Benang kusut persoalan ketenagakerjaan ini tidak jauh-jauh dari kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Namun, tidak berhenti pada kata pekerjaan saja, lapangan pekerjaan haruslah layak.Â
Dalam konteks ini, kata 'layak' memiliki makna bahwa terdapat jaminan sosial, pengupahan yang adil, serta kondisi kerja yang aman.Â
Memperjuangkan dan mewujudkan lapangan pekerjaan yang layak bukanlah sekadar angan-angan belaka. Manifestasi lapangan pekerjaan yang layak dapat diwujudkan dalam sektor formal. Selain itu, industri manufaktur memiliki peran yang tak kalah penting dalam mewujudkan angan tersebut.
Pemahaman terkait pentingnya penciptaan lapangan pekerjaan tertuang pada kebijakan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK).Â
Permana (2023) mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut merupakan salah satu upaya untuk membangun iklim kemudahan berusaha (ease of doing business). Upaya membangun iklim kemudahan bisnis ini kemudian menciptakan kebijakan industrialisasi.
Kebijakan industrialisasi diharapkan dapat mendorong terciptanya lapangan pekerjaan bagi pekerja berketerampilan tinggi, menengah, bahkan rendah.Â
Kendati demikian, kebijakan iklim kemudahan berusaha hanya dapat memastikan pada level pembukaan lapangan pekerjaan saja.Â
Lantas, apakah persoalan terkait penciptaan lapangan kerja yang layak dapat terpecahkan? Dengan demikian, diperlukan evaluasi mendalam terkait isi dari kebijakan tersebut.Â
Di sisi lain, human capital memiliki peran yang tak kalah penting. Penciptaan human capital yang berkualitas merupakan investasi bagi negara.Â
Pertama, kemudahan akses ke pendidikan dan pelatihan vokasi pada lingkup individu. Kemudahan akses ke pendidikan dapat diperoleh melalui adanya bantuan finansial layaknya Kartu Indonesia Pintar Kuliah.