Namun, yang menjadi pusat perhatian adalah faktor agama yang dianut (Ri). Korelasi positif secara langsung antara agama yang dianut dengan jenjang edukasi yang dienyam berasal dari dorongan yang didapat oleh individu dari agama, terutama yang kerap menuliskan perintah ilahi melalui torehan di kitab suci masing-masing, yang lalu meningkatkan keinginan mengenyam pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Berikut merupakan estimasi tingkat literasi dan kebolehan numerik individu di Ghana yang terkuantifikasi dalam bentuk "literacy rate" Â dan "numeracy rate".
Dapat dilihat dari pemaparan tingkat literasi dan kebolehan kalkulasi di atas bahwa agama "modern" yang kerap menyampaikan perkataan astralnya di kitab mereka memiliki korelasi positif dengan literasi dan kemampuan kalkulasi. Kristen Anglican terbukti memiliki angka tingkat literasi tertinggi di bidang membaca, menulis, dan melakukan kalkulasi dengan 73.1% , 70.1%, dan 85.6% dari umat mereka dapat membaca dan menulis dalam bahasa Inggris serta nyaman dengan kalkulasi numerik.
Kitab suci mereka yang memang tertulis dalam bahasa Inggris tidak menyulitkan mereka dalam menjalankan perjalanan panjang menuju nirwana sebagaimana terlihat dalam statistik diatas. Tentu dengan nyaman ataupun lebih baik lagi fasih dalam berbahasa Inggris individu akan berada pada tingkatan martabat yang lebih tinggi sebagai sumber daya manusia yang bernilai ekonomis agung dibandingkan individu lain yang bahkan untuk membaca dalam bahasa sendiri saja terbata-bata. Individu yang fasih berbahasa Inggris akan mempunyai kebolehan dalam bekerja di negara di luar tanah airnya berhubung bahasa Inggris merupakan bahasa internasional.
Produktivitas pun menjulang akibat kebolehan berbahasa Inggris ini karena secara kuantitatif peningkatan nilai literasi berbahasa Inggris sebesar 1% meningkatkan produktivitas kerja sebesar 2,5% dan bahkan PDB sebesar 1.5% (The Economist, Agustus 28, 2004). Kristen Anglican juga mencapai angka lama pendidikan tertinggi yaitu 8,9 tahun di mana 1 tahun edukasi secara empiris telah terbukti dapat meningkatkan produktivitas sebesar 7% (Literacy and Growth, Serge Couloumbe). Namun patut dimengerti bahwa agama tidak secara langsung menyebabkan tingginya angka literasi dan kemahiran kalkulasi, melainkan tingginya angka tersebut disebabkan oleh peningkatan keinginan untuk mendapatkan pendidikan.
Kemampuan literasi religi yang meningkat tidak berhubungan lurus dengan literasi keilmuan yang relevan dengan sekitar. Fanatisme agamis membatasi pergerakan intuisi saintifik. Dengan cara apa?
Indoktrinasi Membatasi Pengetahuan
Indoktrinasi religi merupakan hambatan struktural perihal kemajuan riset finansial. Fanatisme yang berimbas dari indoktrinasi tersebut melenyapkan nilai rasional individu perihal riset saintifik. Bahkan di zaman mondial kini yang dimana ekspektasi pengetahuan sangatlah masif, masih terdapat penghambatan dalam hal laju riset saintifik. Tentu, riset saintifik merupakan secuil fundamental dalam pertumbuhan ekonomi. Dengan berkembangnya riset saintifik dapat ditemukannya metode-metode baru dalam memproduksi ataupun penemuan komoditas baru.Â
Sebagai nilai kultural kuat yang cukup fundamental dalam keberlangsungan hidup manusia, beberapa oknum agama mencoba untuk melakukan amalgamasi antara ilmu pengetahuan dengan paham agama. Sebagai contoh, beberapa penulis Kristiani yang mencoba untuk menggabungkan teori evolusi dan klasik dengan model teologis seperti teori kenosis.Â
Namun, katalis agamis kemunduran riset saintifik berada pada proteksionisme atas dasar agama. Islam, yang terkenal sebagai peradaban makmur yang lebat akan pengetahuan, sempat mengalami penurunan perihal kemajuan riset dibandingkan saingan baratnya. Fenomena ini disebabkan oleh penjajahan dan kolonisasi peradaban Islam yang lalu mengakibatkan asosiasi pengetahuan luar dengan kolonisasi yang alhasil menurunkan kepercayaan kolektif terhadap data tersebut.Â