagai orang tua. Nilai kebenarannya relatif karena bisa jadi konsep yang saya tuliskan bisa cocok pada satu orang bisa juga tidak cocok pada yang lain. Semoga ada manfaatnya walau sedikit dan sederhana.

Cinta antara orang tua dan anak, kakek atau nenek dengan cucu. Siapa yang bisa menafikan cinta dan kasih sayang orang tua kepada anak. Tidak ada batas kadang tidak masuk akal dan logika. Karena cinta memang bukan harus diterima dengan akal karena hanya bisa dirasakan. Pengaruh pemberian cinta ini yang bisa terlihat dampaknya.

Siswa yang unik sering melalui tahapan panggilan orang tua karena  melanggar aturan di sekolah. Saat orang tua/wali siswa hadir memenuhi panggilan, saya bisa melihat bagaimana ikatan antara siswa dan orang tuanya.

Tidak jarang antara ibu dan bapak berbeda dalam menghadapi anaknya yang sedang bermasalah. Ibu membela tanpa cela, bapak membantah apa yang ibu sampaikan atau sebaliknya.

Kadang sebagai orang tua saat anak bermasalah seperti menunjuk pada dirinya yang bersalah, makanya kenapa saat anak dipermasalahkan orang tua akan membela habis-habisan.  

Bisa juga pembelaan karena tidak terima kalau anaknya dipermasalahkan,  orang tua akan membela anaknya tanpa melihat apa anak bersalah atau tidak. Kalau sudah seperti ini tidak dilihat sisi salah atau tidak lagi, kalau anak disalahkan maka harus dibela.

Apakah salah yang dilakukan orang tua seperti itu ?, saya pikir manusiawi hanya saja tidak tepat yang menyebabkan cinta yang ditunjukkan orang tua seperti itu adalah cinta yang menjerumuskan.

Alasan mengapa orang tua tidak boleh memberikan cinta yang menjerumuskan diantaranya :

1.  Peraturan diperlukan sebagai batasan agar seseorang menjadi seimbang.

Manusia agar bahagia harus seimbang antara jasmani, pikiran dan rohani. Peraturan bisa membentuk kesimbangan karena memberikan batasan.

Keseimbangan terbentuk jika dilakukan dengan konsisten. Peraturan ditegakkan, diberitahu berulang-ulang, jelaskan  bagaimana kalau mematuhi dan melanggar peraturan, disiplin dalam menerapkan peraturan, diterapkan dengan niat kasih sayang agar anak menjadi lebih baik.

2. Menyiapkan anak agar bisa belajar memperbaiki jika berbuat kesalahan.

Setiap manusia pasti berbuat salah, tidak ada seorangpun yang tidak berbuat salah selain yang dijaga kesalahannya seperti Nabi dan Rasul.

Saat siswa/anak berbuat salah sebenarnya adalah sarana pembelajaran dalam hidup. Jadi saat berbuat salah maka harus bisa memperbaikinya.

Caranya awal perbaikan adalah mengakui bahwa sudah berbuat salah, akan sulit memperbaiki kesalahan kalau merasa tidak salah.

Setelah mengakui berbuat kesalahan langkah selanjutnya adalah meminta maaf dan yang terpenting berjanji tidak akan mengulangi.

Yang sering sulit itu kalau orang tua tidak mengijinkan anaknya bersalah di depan umum. Mereka membela habis-habisan apapun yang dilakukan anaknya, sehingga jangankan anak berjanji tidak mengulangi kesalahan, tahapan  mengakui bahwa dia bersalah pun anak tidak melaluinya.

Sebagai orang tua harus memberikan kesempatan kepada anak bahwa saat anak berbuat salah biarkan dia belajar menghadapi untuk memperbaiki kesalahan agar bisa jadi manusia yang lebih baik.

3. Menyiapkan anak agar bisa berdiri di atas kakinya sendiri.

Tidak selamanya orang tua dapat mendampingi anak. Bisa karena jatah rejeki dan umur yang sudah selesai sehingga diharuskan berpulang, bisa karena memang sudah waktunya anak bertanggungjawab pada dirinya dengan berkeluarga dan sebagainya.

Jika selama orang tua masih ada tetapi orang tua tidak mempersiapkan anaknya bisa berdiri di atas kakinya sendiri, maka saat orang tua tidak ada maka anak tidak akan bisa menghadapi kesulitan hidup.

Anak akan gampang rapuh dan tidak mengerti bagaimana berlaku saat menghadapi kesulitan. Karena selama orang tua masih hidup ibaratnya mereka selalu digendong saat jatuh tidak diajarkan bagaimana berdiri sendiri sambil tetap didampingi untuk mengajari bagaimana bangkit dari keterpurukan.

Biasanya setelah diajak berbincang, banyak orang tua yang kaget bahwa apa yang dilakukan selama ini bukan tentang menolong dan membantu anak tapi justru malah menjerumuskan anak tercintanya.

Jika pola mendidik anak berbeda antara ibu dan bapak tidak jarang terlihat bahwa ibu/bapak  merasa menang karena pola mendidik pasangannya salah, lalu saya menyarankan pada keduanya bahwa mendidik itu harus sinergi semua pihak, tidak boleh ada yang tidak melakukan peranannya agar anak menjadi manusia yang lebih baik.

Yang menyenangkan adalah kalau setelah berbincang ada kesepakatan orang tua dalam merubah pola didik anaknya. Bahwa mereka cinta anak mereka, tapi juga mengajarkan anak mereka menjadi anak yang baik, tangguh dan bisa berdiri di atas kakinya sendiri.

Cinta memang menghadirkan kebaikan asal jangan cinta yang menjerumuskan yang justru akan merubah peranan cinta.

Karla Wulaniyati untuk Kompasiana
Karawang, 5 Desember 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun