Apabila terjadi kesalahpahaman atau pelanggaran hukum oleh salah seorang pelanggan salah satu dari institusi penyedia hukum tersebut terhadap pelanggan lainnya, maka konflik tersebut diselesaikan dengan cara menyewa atau bekerjasama dengan institusi yang bertugas khusus untuk melakukan proses arbitrase.
Komunikasi antar institusi penegak dan penyedia hukum melalui lembaga arbitrase pun dilakukan sehingga dapat menuju kepada keputusan yang menguntungkan kedua pelanggan yang terlibat. Jumlah butiran hukum atau bahkan entitas hukum yang beredar pada masyarakat banyak, menyesuaikan dengan jumlah interaksi antar institusi penyedia hukum.
Anarki ternyata berujung kepada efisiensi. Penegakkan hukum menggunakan sistem pasar secara teoritis dianggap dapat memaksimalkan efisiensi layaknya pasar pada umumnya. Peter T. Leeson menyatakan bahwa dengan adanya pemerintahan, terdapat tiga buah biaya yang timbul namun hanya dua biaya yang signifikan perihal efisiensi pemerintahan. Biaya pertama merupakan biaya berorganisasi atau organizing cost.Â
Biaya ini sendiri merupakan biaya yang harus dikerahkan saat berupaya untuk mengkoordinasi suatu aktivitas yang dilakukan secara kolektif. Organizing cost sendiri dapat didikotomikan lagi menjadi dua jenis: decision making cost dan the external cost of decision making. Dalam penentuan suatu keputusan secara kolektif tentu merupakan biaya baik dalam bentuk waktu dalam hal mencapai suatu kesatuan ideologi maupun biaya secara ekonomis seperti biaya yang dikerahkan dalam upaya mengumpulkan elit politik dalam suatu tempat.Â
Tentu, dalam penentuan keputusan secara kolektif oleh oknum pemerintahan, layaknya segala hal, tidak semua orang dapat dipuaskan oleh keputusan segelintir orang. Kerugian yang dirasakan akibat tidak sesuainya keputusan kolektif dengan keinginan individu termasuk sebagai biaya eksternal (Buchanan & Tullock 1962). Sebagai contoh, aksi demonstrasi mahasiswa pada 23 dan 24 September silam telah membuat investor asing meninggalkan pasar saham Indonesia sebesar Rp 2,77 triliun dalam 5 hari perdagangan.Â
Biaya selanjutnya terlahir dari upaya penegakkan hukum yang dilakukan pemerintah. Biaya yang dikerahkan pemerintah untuk mempekerjakan oknum seperti polisi dan instansi penegak hukum yang lain dapat disebut sebagai biaya variabel yang bersifat fluktuatif tergantung pada beberapa faktor.Â
Salah satu faktor fundamental yang mempengaruhi besaran biaya penegakan hukum adalah jumlah penduduk. Biaya yang perlu dikerahkan untuk menegakkan hukum di suatu kota dengan populasi sebanyak 10.000 orang tentu akan lebih besar dibandingkan dengan biaya yang perlu dikerahkan pada desa yang berpopulasi 100 manusia.Â
Selain itu, biaya penegakkan hukum akan bergantung pada frekuensi adanya konflik. Heterogenitas suatu masyarakat berperan penting dalam menentukan frekuensi terjadinya konflik. Semakin terdiversifikasinya suatu masyarakat (baik dalam hal etnis, agama, ataupun budaya), frekuensi terjadinya konflik atau perpecahan akan semakin tinggi dan alhasil jumlah biaya penegakan hukum yang perlu dikerahkan pun ikut menjulang (Alesina et al., 2003).Â
Bukti yang kerap diutarakan para ekonom yang mendorong konsep anarki dan ketidakberadaan pemerintah adalah situasi beberapa masyarakat yang bertahan lama tanpa adanya pemerintahan yang solid. Kelompok masyarakat seperti kelompok Tiv di Afrika yang beranggotakan lebih dari satu juta manusia dapat bertahan lama menggunakan konsep anarki tanpa campur tangan pemerintahan perihal penyediaan hukum.Â
Dalam konteks global yang lebih major, persatuan negara-negara di sekujur dunia tidak memiliki satu konstitusi yang berperan sebagai pemerintahan yang berhak untuk memaksa maupun menentukan peraturan serta hukum yang berlaku. Keteraturan antar negara dengan menganut konsep "international anarchy" ini pun berhasil dengan cara berkomunikasi dan berinteraksi antar anggota demi menciptakan ketertiban.
Asumsi pasar dan privatisasi hukum sebagai komoditas merupakan konsep yang dianggap lebih efisien dan praktikal secara ekonomis oleh beberapa mazhab revolusioner. Namun, tentu terdapat pula rasionalisasi tersendiri atas besarnya peran pemerintah dalam menyediakan hukum sebagai barang publik. Benarkan asumsi efisiensi anarki? Atau perlukah kita menerima cengkraman hangat pemerintahan?