Proteksionisme agamis dalam Islam pun merupakan imbas dari ketakutan umat terhadap pemikiran heterodox (tidak sesuai dengan panduan ortodox) yang bahkan pada abad ke-11 pandangan heterodox dianggap melanggar agama dan meninggalkan agama tersebut. Pada abad yang sama peninggalan terhadap agama diancam dengan hukuman mati yang lebih mengurangi insentif masyarakat pada abad itu untuk menjelajahi intuisi alamiah yang tersedia di dunia.Â
Bukan Nilai Kultural Belaka
Restrukturisasi spiritual individu demi meraih indraloka akhirat ternyata juga mendorong perjalanan individu menuju firdaus kesejahteraan. Miskonsepsi sejak dini bahwa nilai religi tidak memiliki implikasi ekonomi tidak terbukti. Penimbulan kegemaran dan berlomba-lomba dalam mengesampingkan kesulitan finansial yang dilakukan murni karena impian menuju ranah surgawi serta penganugerahan implisit kebolehan dasar manusiawi hanyalah setitik dari implikasi ekonomis nilai mistis namun realistis ini. Mungkin Marx harus menenangkan dan menjauhkan dirinya dari paranoia masa lampau terhadap agama sebab kecanduan terhadap agama ternyata juga bertindak sebagai komoditas ekonomis selain menjadi penakar komparatif individu di mata ilahi.
Oleh M. Faishal Harits | Ilmu Ekonomi 2018 | Staf Divisi Kajian Kanopi 2019
Referensi tanpa hyperlink
Kishtainy, N. (2018). The Economics Book. New York: DK Publishing.
E., De jong. (2008). Religious values and economic growth. A review and assessment of recent studies,1-35.
L., Iannaccone. (1998). Introduction to the Economics of Religion. Journal of Economic Literature, 36, 1465-1496
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H