Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pernikahan Usia Dini: Menjebak di Kemelaratan

25 Desember 2020   19:28 Diperbarui: 26 Desember 2020   11:23 1960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"..to love and to cherish, till death do us part.." kalimat yang sering diucapkan pada kegiatan sakral yang sering kali disebut pernikahan. Dua individu yang berjanji untuk saling memperbaiki, membantu, dan membangun kehidupan yang lebih baik. 

Pernikahan masih menjadi salah satu kewajiban di benak mayoritas orang. Banyak individu yang masih percaya bahwa seseorang dapat dikatakan complete ketika mereka sudah berpasangan atau berkeluarga. 

Namun, bagaimana jika kegiatan sakral ini dilakukan sebelum waktu yang tepat? Apakah janji dari kedua individu ini akan tetap berjalan dengan baik?

Mengacu pada ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, batas umur minimal untuk melangsungkan perkawinan bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun dengan adanya persetujuan orang tua. 

Oleh karena itu, apabila seorang laki-laki menikah dengan perempuan dan salah satu atau keduanya masih berumur dibawah 19 tahun, perkawinan tersebut dapat dikatakan sebagai perkawinan dibawah umur atau perkawinan anak. 

Namun, ada undang-undang dispensasi yang cukup dipermudah untuk membuat pernikahan itu menjadi legal tanpa adanya minimum umur, yang tetap disertai dengan alasan-alasan pendukung yang kuat dimata hukum. 

Berdasarkan data yang diolah dari PUSKAPA (Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia) dalam Child Marriage Report, angka pernikahan dibawah umur cenderung fluktuatif, namun terbilang tinggi. 

Menurut Lenny Rosalin, deputi bidang Kementerian PPPA, Indonesia menduduki peringkat kedua tertinggi di ASEAN dalam kategori pernikahan di bawah umur. 

Pada tahun 2008, prevalensi pernikahan anak perempuan sebesar 14,67% dan hanya menurun sebesar 3,5% dalam satu dekade menjadi 11,21% atau setara dengan 1,2 juta perempuan di Indonesia. 

Bagi laki-laki, prevalensi pernikahan dini cenderung stabil di sekitaran 1% pada tingkat nasional. Prevalensi angka ini didominasi wilayah pedesaan dibanding perkotaan (Susenas, 2008-2018). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun