Mohon tunggu...
Karina Azahra Putri
Karina Azahra Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Jenjang S-1 Pendidikan Sosiologi - Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penggunaan ChatGPT di Kalangan Pelajar: Antara Eksis dan Krisis

23 September 2023   18:23 Diperbarui: 23 September 2023   18:30 1332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kini kita bisa melihat dunia pendidikan sedang mengalami perubahan yang sangat cepat karena perkembangan teknologi Artificial Intelligence (AI) di dunia. Pelajar di seluruh belahan dunia memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence (AI) untuk menunjang tugas sekolah mereka. Salah satu teknologi yang mengguncang dunia adalah ChatGPT yang dipakai oleh lebih dari 100 juta pengguna setelah ChatGPT dirilis.

ChatGPT atau Chat Generative Pretrained Transformer, dilatih untuk bisa menirukan percakapan manusia dengan menggunakan teknologi NLP (Natural Language Processing) atau Pengolahan Bahasa Alami, itulah ChatGPT. ChatGPT diciptakan untuk mengerjakan tugas, menerjemahkan, bahkan juga bisa membantu menganalisis suatu teks. 

Walaupun demikian, ChatGPT juga memberi dampak buruk dalam dunia pendidikan. Seperti berkurangnya originalitas pelajar dalam berkarya serta bertumbuhnya tindakan kejahatan plagiarisme. Disini kita akan membahas lebih dalam lagi perihal penggunaan ChatGPT di kalangan pelajar.

Dari survey Populix di bulan April 2023 lalu, ChatGPT menempati urutan pertama sebagai aplikasi yang paling banyak di digunakan di Indonesia yakni sebesar 45% responden.

Berikut adalalah survei dari study. com di bulan Januari 2023 mengenai pemakaian ChatGPT di sekolah .

- 34% Guru dan Dosen Ingin ChatGPT dilarang di Perguruan tinggi atau sekolah.

- 66% Guru dan Dosen mendukung pemberian akses ChatGPT bagi Siswa dan Mahasiswa

- 72% Dosen khawatir mahasiswa mencontek menggunakan ChatGPT 

- 58% Guru khawatir siswa mencontek menggunakan ChatGPT

- 72% Mahasiswa mendukung pelarangan akses ke ChatGPT di kampus

- 89% Siswa memanfaatkan ChatGPT untuk mengerjakan PR mereka

- 48% Siswa menggunakan ChatGPT untuk mengerjakan tes dari rumah

- 53% ChatGPT digunakan untuk membuat tulisan ilmiah

- 22% ChatGPT digunakan untuk merancang outline tulisan

2 contoh kasus penggunaan ChatGPT di dunia pendidikan akan diuraikan disini. Pertama adalah Pak Ahmad Davik sebagai seorang guru, yang mencurahkan kesenangan dan kekahwatirannya pada perkembangan AI seperti ChatGPT.

Pemanfaatan ChatGPT harus dilakukan dengan pendekatan yang bijaksana dan tidak teledor. Dengan itu, siswa dapat belajar dengan cara yang menarik dan menyerukan, dan yang terutama membantu pelajar dalam membuka potensinya dengan memakai ChatGPT. 

Contoh yang selanjutanya akan memfokuskan pada penggunaan ChatGPT oleh siswa/i di Cina. Dimana ada seorang murid di Cina bernama Esther Chen mengaku bahwa Chat GPT bisa memangkas separuh waktu belajarnya di rumah. Yang sebelumnya memerlukan waktu yang Panjang, sekarang dengan adanya ChatGPT tugas dapat diselesaikan dengan mudah dan cepat. 

Dampak positif ChatGPT adalah membantu pelajar menyelesaikan tugas dan mencari refrensi jawaban yang kita inginkan hanya dengan kata kata kita sehari hari. Kemudahan yang didapatkan ini adalah karena Natural Language Processing (NLP) pada ChatGPT.

Tidak hanya untuk menjadi tempat mencari jawaban dan refrensi, tapi ChatGPT juga bisa menjadi mentor bagi pelajar jika mengalami kesulitan dalam memahami suatu konsep yang baru mereka pelajari.

Sedangkan dampak negatif ChatGPT adalah plagiarisme, tindakan mengambil kata-kata, ide, atau karya orang lain tanpa mengutip atau mencantumkan sumber asalnya. Namun disini, adalah mengutip kembali hasil jawaban dari ChatGPT. Jika plagiarisme terus berulang, maka pelajar mengalami penurunan dalam kreatifitas, berpikir logis, dan kemampuan untuk memecahkan masalah sendirian. 

Dampak lain nya yaitu, memicu berkurangnya minat dalam belajar secara mandiri atau autodidak. Lalu, hal ini juga menyebabkan berkurangnya kemampuan seseorang dalam bertindak secara inovatif dan orisinil dalam belajar. 

Dan penggunaan ChatGPT yang terus menerus dilakukan akan mengakibatkan sikap ketergantungan pada diri pelajar. Bermalas diri karena pelajar terus mengandalkan ChatGPT.

Eksisnya sistem kecerdasan buatan dengan terus berkembangnya teknologi Artificial Intelligence (AI). Dunia pendidikan saat ini sedang mengalami perubahan yang signifikan karena cerdasnya teknologi AI ini. Chat GPT atau Chat Generative Pretrained Transformer memiliki berbagai manfaat yang mempermudah para pelajar. Chat GPT membuat inovasi dalam pembelajaran juga membuat aksesibilitas dan efisiensi dalam bidang pendidikan meningkat pesat karena kemudahan dalam mengaksesnya. 

Namun selain manfaat teknologi ini juga memberikan dampak negatif yaitu saat pelajar menggunakan Chat GPT yang tidak bijak dapat menimbulkan pelanggaran plagiarisme, lalu berkurangnya minat dalam belajar secara mandiri atau autodidak, membuat ketergantungan bagi pelajar sehingga menyebabkan malas untuk menggunakan media pembelajaran yang akurat seperti buku dan jurnal. 

Oleh karena itu penggunaan ChatGPT dapat menjadi alat yang berguna dalam pendidikan, namun dapat juga menjadi krisis dalam pendidikan, Dalam menyikapi hal tersebut sebagai pelajar kita harus bisa menggunakan dan memanfaatkan teknologi dengan sebaik mungkin dan sebijak mungkin. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun