Ada banyak definisi personal branding, tetapi ada satu kata sederhana yang menjelaskannya—persepsi. Menurut Hubert Rampersad, personal branding adalah tentang bagaimana kita memandang diri sendiri dan juga bagaimana orang lain memandang kita. Rampersad berpendapat bahwa setiap orang memiliki personal brand, terlepas dari apakah mereka mengetahuinya atau tidak. Tetapi yang terpenting adalah kita menjadi orang yang menciptakan persepsi yang dimiliki orang lain tentang diri kita dengan mengelola personal brand tersebut.
Dalam empat dekade terakhir, telah terjadi dua perubahan besar dalam masyarakat yang mendorong munculnya konsep personal branding. Perubahan pertama terjadi pada 1970-an ketika ada PHK besar-besaran di beberapa perusahaan besar di Amerika Serikat. Fenomena sosial ini menunjukkan bahwa seorang pekerja tidak bisa lagi bergantung pada satu perusahaan untuk menjadi ''penjamin seumur hidup''. Perubahan kedua berkaitan dengan teknologi dan kemampuan berkomunikasi menggunakan berbagai media online untuk bertukar pikiran.
Social Capital sebagai Tolak Ukur Personal Branding
"Personal branding is all about your unique promise of value and what you bring to the table. It's (also) about getting your potential clients to choose you as the only solution to their problem." - Dr. Sarah David"
Personal branding memang erat hubungannya dengan persepsi, namun dibalik persepsi tersebut, tentunya harus ada nilai yang dapat kita hasilkan untuk organisasi atau institusi yang mempekerjakan kita. Saat kita memiliki personal brand value yang tinggi, kita menciptakan demand. Hal ini dapat dijelaskan dalam prinsip demand of labor yang sederhana. Perusahaan akan membayar karyawan berdasarkan produktivitasnya. Jadi, kalau seorang pekerja di dalam resume pekerjaan nya menunjukkan kemampuan yang lebih dibanding pekerja lain, ataupun kemampuan yang lebih beragam, maka mereka akan diinginkan oleh perekrut.
Demand yang tinggi akan membuat market value dari orang tersebut lebih tinggi dan menaikkan citranya di mata perekrut. Bagaimana hal ini berkorelasi dengan social capital menurut perspektif ekonomi? Dalam analisis yang dilakukan Edward Glaeser, David Laibson dan Bruce Sacerdote, mereka mendefinisikan social capital individu sebagai karakteristik sosial seseorang—termasuk keterampilan sosial, dan karisma—yang memungkinkan seseorang untuk mendapatkan keuntungan pasar dan nonpasar dari berinteraksi dengan orang lain.
Dengan demikian, social capital seorang individu dapat dilihat sebagai komponen sosial. Diasumsikan bahwa social capital seorang individu mencakup kemampuan intrinsik (misalnya, sifat ekstrovert dan karismatik) dan hasil dari investasi social capital. Lebih lanjut, menurut teori social capital, sebuah branding yang baik akan sangat instrumental dalam mengamankan posisi ekonomi seseorang di dalam freelance-based labor market ini.
Implikasi Personal Branding terhadap Job Market
"The Internet has forced everyone in the world to become a marketer" - Dan Schawbel
Personal branding menjadi sangat penting pada saat ini karena adanya tren sebagian besar perekrut yang menggunakan media sosial selama proses wawancara. Menurut survei CareerBuilder 2018, 70% pengusaha menggunakan media sosial untuk menyaring kandidat selama proses perekrutan, dan 43% pengusaha menggunakan media sosial untuk memeriksa karyawan saat ini.