Awalnya, kesuksesan ekonomi Tiongkok dicapai dengan liberalisasi peraturan ekonomi yang dilakukan oleh Deng Xiaoping pada akhir 1970-an, dimana ia sadar akan pentingnya kebebasan kepemilikan pribadi. Usaha kecil mulai diperbolehkan, dan investasi asing juga diizinkan masuk.
Namun, kita bisa melihat bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok sudah melambat dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu masalah terbesarnya adalah upaya pemimpinnya untuk mengendalikan rakyat dan ekonominya.Â
Penanganan Presiden Xi dalam mengendalikan virus corona menunjukkan tangan besinya yang tidak dapat dilawan oleh masyarakat.
Kebijakan zero covid telah membuat kota-kota besar terkunci dan menutup pelabuhan. Hal ini dikombinasikan dengan pengendalian vaksin yang kacau, dimana rakyat Tiongkok hanya diperbolehkan menggunakan vaksin lokal.Â
Kebijakan lain yang menunjukkan bahwa pemimpin Tiongkok tidak memberi ruang perbaikan adalah saat ia memberlakukan peraturan membatasi sektor teknologinya, seperti kasus Ant Group yang menghambat inovasi lebih lanjut.
Hal tersebut menunjukkan bahwa Tiongkok tidak mendukung adanya sistem antitesis, karena pemimpinnya tidak menerima suara rakyat dan tidak memberi ruang untuk perbaikan.
Evaluasi dari Pemerintahan Jokowi
Dalam konteks Pilpres 2024, antitesis bukan berarti bahwa presiden yang terpilih nanti mengabaikan program pembangunan sebelumnya, tetapi yang terpilih justru perlu menyelesaikan kontradiksi sebelumnya.
Selama tujuh tahun masa jabatan Pak Jokowi, hasil pemerintahannya bisa dilihat secara objektif. Program pembangunan infrastruktur yang ekstensif, aset-aset utama Republik Indonesia telah pulih, dan perekonomian stabil.Â
Dan yang terpenting, Jokowi memiliki pemerataan pembangunan yang merata di seluruh daerah. Gerakan ini sedikit berbeda dengan gerakan para pendahulunya, yang seringkali disebut Jawa-sentris.
Dilansir dari lembaga riset Populi Center, tren kepuasan terhadap kinerja Jokowi-Ma’ruf pada tahun 2022 terus meningkat, dimana pada bulan Oktober mencapai 65,9 persen. Lima prioritas kerja presiden juga mendapatkan penilaian yang cukup baik, dengan angka terbesarnya pada program pemerataan pembangunan infrastruktur, yaitu sebesar 71 persen.