Mohon tunggu...
kania ditarora
kania ditarora Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pengajar di madrasah swasta

Menulis adalah sebuah implementasi mencintai diri sendiri, sesama, dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Book

Konoha No More Indonesia Forever

28 Maret 2024   20:57 Diperbarui: 28 Maret 2024   20:57 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi. Sampul belakang novel Teruslah Bodoh Jangan Pintar

Review Novel Karya Tere Liye

Unsur Intrinsik

Ruangan 3X6 m tempat sidang yang dipimpin komite khusus diinisiasi pemerintah antara penggugat dan tergugat. Ruangan tersebut menjadi titik temu sekaligus titik mula sebuah cerita tentang perseteruan antara oligarki kekuasaan dengan wong cilik perihal konsesi.

Novel setebal 373 halaman karya Tere Liye ini berlatar tempat--saya sebut negeri Konoha sebagai tamsilan. Mengangkat isu besar yang melibatkan sebuah perusahaan tambang multinasional bernama PT. Semesta Minerals & Mining pimpinan Tuan Liem.

Perusahaan tambang disinyalir telah melakukan berbagai pelanggaran hukum, HAM, dan perusakan lingkungan sejak puluhan tahun lalu. Berbagai protes dari berbagai lapisan masyarakat, ormas, aliansi masyarakat sipil seperti aktivis lingkungan, aktivis demokrasi, serta para akademisi. Implikasinya isu konsesi menjadi trending topik media arus utama maupun berbagai platform media sosial.

Masifnya pemberitaan tentang perusahaan bermasalah tersebut melampaui pemberitaan Pilpres di negeri tersebut. Melihat impak dari kasus ini membuat presiden yang juga petahana pada Pilpres di negeri itu merespons masukan dari berbagai pihak. Ia pun menginstruksikan dibentuknya Komite Independen yang bertugas memediasi antara pihak penggugat dengan pihak tergugat.

Maka dibentuklah anggota komite yang beranggotakan tujuh orang. Dari ratusan usulan dan masukan nama-nama anggota komite ini diseleksi oleh kedua belah pihak (penggugat dan tergugat). Pihak penggugat sebagai tokoh protagonis diwakili oleh sekelompok aktivis juga beranggotakan tujuh orang dari berbagai latar belakang. Sedangkan pihak tergugat sebagai antagonis diwakili oleh ketua tim hukum tergugat, seorang pengacara nyentrik dan sangat terkenal seantero negeri bernama Hotma Cornelius.

Kedua belah pihak diberi kewenangan menyeleksi anggota komite guna menghindari konflik kepentingan. Dari tujuh anggota, tiga anggota usulan dari pihak penggugat yang mesti juga disetujui oleh pihak tergugat begitupula sebaliknya. Ditambah satu anggota dari pemerintah merangkap pimpinan sidang. Seorang pemuda stafsus presiden bidang hukum jebolan ilmu hukum universitas bergengsi di dunia.

Hasil sidang dengar pendapat yang dipimpin Komite khusus akan jadi penentu apakah konsesi oleh perusahaan tambang diberikan atau dicabut. Sidang dengar pendapat ini dilangsungkan di salah satu kantor kementerian. Sidang bersifat tertutup. Jalannya persidangan berjalan alot, dilakukan secara maraton.

Ruangan sidang menjadi saksi bisu perlawanan wong cilik (diwakili tujuh orang) bukan saja terhadap sistem bernegara yang rusak, bobrok, sarat KKN, ataupun otoriter. Melainkan mereka melawan oligarki kekuasaan. Dalam novel ini, ketujuh mujahid konstitusi digambarkan sebagai seorang yang keukeuh mempertahankan idealisme mereka.

Ketujuh penggugat ini digambarkan  penulis memiliki garis nasib yang nyaris sama. Dua orang aktivis, praktisi hukum korban penggusuran secara paksa. Satu orang bekerja sebagai jurnalis senior, seorang perempuan, ia korban penyerangan OTK. Satu orang sutradara korban komersialisasi seni. Satu orang barista, pemilik warung kopi (markas mereka), ia korban kekerasan aparat saat demonstrasi. Satu orang penulis serba bisa, yang tulisannya menginspirasi banyak orang. Satu orang lainnya sebagai pakar hukum yang dekat dengan kekuasaan korban kekerasan daerah operasi militer di wilayahnya.

Pada bab awal diceritakan komite mulai mengagendakan sidang dengar pendapat. Keterangan dari saksi menjadi pemantik konflik yang dielaborasi penulis. Saksi dari kedua belah pihak dihadirkan secara bergantian, kadang juga kedua saksi dikonfrontasi.

Pada bagian penting ini, amanat universal seorang penulis bahwa uang bisa mengubah segalanya. Lupa saudara, lupa kerabat, serta pura-pura lupa ingatan seperti judul lagu "uang" yang dinyanyikan rocker legenda tanah air Nicky Astria.

Pada Bab ketiga dan empat mengisahkan sidang menghadirkan saksi dari peristiwa puluhan tahun lalu. Sekaligus membuka kotak pandora perusahaan tambang yang masa itu aktivitasnya masih pada level kabupaten.

Meskipun demikian bukan berarti tambang tidak mendapatkan protes. Perlawanan dari masyarakat setempat selalu ada. Segala bentuk perlawanan dapat diredam karena bekingan aparat. Pada bagian ini digambarkan seorang tentara berpangkat mayor yang bernama Bacok (hal:33). 

Ia menjadi andalan Tuan Liem, pemilik tambang untuk membungkam para penolak. Tidak segan-segan menggunakan kekerasan. Kelak di kemudian hari karena reputasinya cemerlang untuk Tuan Liem, karier Bacok melesat cepat. Jabatan terakhir setelah purna militer ia menjadi Menko sekaligus tangan kanan presiden.

Suasana sidang semakin memanas manakala saksi sebagai bagian dari keping masa puluhan tahun lalu dihadirkan. Ahmad, saksi pihak penggugat harus menelan kenyataan pahit. Munif, sahabatnya menjadi saksi pihak tergugat. Memihak perusahaan tambang.

Setiap malam di sebuah warung kopi, markas pihak penggugat selalu mengevaluasi sidang yang telah dilalui. Mereka heran, tergugat selalu punya cara mematikan keterangan saksi penggugat.

Sidang berikutnya, penggugat menghadirkan Siti sebagai saksi,  ia korban perusahaan tambang di pulau terjauh (hal:74). Kesaksian Siti cukup berhasil membuat pihak tergugat tegang. Walau demikian, pengacara Hotma selalu punya cara membantah kesaksian Siti.

Begitu pula sidang-sidang berikutnya, penggugat berupaya maksimal menjaga kerahasiaan saksi termasuk saksi ahli burung dan bekas supervisor di perusahan tambang tersebut. Tetapi entah dari mana Hotma Cornelius tahu titik lemah saksi yang dihadirkan penggugat. Untuk kedua saksi cukup dengan satu dua kalimat disertai foto maka kesaksian keduanya dengan mudah dimentahkan.

Puncak dari ketegangan menghadirkan saksi adalah penghilangan atau penghapusan yang oleh penulis menyebut sebagai saksi mahkota. Saksi mahkota ini merupakan seorang prajurit purna mantan anak buah Jendral Bacok.

Saksi mahkota mendapat pengamanan supermaksimum dari pihak penggugat. Memastikan kerahasiaan saksi tidak bocor walaupun itu sehelai rambut. Namun nahas, tepat dihari persidangan saksi mengalami kecelakaan lalu lintas di jalan. Tas saksi berisi semua dokumen penting tambang raib. Saksi tewas mengenaskan di TKP (Hal:293-296).

Kematian saksi mahkota membuat posisi pihak penggugat semakin sulit menjerat pihak tambang. Walaupun demikian, mereka berharap pada sidang terakhir saksi yang dihadirkan bisa semakin terang benderang membuka bobrok PT. Semesta Minerals & Mining.

Menariknya saksi yang dihadirkan tergugat untuk membantah keterangan saksi penggugat adalah kakak kandung dari saksi penggugat. Pada dialog konflik kedua saudara kandung ini dimana pihak kakak yang kelak menjadi saski tergugat mencemooh adiknya yang keras kepala tidak mau menjual tanah pada pihak tambang. Sang kakak mengatakan frasa yang jadi judul novel ini "Teruslah Bodoh Jangan Pintar" (Hal: 188).

Maka saat yang dinanti-nanti tiba, sidang putusan akan dibacakan. Pihak penggugat yakin menang sebab selain tiga hakim rekomendasi mereka, ada satu tersisa pimpinan sidang yang menurut penilaian penggugat berpihak pada mereka. Asumsi penggugat empat banding tiga.

Kepastian hasilnya diurai pada bab-bab akhir buku ini dengan judul "Enam Lawan Satu". Pihak tambang berhasil menyuap tiga hakim rekomendasi pihak penggugat. Maka keputusan yang pro tambang enam menjadi enam hakim. Dengan rincian tiga hakim dari tergugat dan tiga hakim dari penggugat yang akhirnya idealisme mereka bisa dibayar. Menyisakan satu hakim yang menolak yaitu pimpinan sidang sekaligus orang kepercayaan pemerintah.

Kepiawaian penulis menghadirkan plot twist sudah tidak diragukan. Ending dari cerita ini, satu dari tujuh anggota tim pihak penggugat, sedemikian rupa  dirahasiakan penulis. Di bagian akhir cerita kemudian dinarasikan bahwa pimpinan sidang adalah satu dari tujuh orang dari tim pihak penggugat tambang. Pimpinan sidang berhasil bermain cantik dengan dua kaki. Satu kaki sebagai orang kepercayaan penguasa. Satu kaki sebagai tim kunci pihak penggugat tambang.

Melihat begitu rusaknya sistem pada negeri  Konoha satu orang tim kunci pihak penggugat berkata pada dua orang aktivis lingkungan dalam obrolan rahasia. "Tidak ada cara lain, kita harus restart. Kita berharap pada generasi sesudahnya ada perbaikan dan perubahan, Kawan."

Maka pada saat mereka Gala Dinner, merayakan kemenangan atas dilanjutkannya konsesi PT. Semesta Minerals & Mining. Semua pejabat  diundang presiden ke istana. Mulai dari elite parpol, dan oligarki. Di saat bersamaan, sang pimpinan sidang sekaligus staf ahli presiden bidang hukum memasuki ruang jamuan dengan senyum dan takzim.  Menyanyi dalam hati. Lagu perjuangan, lagu para leluhurnya. Sambil mengaktifkan timer peledak yang dibawanya. "Saatnya kita merestart negeri ini, " gumamnya perlahan.

Unsur Ekstrinsik

Melengkapi ulasan, ada baiknya dielaborasi dari sudut pandang luar novel. Hal ini dimaksudkan mencari benang merah antara unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Untuk selanjutnya menghubungkan substansi cerita dalam novel dengan dunia nyata.

Seperti diketahui, Tere Liye, merupakan penulis serba bisa yang terkenal di tanah air. Ia  sering sekali mengkritisi para elite politik. Sesuai penuturan Tere Liye sendiri dalam tulisan satirenya, ia telah mengkritisi kebijakan penguasa sejak lama. Mulai dari ujung tanduknya orde baru sampai kepemimpinan pasca reformasi ia kerap menulis satire. Menurutnya ia mengkritisi semua kebijakan elite, semua parpol, semua penguasa untuk pembelajaran politik bagi pembaca karyanya yang sebagian besar mileneal dan gen-z.

Pun pada dua periode kepemimpinan presiden Joko Widodo tidak luput dari kritik tajam khas Tere Liye. Tentang oligarki, tentang korupsi, tentang menteri yang melampaui kewenangan dan lainnya. Sehingga novel politik karya Tere Liye seperti Negeri Para Bedebah, Negeri di Ujung Tanduk, Bedebah di Ujung Tanduk, Tanah Para Bandit, dan Bandit-Bandit Berkelas (sedang proses) merupakan bagian dari kritiknya sekaligus pembelajaran politik pada pembaca bahwa banyak hal yang harus diubah di negeri ini.

Lain halnya dengan kelima novel politik tersebut sebagai cerita berseri. Novel Teruslah Bodoh Jangan Pintar merupakan novel tersendiri. Meski demikian substansi cerita berkaitan erat. Cerita yang dihadirkan ataupun konflik yang angkat sangat mirip dengan kondisi di tanah air.

Khusus novel "Teruslah Bodoh Jangan Pintar" karakter setiap tokohnya mengingatkan kita pada elite politik tanah air. Seperti karakter Jendral Bacok yang menjadi Menko,mirip penggambaran seorang menteri kita saat ini yang juga sering dijuluki menteri segala urusan.

Karakter Tuan Liem pada novel mengingatkan kita pada oligarki yang mampu mengatur kontestasi politik mulai dari Pilpres sampai pemilukada. Dengan uangnya Tuan Liem menjadi donatur menggiurkan pada setiap kontestasi politik.

Begitupula penggambaran karakter pengacara pihak tambang yakni Hotma Cornelius mengingatkan kita pada pengacara kondang yang saat ini menjadi pengacara Capres-cawapres pemenang pemilu dalam gugatan di Mahkamah Konstitusi. Karakter tokoh lainnya pun akan relevan dengan kondisi negara kita saat ini. Khususnya betapa hukum mudah dikangkangi, hakim-hakim mudah disuap, aparat yang lebih memihak korporasi, ataupun kesaksian palsu karena iming-iming kekuasaan dan fulus, sekian dari cerita fiksi yang juga menjadi realita di negeri ini.

Oleh karena itu, membaca novel ini tidak saja menjadi bahan masukan bagi pemangku kebijakan. Melainkan sebagai pembelajaran sebagaimana saya ulas di atas. Dengan begitu generasi mendatang bisa lebih melek politik. Sehingga tidak mudah dibodohi oleh oknum elite politik.

Lombok Tengah, 280324

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun