Mohon tunggu...
KANZA AZZAHRA LAWINTA INDIATY
KANZA AZZAHRA LAWINTA INDIATY Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyelesaian atas Kendala dalam Reklamasi Lahan Tambang di IKN

22 Agustus 2023   09:17 Diperbarui: 22 Agustus 2023   09:39 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Kendala utama pada lahan bekas tambang adalah adanya kubangan raksasa yang dihasilkan dari pengerukan tanah dan bahan tambang terutama untuk penambangan batu bara. Menurut Sigh dalam Widyatmaji dkk[4], kubangan tersebut biasanya akan terisi oleh air asam tambang. Air Asam Tambang (AAT) merupakan air pH di bawah 5 hasil lindian, rembesan, dan aliran dari batuan PAF yang menyebabkan asam sulfida (biasanya berupa pirit) teroksidasi dikarenakan beraksi dengan oksigen dan air hujan. Oleh karena itu, lubang tersebut harus ditimbun. Jika tidak, maka akan menyebabkan terbentuknya kolam beracun. Bagian dasar lubang adalah lapisan Potentially Acid Forming (PAF) yang secara kimia sangat berbahaya bahkan bisa melepuhkan kulit. Maka, penimbunan tidak boleh dilakukan sembarangan. Sebelum ditimbun, bagian PAF harus diberi pembatas, misalnya dengan memberikan tanah lempung yang padat dan kedap air agar lapisan PAF tidak mencemari bagian tanah lain. Hal ini juga berlaku pada lahan bekas tambang bijih besi. Bahkan pada tambang bijih besi, penambangan dilakukan dengan cara mengiris batuan PAF yang sangat beracun. Subowo dalam Tampubolon dkk.[5] melaporkan bahwa degradasi tanah akibat penambangan antara lain ditandai dengan perubahan lapisan tanah yaitu top soil yang bercampur dengan overburden (PAF) pada saat penimbunan kembali. Tanah dengan kandungan PAF mustahil untuk ditanami tanaman secara langsung. Sebaiknya, lapisan teratas bekas galian nantinya harus merupakan top soil dari lahan semula agar tanaman tidak perlu adaptasi lagi .

 

Hilangnya Top Soil

 

Penambangan dilakukan dengan mengambil overburden atau lapisan tanah yang dianggap memiliki kandungan barang tambang. Hal tersebut mengakibatkan terangkatnya top soil yang menyebabkan tapak yang tersisa menjadi sangat miskin hara dan susah ditanami[6]. Misalnya pada lahan bekas tambang gypsum yang biasa dilakukan di batuan kapur. Lahan bekas tambang gypsum memiliki tanah yang sangat padat serta keras, sehingga sangat perlu untuk mengembalikan top soil agar lahan memiliki tanah yang gembur dan subur. Biasanya, perusahaan tambang membuat "bank tanah" untuk menyimpan top soil sebelum melakukan penambangan[7]. Penyimpanan top soil harus memperhatikan kehidupan mikroorganisme dan nutrisi tanah agar kandungan hara dan mikroorganisme tanah tetap terjaga. Menurut Paul dan Clark dalam Susilawati dkk[8], mikroorganisme tanah merupakan faktor penting dalam ekosistem tanah, karena berpengaruh terhadap siklus dan ketersediaan hara tanaman serta stabilitas struktur tanah.

 

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengungkap salah satu kendala dalam pembangunan Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur. Ia menyebut terdapat 109 lubang bekas tambang yang berada di wilayah sekitar kawasan calon pengganti DKI Jakarta itu.[9] Kendati demikian Suharso kemudian menyebutkan beberapa opsi dari pemerintah untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Pemerintah akan menggandeng pihak swasta dalam melakukan perbaikan lubang-lubang tersebut. Selain itu, masyarakat lokal juga akan dikerahkan dalam melakukan revegetasi lubang tambang. Dari segi pembiayaan, terdapat dua strategi yang dapat diambil oleh pemerintah, yaitu : Pertama, skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dengan bentuk-bentuk BOT (bangun-guna-serah/build-operate-transfer), Kedua, konsep model bisnis pelanggan atau subscription.

 

E. KESIMPULAN

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun