Mohon tunggu...
KANZA AZZAHRA LAWINTA INDIATY
KANZA AZZAHRA LAWINTA INDIATY Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyelesaian atas Kendala dalam Reklamasi Lahan Tambang di IKN

22 Agustus 2023   09:17 Diperbarui: 22 Agustus 2023   09:39 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS.COM/INSTAGRAM/NYOMAN_NUARTA 

Kebutuhan lahan semakin bertambah dengan meningkatnya populasi penduduk. Begitu juga dengan permasalahan lahan yang semakin bertambah dengan semakin intensifnya pemanfaatan lahan. Dalam mendukung kegiatan pembangunan, banyak lahan yang menjadi terlantar, misalnya untuk mendukung kegiatan penambangan. Sebelum dapat dimanfaatkan kembali untuk kegiatan lain seperti untuk kegiatan pertanian, lahan bekas tambang memerlukan upaya pemulihan terlebih dahulu, karena lahan bekas tambang termasuk dalam kategori terdegradasi berat. Tanpa usaha rehabilitasi dan reklamasi tanaman sulit beradaptasi apalagi berproduksi secara optimal. Dampak negatif penurunan kualitas lahan akibat kegiatan penambangan menjadi issu penting saat ini, di tengah isu ketersediaan lahan termasuk untuk pengembangan di IKN sebagai pengganti Ibu Kota Jakarta.

Bagaimana kendala dan penyelesaiannya dalam reklamasi lahan tambang di IKN ?

Membangun dan mengembalikan fungsi hutan agar tetap lestari merupakan tanggungjawab bagi pemerintah dan semua warga negara,. Lahan bekas tambang yang sangat terdegradasi dapat kembali dijadikan hutan yang produktif dengan adanya tekad yang kuat untuk melakukan reklamasi. Reklamasi akan semakin mudah dengan memahami terlebih dahulu tantangan dan permasalahan apa saja yang akan dihadapi. Secara umum, permasalahan lahan bekas tambang berkaitan dengan kerusakan tapak baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Berikut ini adalah kendala-kendala yang sering ditemukan dalam kegiatan reklamasi lahan bekas tambang:

Bentuk Tatanan Lahan Buruk

Lahan bekas tambang memiliki karakteristik topografi dan hidrologi yang beragam tergantung kepada jenis bahan tambang dan cara penambangan yang dilakukan. Lokasi bekas tambang dengan tatanan lahan buruk mengakibatkan berbagai permasalahan seperti lahan berombak/bergelombang dengan tumpukan batuan penutup, tailing tersebar sporadis, tekstur dominan sangat kasar (pasir atau lebih kasar) atau sangat halus (klei berat), bekas lubang tambang banyak, kecil-kecil dan bertebaran sporadis, batuan penutup bersifat potentially acid forming (PAF), munculnya Air Asam Tambang (AAT), kondisi iklim kering, dan bahan amelioran untuk meningkatkan kualitas media tanam sulit didapat.[1] 

 

Kesuburan Tanah Rendah

 

Pada umumnya, tanah di lahan bekas tambang memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi yang buruk. Menurut Suprapto[2], lahan bekas tambang memiliki permasalahan fisik tanah terkait tekstur dan struktur tanah, permasalahan kimia tanah terkait pH tanah, kekurangan unsur hara, dan mineral toxicity, serta permasalahan biologi tanah terkait tidak adanya tutupan vegetasi dan tidak adanya mikroorganisme potensial. Lebih lanjut, menyebutkan bahwa lahan bekas tambang memiliki ph sangat masam, tekstur berpasir atau klei sangat halus, kadar bahan organik sangat rendah, serta ketersediaan unsur hara makro dan mikro sangat rendah.[3]

 

Kubangan Raksasa dan Singkapan Lapisan Potentially Acid Forming (PAF)

 

Kendala utama pada lahan bekas tambang adalah adanya kubangan raksasa yang dihasilkan dari pengerukan tanah dan bahan tambang terutama untuk penambangan batu bara. Menurut Sigh dalam Widyatmaji dkk[4], kubangan tersebut biasanya akan terisi oleh air asam tambang. Air Asam Tambang (AAT) merupakan air pH di bawah 5 hasil lindian, rembesan, dan aliran dari batuan PAF yang menyebabkan asam sulfida (biasanya berupa pirit) teroksidasi dikarenakan beraksi dengan oksigen dan air hujan. Oleh karena itu, lubang tersebut harus ditimbun. Jika tidak, maka akan menyebabkan terbentuknya kolam beracun. Bagian dasar lubang adalah lapisan Potentially Acid Forming (PAF) yang secara kimia sangat berbahaya bahkan bisa melepuhkan kulit. Maka, penimbunan tidak boleh dilakukan sembarangan. Sebelum ditimbun, bagian PAF harus diberi pembatas, misalnya dengan memberikan tanah lempung yang padat dan kedap air agar lapisan PAF tidak mencemari bagian tanah lain. Hal ini juga berlaku pada lahan bekas tambang bijih besi. Bahkan pada tambang bijih besi, penambangan dilakukan dengan cara mengiris batuan PAF yang sangat beracun. Subowo dalam Tampubolon dkk.[5] melaporkan bahwa degradasi tanah akibat penambangan antara lain ditandai dengan perubahan lapisan tanah yaitu top soil yang bercampur dengan overburden (PAF) pada saat penimbunan kembali. Tanah dengan kandungan PAF mustahil untuk ditanami tanaman secara langsung. Sebaiknya, lapisan teratas bekas galian nantinya harus merupakan top soil dari lahan semula agar tanaman tidak perlu adaptasi lagi .

 

Hilangnya Top Soil

 

Penambangan dilakukan dengan mengambil overburden atau lapisan tanah yang dianggap memiliki kandungan barang tambang. Hal tersebut mengakibatkan terangkatnya top soil yang menyebabkan tapak yang tersisa menjadi sangat miskin hara dan susah ditanami[6]. Misalnya pada lahan bekas tambang gypsum yang biasa dilakukan di batuan kapur. Lahan bekas tambang gypsum memiliki tanah yang sangat padat serta keras, sehingga sangat perlu untuk mengembalikan top soil agar lahan memiliki tanah yang gembur dan subur. Biasanya, perusahaan tambang membuat "bank tanah" untuk menyimpan top soil sebelum melakukan penambangan[7]. Penyimpanan top soil harus memperhatikan kehidupan mikroorganisme dan nutrisi tanah agar kandungan hara dan mikroorganisme tanah tetap terjaga. Menurut Paul dan Clark dalam Susilawati dkk[8], mikroorganisme tanah merupakan faktor penting dalam ekosistem tanah, karena berpengaruh terhadap siklus dan ketersediaan hara tanaman serta stabilitas struktur tanah.

 

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengungkap salah satu kendala dalam pembangunan Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur. Ia menyebut terdapat 109 lubang bekas tambang yang berada di wilayah sekitar kawasan calon pengganti DKI Jakarta itu.[9] Kendati demikian Suharso kemudian menyebutkan beberapa opsi dari pemerintah untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Pemerintah akan menggandeng pihak swasta dalam melakukan perbaikan lubang-lubang tersebut. Selain itu, masyarakat lokal juga akan dikerahkan dalam melakukan revegetasi lubang tambang. Dari segi pembiayaan, terdapat dua strategi yang dapat diambil oleh pemerintah, yaitu : Pertama, skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dengan bentuk-bentuk BOT (bangun-guna-serah/build-operate-transfer), Kedua, konsep model bisnis pelanggan atau subscription.

 

E. KESIMPULAN

 

Berdasarkan keseluruhan uraian diatas, terdapat beberapa kendala dalam reklamasi lahan tambang di IKN, namun pemerintah telah merencanakan penanganannya secara baik, melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Sumber:

[1] Dirjen PPKL. 2016. Petunjuk Teknis Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka Akibat Kegiatan Pertambangan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan.

[2] Suprapto, S.J. 2008. Tinjauan Reklamasi Lahan Bekas Tambang dan Aspek Konservasi Bahan Galian. Diakses dari psdg.bgl.esdm.go.id/buletin_pdf_file/Bul%20Vol%203%20no.%201%20thn%202008/3.%20Makalah%20Reklamasi%20Lahan%20Bekas%20Tambang.pdf

[3] Dirjen PPKL. 2016. Petunjuk Teknis Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka Akibat Kegiatan Pertambangan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan.

[4] Widyatmaji, B.N., M.I.F. Pradana, dan J. Athian. 2019. Pemodelan Persebaran Batuan PAF dan NAF pada Pit Tidal, East Block, Wilayah Pertambangan Batubara PT. Indominco Mandiri di Wilayah Teluk Pandan, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-12. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

[5] Tampubolon, G., I.A. Mahbub, dan M.I. Lagowa. 2020. Pemulihan Kualitas Tanah Bekas Tambang Batubara Melalui Penanaman Desmodium ovalifolium. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara 16 (1) : 39 -- 45.

[6] Dirjen PPKL. 2016. Petunjuk Teknis Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka Akibat Kegiatan Pertambangan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan.

[7] Dirjen PPKL. 2016. Petunjuk Teknis Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka Akibat Kegiatan Pertambangan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan.

[8] Susilawati, M., E. Budhisurya, R.C.W. Anggono, dan B.H. Simanjuntak. 2013. Analisis Kesuburan Tanah dengan Indikator Mikroorganisme Tanah pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di Plateau Dieng. AGRIC 25 (1) : 64-72.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun