Pemerintah juga harus memastikan larangan mudik berjalan efektif. Meski penekanan larangan mudik hanya untuk ASN, TNI dan POLRI, sosialisasi yang masiv harus dilakukan kepada seluruh lapisan masyarakat. Golongan masyarakat lapisan bawah mungkin bisa mengerem keinginannya untuk mudik karena alasan ekonomi. Penurunan penghasilan sebagai akibat pandemi covid-19 mungkin dengan sendirinya akan membatasi pergerakan masyarakat dalam konteks mudik. Pemerintah juga relatif mudah membatasi pergerakan mudik masyarakat lapisan bawah, antara lain dengan membuat regulasi khusus untuk moda transportasi masal semacam bis, keretaapi dan kapal laut.
Tapi bagaimana dengan golongan menengah atas. Bisakah mereka mengerem nafsunya untuk mudik ? Bukankah saat menjelang lebaran tahun lalu yang bermacet-nacet ria di Tol Jakarta-Cikampek, Purbaleunyi dan Cipali adalah mereka yang punya akses kepada kendaraan pribadi. Bisa karena mereka memang memilikinya atau mereka mampu menyewa mobil rental. Inilah salah satu yang harus mendapat perhatian pemerintah apabila menghendaki larangan mudik berjalan efektif.
Sosialisasi masiv mutlak harus dilakukan dengan merangkul kalangan berpengaruh di masyarakat. Mungkin penerintah bisa merekrut influenser dari kalangan tokoh agama, disamping artis dan selegram yang selama ini dimanfaatkan oleh pemerintah.
Tokoh agama khususnya Ulama Islam harus dilibatkan untuk memberi pemahaman yang benar kepada umat Islam tentang pentingnya tidak mudik dalam kaitannya dengan pengendalian penularan virus covid-19. Jika selama ini segelintir ulama abal-abal telah menggunakan agama untuk aneka politik kepentingan mereka sendiri, baik itu politik praktis maupun politik ekonomi, kini saatnya para Ulama Kharismatik turun gunung untuk membahasakan urusan mudik dan pandemi covid-19 ini dengan bahasa agama. Kiai Said Agil, Buya Haedar Nasyir, Kiai Aceng Zakaria, Â Ustadz Hamdan Zoelva, Profesor Nazarudin Umar dan ribuan Ulama Kharismatik lainnya saatnya tampil di depan memberikan pencerahan kepada umat.Â
Pandemi covid-19 bukanlah tanggungjawab negara semata. Ini menjadi tanggung jawab seluruh bangsa Indonesia termasuk umat beragama. Umat Islam dan umat-umat agama lainnya punya tanggungjawab besar dalam mempercepat berakhirnya pandemi covid-19. Mentaati larangan mudik adalah bagian dari tanggung jawab itu.
Penegakan hukum semestinya menjadi instrumen untuk efektifnya larangan mudik. PPKM Mikro mestinya menjadi jaring pengaman untuk efektifnya larangan mudik. Kasus lewatnya rombongan moge di depan hidung petugas dalam penerapan ganjil-genap dalam rangka PPKM Mikro di Bogor yang viral beberapa waktu yang lalu harus menjadi pelajaran dalam implementasi larangan mudik. Tidak boleh ada seseorang atau sekelompok orang yang mendapat privilege untuk melanggar. Dispensasi bisa saja diberikan tapi hanya untuk alasan-alasan yang benar-benar bisa diterima akal sehat dengan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Karena jika tidak maka larangan apapun dalam pandemi covid-19 ini hanya menjadi aturan yang tersedia untuk dilanggar.
Larangan mudik bukan sekedar langkah pembatasan pergerakan masyarakat dalam kaitannya dengan pandemi covif-19. Tapi lebih jauh dari itu, larangan mudik harus dipandang sebagai pelajaran penting bagi bangsa ini untuk bisa menjadi bangsa yang disiplin.
Larangan mudik sangat potensial untuk dilanggar karena mudik bukan perjalanan yang biasa-biasa saja.
Dimensi Budaya
Mudik sudah berkembang menjadi kultur bangsa Indonesia dari agama apapun. Ia melekat erat pada budaya merantau. Pada momen sembahyang kubur, Pontianak menjadi kota yang paling disibukan oleh para pemudik. Mudik secara masiv antara lain juga terjadi saat momen Natal dan Tahun Baru Masehi juga Imlek. Mudik adalah cerminan dari budaya menghormati orangtua dan leluhur  serta kerinduan kepada kampung halaman.
Mudik adalah monen dimana seorang pemudik berkhidmat secara khusus, bermohon maaf dan berharap nasihat kepada ibu yang mengandung dan melahirkan serta ayah yang mendewasakan. Mudik juga momen dimana si pemudik menengadahkan tangan berdoa untuk kebaikan para leluhur yang sudah berada di alam lain. Bermohon maaf dan meminta nasihat kepada orang tua memang bisa dilakukan dari jarak jauh. Begitu juga dengan mendoakan para leluhur. Tapi menyentuh tangan dan kaki mereka, atau setidaknya mengusap batu nisannya, terasa lebih afdol. Dengan mudik kerinduan kepada kampung halaman dengan segala aspeknya bisa terlepaskan.