Mohon tunggu...
SATRIA KUSUMA DIYUDA
SATRIA KUSUMA DIYUDA Mohon Tunggu... Wiraswasta - ya begitu deh...

Menulis di waktu senggang saja...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Diskusi Menarik Soal Pancasila

5 September 2019   13:18 Diperbarui: 22 Juni 2021   19:46 1733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskusi Menarik Soal Pancasila (unsplash/nick-agus-arya)

Walaupun wacana ini telah lama berselang, namun saya mencoba mengangkat diskusi mengenai positioning Pancasila sebagai bagian besar dari Republik tercinta ini, diskusi ringan ini mungkin hanya sekedar utak atik gatuk saja, dan melogikan dari sudut pandang dan rangkuman obrolan ringan dengan beberapa orang. 

bermula dari melihat video HRS salah satu ulama yang konsern terhadap politik Indonesia sejak era reformasi, terdapat hal menarik dari pembahasan yang disampaikan oleh beliau. 

Sebagai seorang Imam Besar salah satu Ormas, ia mengangkat wacana mengenai NKRI bersyariah dimana Syariat Islam dapat menjadi pelindung NKRI dan Pancasila dari serbuan ideologi luar seperti Komunis yang berselingkuh dengan paham kapitalis liberalis. 

Selain itu beliau juga menyatakan bahwa Pancasila bukanlah pilar negara namun dasar negara. 

Hal menarik buat saya adalah ketika HRS dan organisasi yang dipimpinnya berbicara soal wacana Pancasila tersebut, dibandingkan dengan wacana-wacana sebelumnya yang lebih provokatif dan selalu membangun wacana-wacana intoleran di tengah masyarakat. 

Ada level baru dari diskusi yang di sampaikan oleh HRS pada videonya tersebut.

Pada sidang BPUPKI Bapak Radjiman Wedyodiningrat sebagai ketua BPUPKI menanyakan kepada anggota rapat mengenai dasar alasan mengapa Indonesia berdiri atau lebih kerennya apa sih "Philosophische Grondslag" dari negara baru yang mau terbentuk ini?

Sehingga para peserta rapat pun mulai berdiskusi dan membagikan wacana mereka. berdasarkan tulisan M Yamin sebagai satu-satunya orang dan yang terakhir kali memegang notulensi rapat BPUPKI, terdapat tiga orang yang berpidato mengenai dasar negara Indonesia, yaitu Supomo, M Yami dan Sukarno sendiri. 

Namun beberapa kalangan orang-orang tua mengungkapkan hanya Bung Karno saja yang berpidato mengenai dasar negara Indonesia itu yaitu Pancasila. pada sidang BPUPKI tersebut, Bung Karno berbicara mengenai Pancasila yang selama ini menjadi bagian hidup rakyat Nusantara. 

Terdapat lima sila didalamnya yaitu Kebangsaan, Kemanusiaan, Demokrasi, Keadilan Sosial dan Ketuhanan. kemudian dalam pidatonya, Bung Karno pun mempermudah atau bisa dibilang mengkompres kelima sila tersebut, menjadi tiga sila yang terdiri dari Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi, dan Ketuhanan yang berkebudayaan. 

Baca juga : Pancasila sebagai Sistem Filsafat dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Lingkungan Kampus

Lebih lanjut Bung Karno pun merangkum menjadi Gotong Royong. Kemudian apa makna dari ini semua, hal tersebut butuh pembahasan lebih detail dan serius mungkin dalam tulisan selanjutnya. 

Pada akhirnya sidang BPUPKI menyepakati Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia, dengan format yang disepakati karena didalam sidang BPUPKI terdapat berbagai tokoh bangsa yang mewakili kelompok-kelompok besar Rakyat Indonesia. mungkin update mengenai susunan Pancasila yang telah disepakati adalah susunan yang ada saat ini. 

Dalam tulisan ini tidak mengetengahkan pertarungan ide dalam rumusan pancasila, namun hanya sekedar membahas apakah Pancasila itu sebagai dasar negara, atau pilar negara dan bagaiman dengan ide syraih yang di sampaikan HRS saat ini yang kemudian memunculkan kembali posisi Pancasila dalam pembahasan di Masyarakat (walupun tidak semua masyarakat juga membahasnya).

Suatu hari saya pernah berbicara dengan seseorang yang turut serta membantu Alm. Pak Taufik Kiemas ketika menjabat sebagai Ketua MPR kala itu,. ia menyampaikan kisah mengenai kenapa Alm. 

Taufik Kiemas melemparkan gagasan empat pilar, dimana Pancasila menjadi salah satu pilar dari NKRI waktu itu. Hal menarik yang ia kemukakan bahwa alasan Alm. Taufik Kiemas adalah untuk memunculkan kembali diskusimengenai Pancasila di tengah-tengah masyarakat dan bagaimana Pancasila dikenal lebih dalam oleh masyarakat awam.

 Tentunya kemudian bermunculan kritik dari para tokoh mengenai kenapa Pancasila kemudian menjadi Pilar negara, dan bukan dasar negara. kalau ini alasannya tentu Alm. Taufik Kiemas berhasil mengangkat diskusi Pancasila kembali dengan dibuktikan timbulnya kritik terutama dari kalangan para tokoh. dan tentu saja, alhasil Pancasil tetap menjadi dasar di bentuknya Negara Republik Indonesia, semua sudah mahfun tentang itu.

Baca juga : Pancasila sebagai Dasar Hidup Bangsa dan Negara dalam Kesatuan Bhinneka Tunggal Ika

Jika Pancasila adalah dasar, ia bukan hanya saja menjadi lantai sebuah bangunan, tetapi lebih dari itu ia menjadi dasar tanah dari sebuah negara, dimana semua produk hukum, politik dan prilaku kita ditopan oleh dasar yang kuat tersebut. saya kemudian mencoba mengutak-atik gatuk pernyataan HRS yang juga mewacanakan NKRI bersyariah yang berbicara bahwa Syariah dapat melindungi Pancasila. 

Dalam bayangan saya syariah menjadi sebuah atap. namun saya pun kemudian bertanya pada diri saya, apakah dalam suatu bidang lahan bolehkah kita membangun lebih dari satu bangunan atau hanya satu bangunan saja dan tentu saja atapnya akan berbeda-beda? jika hanya satu bangunan apakah boleh kita membuat tidak hanya satu atap ataukah boleh kita membuat dua atap atau lebih?

Lalu saya membayang bagaimana bangunan orang-orang Bali, di bidang tanah mereka yang luas terdapat lebih dari satu bangunan dengan atap yang berbeda, atau tanah orang-orang Betawi di South Jekerdha (Jakarta Selatan, istilah kekinian) yang masih luas-luas terdapat beberapa keluarga yang hidup bersama dengan bangunan yang berbeda. 

Tentu akan sangat egois sekali jika sang kepala keluarga kemudian memaksakan adik atau anak-anaknya untuk hidup dalam satu bangunan dengan atap bersama? walaupun berbeda bangunan, tetapi tetap mereka berasal dari tanah yang sama keluarga yang sama. 

Baca juga : Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan

boleh saja dan sangat boleh jika keluarga sebangsa kita menjalankan aturan syiariah nya dan dilindungi oleh negara, boleh saja keluarga sebangsa kita menjalankan peribadatannya sebagai Khatolik ataupun Protestan dan itu dilindungi negara dan tentu saja boleh keluarga sebangsa kita menjalankan ritual-ritual lainnya yang ia percaya dan tidak menghilangkan haknya untuk berdiri sebagai keluarga besar di Tanah Pancasila kita bersama. 

lalu bagaimana keterhubungan antara satu atap dengan atap lainnya, tentu saja ada peraturan dasar ketika kita menjadi sebuah keluarga besar yang pastinya mengacu kepada dasar kita yaitu Pancasila. 

Peraturan-peraturan tersebut tentunya dibuat bersama dan disepakati bersama, dan itu telah menjadi bagian dari sosio demokrasi kita selama ini, tidak ada pemaksaan kehendak didalamnya. namun, kita juga sangat berterimakasih kepada HRS yang mengangkat Pancasila kepermukaan dan mencoba mewacanakan apapun yang ia pikirkan terkait Islam dan Pancasila. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun