Berdesak-desakan, saling sikut berebut masuk ke dalam bis yang baru saja datang, saya alami bersama istri saya dengan bayi kami yang belum genap satu tahun usianya.Â
Itu terjadi 5 hari sebelum lebaran tahun 1995 silam di Terminal Kampung Rambutan Jakarta Timur.
Kejadian semacam yang saya alami di Kampung Rambutan itu, mungkin sulit ditemukan dalam era sekarang. Bukan karena mudik dilarang terkait pandemi covid-19, tetapi pemerintah telah berhasil menemukan solusi atas hal semacam itu. Ini bukan hasil kerja sekali cangkul.Â
Butuh waktu beberapa periode kepresidenan bagi pemerintah untuk bisa sampai kepada keberhasilan mengatur arus mudik dan arus balik sehingga aktifitas mudik lebaran bisa berlangsung relatif baik seperti di era sekarang ini. Dan pemerintah tidak melakukan itu sendirian. Pakar-pakar transportasi masal dilibatkan, juga para sosiolog. Tidak ketinggalan juga berbagai elemen masyarakat turut dilibatkan. Semua pemangku kepentingan berkotribusi kepada terciptanya arus mudik yang semakin hari semakin baik.
Mudik memang bukan persoalan sederhana. Bukan sekedar persoalan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain yang bisa dengan mudah menetapkan  "estimate time arrival". Ia sangat kompleks, multidimensial dengan aneka variabel yang melingkupinya. Sesederhananya persoalan mudik adalah ketika mudik dilarang seperti saat ini, tetap saja pemerintah akan dibikin sibuk.
Yang paling ringan adalah menyikapi para pesohor yang tak mau kesohorannya pudar. Apapun mereka lakukan untuk merawat kesohoran mereka seperti yang dilakukan najwa tahun lalu yang terus meributkan hal remeh temeh macam perbedaan mudik dan pulkam. Untuk urusan yang remeh temeh seperti ini, Presiden Jokowi sampai harus turun tangan "ngajari" najwa yang mungkin juga tidak bisa membedakan antara nasi remeh dan nasi aking.
Kita tidak tahu tahun ini isu remeh temeh apalagi yang akan diangkatnya untuk diributkan. Atau barangkali tahun ini giliran Bung Roki tampil. Dia bisa dengan mudah menemukan topik untuk diributkan, bukankah menurut kacamata ilmu filsafatnya dia, Jokowi itu sudah ditakdirkan salah. Tidur salah bangunpun salah, membisu salah berucappun salah. Barangkali ini juga takdir bagi bangsa Indonesia memiliki tokoh selebay dan seaneh bung roki.
Persoalan serius yang dihadapi pemerintah terkait mudik lebaran tahun ini adalah memastikan terlaksananya pemberian vaksin covid-19 dosis ke-1 dan dosis ke-2 benar-benar sesuai jadwal.
Katakanlahlah misalnya karena alasan pandemi covid-19 pemerintah melarang mudik. Pada saat yang sama pemerintah sedang mengintensifkan pelaksanaan vaksinasi covid-19. Apa yang mungkin terjadi ?
Bisa terjadi seseorang warga perantauan di DKI divaksin dosis ke-1 tanggal 25 April 2021 misalnya, dengan asumsi si penerima vaksin tidak akan kemana-mana saat lebaran karena mudik dilarang. Tapi bisakah dijamin bahwa orang tersebut tetap berada di Jakarta sampai saat pemberian vaksin dosis ke-2 ? Bagaimana jika tiba-tiba pada tanggal 8 Mei ia nekad mudik padahal tanggal 10 Mei dia dijadwalkan menerima vaksin dosis-2.Â
Diperlukan ekstra energi dari pemerintah untuk memastikan persoalan-persoalan semacam itu tidak terjadi, atau kalaupun terjadi pemerintah harus memastikan bahwa hal-hal semacam itu tidak akan berdampak signifikan bagi keberhasilan vaksinasi covid-19 secara keseluruhan.