Perihal kesejahteraan guru madrasah swasta khususnya yang belum tersertifikasi sungguh menyedihkan. Gaji mereka sebesar Rp. 250.000,- perbulan yang pencairannya 2 kali dalam setahun dengan rincian setiap akhir semester ditransfer ke rekening guru penerima sebesar Rp. 1.500.00. Â
Walaupun ada dana BOS sebagai gaji ekstra tetap saja gaji mereka paling mentok satu jutaan. Dilihat dari besaran gaji tersebut sangat jauh beda dengan gaji buruh kendati bergaji di bawah upah minimum regional (UMR) sekalipun.
Guru madrasah swasta penerima tunjangan tersebut dikaktegorikan sebagai guru penerima tunjangan fungsional yang sekarang disebut  tunjangan insentif. Mengenaskan lagi banyak guru tersebut sudah mengajar selama dua dekade dan belum disertifikasi.Â
Belum tersertifikasinya banyak guru madrasah terkendala teknis yang bisa bersifat intrenal dan eksternal. Akibatnya guru madrasah insentif ini terpinggirkan.
Selain guru madrasah swasta level guru insentif, ada guru madrasah swasta tersertifikasi non Inpassing dan Guru Madrasah Swasta Inpassing (disetarakan). Â
Tersebut belakangan ini, sejak lama menuntut kejelasan karier. Guru madrasah swasta yang katanya disetarakan dengan guru negeri tidak jelas arah dan tujuannya. Padahal legal formal seperti Surat Keputusan (SK) Inpassing yang dimaksud, vertikal ke pusat, dikeluarkan Dirjen Pendidikan Islam. Sepatutnya kans diupgrade statusnya menjadi ASN terbuka lebar.Â
Hanya saja Guru Inpassing tidak terkover UU ASN sebagaimana guru PPPK langsung terkover UU ASN meski baru muncul muncul belakangan.
Realitas di lapangan menunjukkkan, status guru madrasah swasta Inpassing sejak tahun 2011 hingga kini terus berupaya menuntut kejelasan nasib.Â
Berbeda dengan guru honorer yang telah dinyatakan sebagai guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), arah tujuan mereka sudah jelas. Mereka terkover dengan UU ASN Nomor 20 Tahun 2023 dan tentu saja hanya soal waktu mereka naik grade ke guru ASN. Berbeda dengan guru Inpassing yang hanya terkover UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 14.
Ditinjau dari latar belakangnya, guru PPPK ini berasal dari guru honorer kategori satu (K-1) dan guru honorer kategori dua (K-2). Guru honorer K-1 Surat Keputusannya dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi sedangkan guru honorer K-2 Surat keputusannya dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kabupaten.
Dikomparasikan dengan Surat Keputusan guru Inpassing sebagaimana disebut di muka, terlihat bahwa SK guru Inpassing lebih legitimate (hierarki ke pusat) dibanding guru K-1 dan K-2 yang sekarang menjadi guru PPPK (hierarkinya kedaerahan).Â