Review Novel Karya Tere Liye
Unsur Intrinsik
Ruangan 3X6 m tempat sidang yang dipimpin komite khusus diinisiasi pemerintah antara penggugat dan tergugat. Ruangan tersebut menjadi titik temu sekaligus titik mula sebuah cerita tentang perseteruan antara oligarki kekuasaan dengan wong cilik perihal konsesi.
Novel setebal 373 halaman karya Tere Liye ini berlatar tempat--saya sebut negeri Konoha sebagai tamsilan. Mengangkat isu besar yang melibatkan sebuah perusahaan tambang multinasional bernama PT. Semesta Minerals & Mining pimpinan Tuan Liem.
Perusahaan tambang disinyalir telah melakukan berbagai pelanggaran hukum, HAM, dan perusakan lingkungan sejak puluhan tahun lalu. Berbagai protes dari berbagai lapisan masyarakat, ormas, aliansi masyarakat sipil seperti aktivis lingkungan, aktivis demokrasi, serta para akademisi. Implikasinya isu konsesi menjadi trending topik media arus utama maupun berbagai platform media sosial.
Masifnya pemberitaan tentang perusahaan bermasalah tersebut melampaui pemberitaan Pilpres di negeri tersebut. Melihat impak dari kasus ini membuat presiden yang juga petahana pada Pilpres di negeri itu merespons masukan dari berbagai pihak. Ia pun menginstruksikan dibentuknya Komite Independen yang bertugas memediasi antara pihak penggugat dengan pihak tergugat.
Maka dibentuklah anggota komite yang beranggotakan tujuh orang. Dari ratusan usulan dan masukan nama-nama anggota komite ini diseleksi oleh kedua belah pihak (penggugat dan tergugat). Pihak penggugat sebagai tokoh protagonis diwakili oleh sekelompok aktivis juga beranggotakan tujuh orang dari berbagai latar belakang. Sedangkan pihak tergugat sebagai antagonis diwakili oleh ketua tim hukum tergugat, seorang pengacara nyentrik dan sangat terkenal seantero negeri bernama Hotma Cornelius.
Kedua belah pihak diberi kewenangan menyeleksi anggota komite guna menghindari konflik kepentingan. Dari tujuh anggota, tiga anggota usulan dari pihak penggugat yang mesti juga disetujui oleh pihak tergugat begitupula sebaliknya. Ditambah satu anggota dari pemerintah merangkap pimpinan sidang. Seorang pemuda stafsus presiden bidang hukum jebolan ilmu hukum universitas bergengsi di dunia.
Hasil sidang dengar pendapat yang dipimpin Komite khusus akan jadi penentu apakah konsesi oleh perusahaan tambang diberikan atau dicabut. Sidang dengar pendapat ini dilangsungkan di salah satu kantor kementerian. Sidang bersifat tertutup. Jalannya persidangan berjalan alot, dilakukan secara maraton.
Ruangan sidang menjadi saksi bisu perlawanan wong cilik (diwakili tujuh orang) bukan saja terhadap sistem bernegara yang rusak, bobrok, sarat KKN, ataupun otoriter. Melainkan mereka melawan oligarki kekuasaan. Dalam novel ini, ketujuh mujahid konstitusi digambarkan sebagai seorang yang keukeuh mempertahankan idealisme mereka.