Mohon tunggu...
Kang Win
Kang Win Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kebersamaan dan keragaman

Ingin berkontribusi dalam merawat kebersamaan dan keragaman IG : @ujang.ciparay

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mudik Bukan Perjalanan Biasa-biasa Saja

7 April 2021   17:15 Diperbarui: 7 April 2021   17:41 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Dimensi Relasi Sosial

Mudik juga menjadi "Success Exibition " (Pameran Keberhasilan) bagi para perantau  di kampung halaman. Lewat mudik teman dan keluarga sekampung bisa mengukur tingkat keberhasilan dari para perantau. Sebaliknya si perantau dapat mengukur seberapa tinggi tingkat sosialnya di tengah-tengah teman dan keluarga sekampung. Kendaraan plat luar daerah, open house, bagi-bagi uang lebaran, adalan etalase kesuksesan dalam mudik lebaran. Hal semacam inI tidak banyak disadari oleh para pemudik. Oleh karena itu pernyataan tentang kondisi seperti ini mungkin menjadi hal yang bisa diperdebatkan. Tapi pengalaman saya menjalani mudik dalam 15 kali lebaran menunjukkan hal itu nyata adanya.

Baca juga : "Pengalaman Mudik 15 Kali Lebaran" https://www.kompasiana.com/kangwin65/606843fa8ede4857d4361c62/pengalaman-mudik-15-kali-lebaran

Diimensi inilah yang kemudian memunculkan keinginan dari warga di kampung halamannya para perantau untuk mencoba peruntungan dalam sebuah perantauan. Maka pasca mudik lebaran, para perantau sukses akan menjadi lokomotif penarik gerbong perantauan baru. Ini tentu bukan sesuatu yang salah. Merantau adalah cermin dari perjuangan hidup. Kalaupun ada yang harus disesalkan, adalah fakta bahw kota-kota besarlah yang menjadi tujuan dari sebagian besar perantauan. Mudik selalu menjadi lokomotif penarik gerbong urbanisasi.

Hal-hal itu, disamping masih banyak hal lainnya, mendorong orang untuk dengan cara apapun bisa melakukan mudik, termasuk ketika mudik dilarang. Bagi para perantau, semasuk-akal apapun pertimbangan dari dikeluarkannya larangan mudik, tetap saja mudik menjad hal yang paling masuk akal untuk mereka dilakukan. Karena mudik banyak yang melakukannya tanpa menggunakan akal sehat.

Orang rela menghabiskan tabungannya selama setahun hanya untuk mudik, bahkan tidak sedikit orang memaksakan diri mudik meski dibiayai dengan uang hasil berhutang. Untuk mudik, satu keluarga dengan 3 anak rela berpanas hujan berboncengan berlima dalam 1 motor dari Jakarta ke suatu tempat di Jawa Tengah. 

Mudik memang bukan perjalanan biasa-biasa saja. Ada spirit tertentu yang "memaksa" orang untuk melakukan mudik. Dan ada energi ekstra yang bisa tiba-tiba muncul mengikis habis rasa lelah selama perjalanan menuju kampung halaman. Juga mengikis habis rasa takut akan deraan hukum terkait pandemi civid-19.

Mudik harus tetap dilakukan dengan menggunakan akal sehat.  Meminjam kalimat milik Ade Armando, mari kita gunakan akal sehat karena hanya dengan akal sehat bangsa ini akan selamat.....>|

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun