Abstrak:Â
Dalam tulisan ini saya mengulas lima jalan pembuktian eksistensi Allah menurut Thomas Aquinas. Lima jalan pembuktian itu berdasarkan pada pengalaman akan dunia material yang menuntun kita kepada pengenalan bahwa Allah ada.Â
Berhadapan dengan arus ateisme yang berkedok ilmu pengetahuan dan filsafat serta realitas kejahatan dan penderitaan yang bisa menimbulkan kesulitan besar bagi orang-orang beriman, terutama pada tingkat emosional, lima jalan pembuktian keberadaan Allah Thomas Aquinas merupakan sesuatu yang mesti dipeluk dan dikedepankan. Tulisan ini bertujuan yaitu mendalami dan memahami lima jalan pembuktian Allah Thomas Aquinas dan relevansinya bagi dewasa ini. Tulisan ini merupakan pengembangan dari salah satu bagian dalam materi Filsafat Ketuhanan tentang catatan pembuktian Thomas Aquinas tentang adanya Allah.
Kata kunci : Allah, Eksistensi, Ateisme, Kejahatan dan Penderitaan.
I. Pengantar
Kita hidup hidup dalam zaman ateisme yang sudah meluas. Para mahasiswa sering kali berhadapan pada ateisme yang berkedok ilmu pengetahuan dan filsafat. Kadang-kadang mereka dicekoki dengan pandangan bahwa seorang terdidik tidak lagi membutuhkan penopang agama.Â
Pada abad ke-20, miliaran orang hidup di negara-negara dimana ateisme menjadi agama negara. Di negara-negara lain, partai sosialis memerintah dengan mentalitas ateisme yang utuh, meskipun mereka tidak menuliskan hal itu dalam konstitusi mereka karena alasan-alasan prakis dan politis.
Baca juga: Menyigi Hakekat Badan dan Jiwa: Dalam Sorotan Aristoteles dan Thomas Aquinas
Demikian pula ketika orang berhadapan dengan relitas kejahatan. Orang melai mempertanyakan keberadaan Allah. Kaum ateis sering kali melihat kejahatan dan penderitaan di dunia sebagai bukti tidak adanya Allah. Argumen mereka biasanya demikian, "Seandainya Allah yang mahabaik, mahatahu, dan mahakuasa sungguh-sungguh ada, tidak ada kejahatan di dunia ini" Kejahatan dan penderitaan memang bisa menimbulkan kesulitan besar bagi orang-orang beriman, terutama pada tingkat emosional.
Berhadapan dengan problem di atas kita membutuhkan filsafat yang masuk akal juga memungkinkan kita untuk menemukan jawaban yang tepat mengenai persoalan-persoalan keberadaan manusia.Â
Dalam ensiklinya Fides et Ratio, Paus Yohanes Pulus II menekankan kita untuk memperlajari filsafat yang masuk akal. Paus menemukan banyak kesalahan serius zaman ini yang berasal dari filsafat yang tidak masuk akal. Ia menunjukan bahwa banyak filsafat yang tidak masuk akal, seperti rasionalisme dan ateisme, berakar pada kesalahan filosofis periode pencerahan.
2. Thomas Aquinas
Salah satu tokoh Kristiani yang sangat berpengaruh dalam pemikiran filosofis di abad pertengahan adalah Thomas Aquinas. Thomas lahir di Roccaseca tahun 1225/1226. Pendidikan pertama di biara Montecassino. Tahun 1243 masuk Ordo Dominikan di Napoli dan dari sana ia dikirim belajar di Paris menjadi murid Albertus Magnus.Â
Dua karya Thomas yang berbicara tentang pembuktian akan adanya Allah yaitu, "Summa Contra Gentiles" yang ditulisnya sekitar 1259-1264 dan "Summa Theologiae" yang ditulis antara 1266-1271.[1] Topik kita tentang pembuktian akan adanya Allah diangkat dari "Summa Theologiae".
 Keistimewaan Thomas terletak dalam kemampuan dan kemahirannya dalam mengolah pemikiran Aristotelian. Melalui pemikiran Aristoteles, Aquinas menjadikan pemikiran tentang Allah Kristiani bukan hanya sampai pada proses beriman saja namun bisa sampai pada proses mengetahui apa yang diimani.Â
Tuhan adalah sempurna keberadaannya dan tidak berkembang. Dalam ajaran ini, essensi dan esketia tentang Tuhan adalah ada dan satu.[2] Filsafat ini membedakan Tuhan dengan makhluk ciptaan-Nya, dimana Tuhan ada satu, sedangkan makluknya tidak bersifat satu. Menurut Thomas, Allah (Tuhan) merupakan aktus paling umum yang disebut dengan actus purus (aktus murni), dimana Tuhan dinyatakan nyata adanya dan bersifat tunggal (Esa).[3]
Dengan melihat ketergantungan keberadaan ciptaan pada Sang Pengada Thomas Aquinas membuka juga sebuah prospek untuk mengenal Allah. Manusia dapat mengenal-Nya entah melalui wahyu khusus maupun lewat alam raya (wahyu umum). Kemudian, keberadaan Tuhan menurut Aquinas dibuktikan dengan pengalaman keseharian manusia: pertama, gerak yang digerakkan;Â
kedua, hubungan sebab-akibat; ketiga, adanya sesuatu dari ketiadaan; keempat, sesuatu yang sempurna; kelima, eksistensi yang berkemampuan mengarahkan sampai ke tujuan. Setelah bernalar tentang Tuhan, lantas membicarakan-Nya menggunakan tiga cara: pertama, melihat sifat baik manusia yang adalah sifat Tuhan; kedua, sifat keadilan Tuhan berbeda dengan sifat keadilan manusia; ketiga, mengatakan bahwa Tuhan lebih unggul dari manusia. Oleh karena itu, saya akan mencoba untuk menjelaskan argumen-argumen dan pemikiaran Thomas Aquinas tentang eksistensi Tuhan.
3. Lima Jalan Pembuktian Eksistensi Allah
Thomas Aquinas mengemukakan lima jalan untuk membuktikan keberadaan Allah, yang pemikirannya tersebut memiliki persamaan dengan pemikiran Aristoteles serta tiga jalan atau cara yang dapat membantu kita untuk membicarakan Tuhan. Lima jalan pembuktian ini berdasarkan pada pengalaman akan dunia material (metode induktif) yang menuntun kita kepada pengenalan bahwa Allah ada.[4] Lima jalan pembuktian itu adalah demikian.
Pertama, Adanya penggerak pertama. Dalam kehidupan ini, Aquinas menegaskan bahwa banyak hal yang bisa ditemukan dalam gerak. Tidak ada sesuatu pun yang mampu bergerak dengan sendirinya. Sesuatu yang ditemukan dalam gerak, menurutnya membutuhkan penggerak awal yang menjadikan sesuatu yang lain itu bergerak. Dapat dikatakan bahwa di dalam sesuatu yang lain itu terdapat potensi untuk bergerak, tetapi terhadap penggerak awal tidak terdapat potensi untuk bergerak namun sudah punya aktualitas untuk menggerakkan.Â
Sejumlah hal tidak diragukan lagi bergerak, kendati tidak dapat menyebabkan pergerakannya sendiri. Karena, sebagaimana diyakini Thomas, tidak ada rantai penyebab pergerakan yang tiada batas, tentu ada Penggerak Pertama yang tidak digerakkan oleh segala hal lain. Penggerak pertama itu harus berupa kekuatan yang maha besar, jadi pasti bukan manusia atau makhluk serupa manusia. Penggerak pertama tidak lagi menjadi pngerak yang digerakan. Â Penggerak pertama yang tidak lagi digerkan ini adalah Allah. Â Lebih lanjut mengenai hal ini, Armada Riyanto mengatakan demikian:
Allah adalah motor immobilis (latin :penggerak yang tidak digerakkan oleh yang lain). Allah adalah dia yang  memungkinkan segalanya bergerak. Gerak yang dimaksudkan berkaitan dengan kebenaran bahwa  Allah adalah asal, tidak ada yang dikecualikan, semuanya Dialah yang membuatnya. Manusia dengan segala ciptaan :bergerak"  menuju dan terarah kepada Sang penggerak ini.Allah adalah segalanya dan semuanya. Ia yang memungkinkan segala apa yanga ada ini tercipta. [5]
Kedua, hubungan sebab-akibat. Dalam menjelaskan jalan kedua ini pembahasannya akan sampai pada akhirnya penyebab awal segala sesuatu itu adalah Tuhan. Sebagaimana dalam kasus gerak, tidak ada ciptaan yang dapat menjadi penyebab dirinya sendiri, dan rantai kausalitas yang tiada batas adalah mustahil, sehingga tentu ada Penyebab Pertama, yang disebut Allah.Â
Thomas Aquinas telah menggunakan prinsip kausalitas dalam membuktikan akan eksistensi Tuhan dalam quinque viae.[6] Di dalam contoh, seorang pastor walaupun ia hidup sendiri (selibat, tidak menikah) tetapi tetap saja seorang pastor itu disebabkan oleh orangtuanya. Maksudnya ialah, seorang pastor adalah akibat dan penyebabnya terjadi akibat adalah ibu dari pastor itu sendiri.Â
Namun jika hanya mengikuti rentetan silsilah kelahiran yang demikian, maka akan muncul terus pertanyaan-pertanyaan yang mencari tahu siapa sebenarnya yang menjadi penyebab awal atau penyebab efisien dari akibat adanya seorang pastor. Itulah yang ditegaskan oleh Aquinas bahwa pemikiran dan pencarian yang demikian akan terarah atau tiba pada satu Penyebab Efisien Pertama yang dikenal dan disebut orang sebagai Tuhan.
 Ketiga, adanya sesuatu dari ketiadaan. Pemahaman yang dimaksudkan di sini adalah sesuatu itu dapat tidak ada dan juga dapat ada sewaktu-waktu, namun yang sudah ada itupun dapat menjadi tidak ada lagi. Keberadaan semua hal yang teramati tampaknya seolah-olah mungkin saja tidak ada. Apabila semua hal dapat tidak ada, tentunya pernah terjadi ketiadaan segalanya, dan jika demikian segalanya akan senantiasa tidak ada. Karenanya tentu ada keberadaan yang memiliki keniscayaan dari dirinya sendiri, penyebab dari keberadaan semua hal. Misalnya, saya mengangkat topik ayam dan telur. Kebanyakan orang bertanya mana terlebih dahulu ada ayam atau telur, dan kebanyakan orangpun bingung untuk menjawab pertanyaan itu.Â
Baca juga: Benang Merah Ideologi Kanan Antara Aristoteles, Thomas Aquinas, dan Marthin Luther
Dari hasil reset penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Inggris pada musim panas tahun 2010 dengan meretakkan telur ayam sampai akhirnya mereka menemukan bahwa protein yang dibutuhkan untuk membentuk cangkang telur itu secara eksklusif hanya ditemukan di ovarium ayam. Dari contoh itu, saya mau menunjukkan adanya ayam atau telur yang lebih dulu itu menjadi pertanyaan sentral dan sudah ada penelitian yang menyatakan bahwa ayam terlebih dahulu.Â
Namun dari segi pemikiran Aquinas bisa dikatakan bahwa pasti ada sesuatu yang memiliki eksistensi yang bersifat niscaya; eksistensinya bersifat keharusan karena harus memberikan eksistensi kepada yang lain, dan dalam hal contoh di atas memberikan eksistensi kepada ayam. Dan realitas eksistensi itulah yang disebut oleh semua orang dengan nama "Tuhan".
 Keempat, sesuatu yang sempurna. Dibalik adanya sesuatu yang kurang baik, kurang mulia dan segala sesuatu yang menurut penilaian kurang, pasti ada yang paling baik, paling mulia dan segala sesuatu yang paling baik. Teori ini mau menunjukkan keseharian pengalaman manusia yang kurang akan banyak hal, memberikan gambaran adanya sesuatu yang memiliki kelebihan yang bisa dikatakan sempurna. Tidak mungkin yang kurang baik memberikan yang kurang baik kepada manusia.[7] Tentulah yang paling baik yang memberikannya. Dengan adanya hal itu, menurut Aquinas ada suatu realitas yang paling sempurna. Dan itulah yang disebut "Tuhan".Â
Kelima, eksistensi yang berkemampuan mengarahkan sampai ke tujuan. Manusia diciptakan pasti mempunyai tujuan yang harus dipenuhi atau dicapai. Arah semua aksi menuju suatu akhir dapat diamati dalam semua hal dan terjadi seturut hukum kodrat atau alam. Segala sesuatu yang tanpa intelek memiliki kecenderungan yang terarah kepada suatu tujuan berdasarkan panduan dari sesuatu yang intelek.[8] Ini disebut Allah. Kebanyakan dari manusia kurang mempertanyakan siapa yang membuat hidup kita mempunyai tujuan?Â
Apakah sejak dari bayi kita sudah memiliki kemampuan untuk menentukan arah hidup kita? Harus ada eksistensi intelegen atau berkemampuan yang olehnya segala sesuatu yang alamiah diarahkan secara tertib menuju tujuannya dan eksistensi yang dimaksud itu ialah Tuhan.Â
Pemikiran filsafat Thomas Aquinas yang tidak kalah penting dari yang lain adalah filsafat tentang teori penciptaan. Penciptaan merupakan perbuatan Allah secara kontinu dan berkelanjutan. Adapun makluk-makhluk dan benda-benda ciptaan-Nya bersifat fana. Dari kekekalan, Allah menciptakan jagat raya dan waktu. Penciptaan yang terjadi secara kontinu untuk menciptakan para makhluk untuk dipelihara. Dengan demuikian tidak ada dualisme Allah dan para makhluk-Nya, seperti manusia dan alam semesta. Menurut ajaran ini, Allah menciptakan dati "yang tiada" yang biasa disebut ex nihilo.
Dari kelima bukti di atas, kita dapat mengetahui bahwa ada suatu tokoh yang menyebabkan adanya segala sesuatu, actus purus yang berada karena diriNya sendiri, yaitu Tuhan (Allah), tetapi semua itu tidak dapat membuktikan hakikat Allah yang sebenarnya kepada manusia. Para insan tahu sebatas bahwa Allah ada tanpa mengetahui wujud riil-Nya.Â
Namun, pada dasarnya para manusia memang memiliki beberapa pengetahuan filsafat tentang Allah. ada tiga cara menurut Aquinas yang dipakai dalam membicarakan Tuhan. Pertama, dilihat dari sisi positif. Cara ini mengakui adanya kesamaan dari sikap manusia dengan sikap Tuhan. Kesamaannya terdapat pada praktek sikap hidup baik yang dilakukan oleh manusia yang tentunya sama dengan sikap Tuhan. Adanya kejahatan karena manusia menyalahgunakan kebebasan yang diberikan Tuhan.
Kedua, membicarakan Tuhan dilihat dari sikap keadilan yang dimiliki manusia. Tuhan dan manusia punya keadilan, namun keadilan yang ada pada manusia berbeda dengan keadilan yang ada pada Tuhan. Kemungkinan yang bisa terjadi yaitu keadilan manusia bisa saja berpihak sebelah, tetapi keadilan Tuhan tidak berpihak sebelah.
Ketiga, berbicara tentang keunggulan Tuhan. Ada pepatah mengatakan murid tak bisa melampaui guru. Itulah yang terjadi dengan cara membicarakan Tuhan yang ketiga ini. Sehebat-hebatnya manusia tetap akan mengakui bahwa ada yang lebih hebat darinya. Sekuat-kuatnya manusia tetap akan mengakui ada yang lebih hebat darinya. Semua yang melebihi dari manusia itu atau yang lebih unggul dari manusia itu pada akhirnya disebut Tuhan.
4. Hubungan Tuhan dengan ManusiaÂ
 Keberadaan Tuhan yang bisa dikatakan transendental, memungkinkan manusia mencari eksistensi-Nya. Pencarian itu pun tak lepas dari usaha manusia dalam menggunakan akal budinya. Aquinas dalam menerangkan keberadaan Tuhan, menggunakan akal budi yang didasarkan atas pengalaman keseharian atau apa yang ia alami. Dalam menjelaskan partisipasi manusia terhadap Tuhan untuk membuktikan keberadaan Tuhan, Aquinas mengembangkan gagasan dari Plato (seorang filsuf murid dari Sokrates) yakni dua dunia, dunia ide dan dunia riil.[9] Plato juga menambahkan bahwa suatu obyek yang berpartisipasi pada ide yang abadi tidaklah kekal.Â
Obyek itu dapat berubah-ubah yang tentunya berbeda dengan ide abadi yang tak pernah berubah.[10] Gagasan Plato ini memang digunakan oleh Aquinas, namun Aquinas mengembangkan lebih lagi bahwa suatu obyek yang berpartisipasi pada ide yang abadi itu tentunya juga memiliki keabadian seperti ide yang abadi itu. Tuhan merupakan pengada yang sempurna, manusia walaupun hanya berpartisipasi dari Tuhan namun ia juga adalah bagian dari Tuhan. Karena Tuhan memiliki kesempurnaan yang tidak terbatas, maka manusia memiliki kesempurnaan yang terbatas.
 Selalu dikatakan bahwa manusia berpartisipasi pada eksistensi Tuhan atau menerima eksistensi dari Tuhan.[11] Apa yang dimiliki Tuhan adalah juga dimiliki manusia namun dalam cara yang terbatas. Tentang kesamaan dan perbedaan sudah disinggung pada bagian sebelumnya yakni pada bagian tiga cara membicarakan Tuhan. Pada Tuhan dan manusia mempunyai kesamaan namun juga mempunyai perbedaan. Selain itu juga, Aquinas menegaskan bahwa kehati-hatian perlulah dalam membicarakan Tuhan. Segala sesuatu yang bereksistensi di dunia ini adalah partisipasi dari Tuhan.Â
Baca juga: Lima Argumen Thomas Aquinas (1225-1274)
Manusia, hewan, tumbuhan, benda; semuanya diciptakan menurut esensinya dan esensi manusia berada di tatanan teratas. Ketika menyandangkan kata lain sebagai pembentuk pengada, hendaklah jangan menyamakan dengan Tuhan. Misalnya, anjing saya baik. Karena memegang prinsip bahwa segala sesuatu yang bereksistensi adalah juga partisipasi dari esse maka akan menyamakan kebaikan yang disandangkan kepada anjing. Meskipun memiliki kesamaan namun tingkat atau derajat atau esensi dari Tuhan melebihi semua yang bereksistensi di dunia ini. Â Â
Tidak terlepas dari hubungan dan kehidupan manusia, filsafat etika teologis yang disampaikan oleh Santo Thomas Aquinas ini mengajarkan tentang moral. Etika mencakup moral yang diberlakukan bagi manusia sebagai individu maupun kelompok/masyarakat, menurut ajaran ini merupakan cahaya yang diturunkan oleh Allah dari cahaya manusia atau diturunkan dari tabiat manusia sebagai makhluk sosial yang hidup dalam lingkungan masyarakat.Â
Menurut Thomas aquinas tindakan yang mengerakkan manusia kepada tujuan akhir berkaitan dengan kegiatan manusiawi bukan dengan kegiatan manusia. Perintah moral yang paling dasar adalah melakukan yang baik, menghindari yang jahat.mengenai hal ini, Armada Riyanto dalam buku "menjadi mencintai" mengatakan demikian:
Thomas aquinas lebih dulu berkata baik itu berasal dari Tuhan sendiri. dan karena kodrat manusia adalah baik, akal budi manusia selalu merindukan sumber itu sendiri. dengan kata lain, manusia selalu dalam penziarahannya menggapai Sang baik itu sendiri, yaitu Allah. Baik adalah itu yang segala bentuk perbuatan manusia ingin mengejarnya. Kehendak manusia jelas selalu ingin meraih kebaikan. [12]
Berbeda dengan khalayak pada era kehidupannya, St. Thomas Aquinas menganut pola pikir dan metode induktif. Dia menyesuaikan etika dengan kenyataan hidup. Etikanya bersifat teologis, etika yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah sebagai Sang Pencipta. Namun demikian, etika teologis yang dia sampaikan tidak membuat ciri khas filosofis bahwa etika mempunyai kecenderungan untuk mengarahkan manusia menemukan garis hidup dan akalnya lenyap begitu saja.Â
Realisaasinya adalah mewujudkan tujuan paling akhir dari kehidupan manusia yaitu secara perorangan manusia meyakini Allah dan secara sosial masyarakat, manusia harus diatur sesuai dengan tuntutan tabiat manusia untuk dapat saling membantu sesama manusia dalam mengendalikan nafsu yang tidak lepas dari diri dan jiwa mereka. Menurut St. Thomas Aquinas, pada dasarnya semua baik adanya.[13]Â
V. Penutup
Tuhan merupakan penggerak utama yang tidak digerakkan; penyebab utama yang tidak disebabkan; pengada yang tidak diadakan, Ia tidak terbatas seperti manusia yang bereksistensi karena berpastisipasi pada Esse; eksistensi Tuhan adalah esensi-Nya sendiri. Sejalan dengan pemikiran Aquinas, segala sesuatu yang ada di alam semesta ini ada dan bergerak bukan tanpa penggerak, bukan tanpa penyebab, dan bukan tanpa pengada. Melainkan ada sesuatu yang menjadi dasar segala sesuatu, baik untuk menggerakkan, menyebabkan, maupun mengadakan dengan tidak bergantung atau berpartisipasi pada yang lain atau menerima eksistensinya dari yang lain, sesuatu yang lain itu adalah Tuhan.
Menurut Aquinas, sebagai aktus mengada yang orisinal (murni, asli), Tuhan adalah dasar paling radikal bagi segala sesuatu yang bereksistensi. Seperti yang dikatakannya dalam bukunya, "Harus dikatakan bahwa setiap pengada, bagaimanapun caranya bereksistensi, berasal dari Tuhan... Lepas dari Tuhan tidak satupun pengada bereksistensi.Â
Semua pengada dapat bereksistensi karena berpartisipasi dalam Tuhan". Itu berarti eksistensi manusia tergantung dari Tuhan sebagai esse, dengan cara berpartisipasi terhadap esse itu sendiri. Kemudian, keberadaan Tuhan menurut Aquinas dibuktikan dengan pengalaman keseharian manusia: pertama, gerak yang digerakkan; kedua, hubungan sebab-akibat; ketiga, adanya sesuatu dari ketiadaan; keempat, sesuatu yang sempurna; kelima, eksistensi yang berkemampuan mengarahkan sampai ke tujuan. Setelah bernalar tentang Tuhan, lantas membicarakan-Nya menggunakan tiga cara: pertama, melihat sifat baik manusia yang adalah sifat Tuhan; kedua, sifat keadilan Tuhan berbeda dengan sifat keadilan manusia; ketiga, mengatakan bahwa Tuhan lebih unggul dari manusia.
Daftar Pustaka
Bagus, Lorens Metafisika, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1991.
Ohoitimur, Johanis. Metafisika Sebagai Hermeneutika. Jakarta: Obor, 2006
Riyanto, F. X. Armada, Â Pengantar Metafisika, Diktat Kuliah, Malang : STFT Widya Sasana Malang, 2003.
__________________, "Mendesain Riset Filosofis-Fenomologis Dalam Rangka Mengembangkan Berfilsafat Indonesia", dalam Tjatur Raharso dan Yustinus (eds.), Metodologi Riset Studi Filsafat Teologi , Â Malang : Dioma, 2018.
__________________, Relasionalitas, Malang : Kanisius, 2018.
__________________, Menjadi Mencintai, Yogyakarta: Kanisius, 2013.
__________________,Filsafat Divinitas (Keilahian) Atau "Teologi". Jurnal Teologi, 4(1), 57-72. 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H