Ketujuh penggugat ini digambarkan  penulis memiliki garis nasib yang nyaris sama. Dua orang aktivis, praktisi hukum korban penggusuran secara paksa. Satu orang bekerja sebagai jurnalis senior, seorang perempuan, ia korban penyerangan OTK. Satu orang sutradara korban komersialisasi seni. Satu orang barista, pemilik warung kopi (markas mereka), ia korban kekerasan aparat saat demonstrasi. Satu orang penulis serba bisa, yang tulisannya menginspirasi banyak orang. Satu orang lainnya sebagai pakar hukum yang dekat dengan kekuasaan korban kekerasan daerah operasi militer di wilayahnya.
Pada bab awal diceritakan komite mulai mengagendakan sidang dengar pendapat. Keterangan dari saksi menjadi pemantik konflik yang dielaborasi penulis. Saksi dari kedua belah pihak dihadirkan secara bergantian, kadang juga kedua saksi dikonfrontasi.
Pada bagian penting ini, amanat universal seorang penulis bahwa uang bisa mengubah segalanya. Lupa saudara, lupa kerabat, serta pura-pura lupa ingatan seperti judul lagu "uang" yang dinyanyikan rocker legenda tanah air Nicky Astria.
Pada Bab ketiga dan empat mengisahkan sidang menghadirkan saksi dari peristiwa puluhan tahun lalu. Sekaligus membuka kotak pandora perusahaan tambang yang masa itu aktivitasnya masih pada level kabupaten.
Meskipun demikian bukan berarti tambang tidak mendapatkan protes. Perlawanan dari masyarakat setempat selalu ada. Segala bentuk perlawanan dapat diredam karena bekingan aparat. Pada bagian ini digambarkan seorang tentara berpangkat mayor yang bernama Bacok (hal:33).Â
Ia menjadi andalan Tuan Liem, pemilik tambang untuk membungkam para penolak. Tidak segan-segan menggunakan kekerasan. Kelak di kemudian hari karena reputasinya cemerlang untuk Tuan Liem, karier Bacok melesat cepat. Jabatan terakhir setelah purna militer ia menjadi Menko sekaligus tangan kanan presiden.
Suasana sidang semakin memanas manakala saksi sebagai bagian dari keping masa puluhan tahun lalu dihadirkan. Ahmad, saksi pihak penggugat harus menelan kenyataan pahit. Munif, sahabatnya menjadi saksi pihak tergugat. Memihak perusahaan tambang.
Setiap malam di sebuah warung kopi, markas pihak penggugat selalu mengevaluasi sidang yang telah dilalui. Mereka heran, tergugat selalu punya cara mematikan keterangan saksi penggugat.
Sidang berikutnya, penggugat menghadirkan Siti sebagai saksi, Â ia korban perusahaan tambang di pulau terjauh (hal:74). Kesaksian Siti cukup berhasil membuat pihak tergugat tegang. Walau demikian, pengacara Hotma selalu punya cara membantah kesaksian Siti.
Begitu pula sidang-sidang berikutnya, penggugat berupaya maksimal menjaga kerahasiaan saksi termasuk saksi ahli burung dan bekas supervisor di perusahan tambang tersebut. Tetapi entah dari mana Hotma Cornelius tahu titik lemah saksi yang dihadirkan penggugat. Untuk kedua saksi cukup dengan satu dua kalimat disertai foto maka kesaksian keduanya dengan mudah dimentahkan.
Puncak dari ketegangan menghadirkan saksi adalah penghilangan atau penghapusan yang oleh penulis menyebut sebagai saksi mahkota. Saksi mahkota ini merupakan seorang prajurit purna mantan anak buah Jendral Bacok.