Kendati tidak mempunyai pangkalan militer, namun di negara-negara Asia Tenggara pengaruh Amerika Serikat sangat dibutuhkan untuk menghadapi Cina, termasuk Taiwan yang sangat membutuhkan Amerika Serikat untuk menghindari sistem satu negara-dua sistem yang ditawarkan Cina. Di kawasan ini kapal-kapal Cina dan Amerika Serikat pun sering bersih tegang untuk menjaga "kedaulatannya" masing-masing.
Termasuk di semenanjung korea, Jepang-Amerika Serikat-Korea Selatan seolah sudah mempersiapkan diri menghadapi Korea Utara yang didukung Cina dan Rusia. Kedua belah pihak terus meningkatkan anggaran belanja militernya agar tidak kalah dengan tetangganya, dimana belanja militer ini fokus pada pengembangan nuklir dan senjata penangkisnya. Â
Terakhir, konflik di negera-negara Arab yang tidak bisa lepas dari pengaruh Rusia dan Amerika, ditambah beberapa negara yang berada dipihak Amerika Serikat dan Rusia-Cina akan terus memberikan dukungannya pada terjadinya konflik bersenjata yang berkepanjangan. Aliran senjata akan meningkatkan anggaran militer negara yang tak bisa lagi dibendung.
Israel, atas nama pertahanan diri dari negara-negara Arab tetangganya tentu akan "merawat" nuklirnya dan terus melakukan modernisasi alutistanya agar tidak kalah dan tersingkir dari peta dunia. Â
Dengan melihat peningkatan anggaran belanja militer dan modernisasi alutista pada negara-negara kaya-besar tersebut peperangan pasca pandemik covid-19 mungkin bisa saja terjadi, lebih ganas, lebih bringas, dan lebih menyengsarakan. Kemiskinan, pengungsian, penderitaan yang dialami oleh warga sipil tentu tak terhindarkan lagi.
Selesainya pagebluk global covid-19 bisa jadi akan melahirkan konflik atau peperangan baru yang lebih nyata. Jika pada masa pandemik covid-19 yang dihadapi adalah virus, dimana kecanggihan peralatan kedokteran sebagai solusi (menghadapinya), maka pasca pandemik yang dihadapi adalah perang senjata nuklir secara nyata yang akan melibatkan peralatan tempur militer yang paling canggih sebagai solusi.
Perdamaian tidak bisa dibentuk dengan senjata. Pengalaman Indonesia menyelesaikan konflik dengan GAM bukan karena kekuatan militer dan kecanggihan senjata. Namun lebih pada pendekatan sosial dengan menekankan pada tradisi-tradisi masyarakat yang sudah lama berkembang.
Memupuk perdamaian tidak bisa diselesaikan dengan nuklir dan modernisasi alutista. Pertahanan diri tidak harus menggunakan senjata canggih dan bertambahnya jumlah pasukan militer yang tersedia. Sebagaimana konsep "pertahanan terbaik adalah menyerang". Akan tetapi perdamaian semestinya dipupuk dengan nilai-nilai luhur masyarakat yang sudah lama berkembang.
Nilai-nilai yang menjunjung tinggi kemanusiaan, toleransi, menghargai perbedaan, multikulturalisme, dan norma-norma agama. Nilai-nilai yang menggabungkan antara (1) norma agama, (2) tradisi masyarakat dan (3) kehidupan bernegara-bangsa merupakan kunci untuk membangun perdamaian dan kesejahteraan masyarakat. Â Â
Adapun negara yang paling sukses memadukan antara nilai-nilai tardisi masyarakat, norma-norma agama dan konsep nation-state adalah Indonesia. Diakui atau tidak, nilai-nilai yang dikembangkan oleh Indonesia inilah yang menjadi kunci keberhasilan NKRI yang tetap utuh, ASEAN yang terus tumbuh dan kawasan Indo-Pasifik yang mulai berkembang.
Dengan keberagaman dan keanekaragaman yang melimpah, mulai dari bahasa, kepercayaan, adat istiadat, tradisi, dan suku bangsa tentu akan memberikan perbedaan pada cara pandang, pemikiran, dan juga kepentingan hidup masing-masing orang.