Atas jasa mereka ini melalui pergerakan yang sangat melelahkan dan tertumpahnya darah dan nyawa para aktivis, Soeharto dengan sangat terpaksa menanggalkan kekuasaan yang digenggamnya selama 30 tahun.
Hari ini kita berada di era reformasi. Era dimana keterbukaan menjadi keniscayaan. Era dimana kebebasan berpendapat dan berekspresi mendapatkan arena yang sangat luas.
Pemerintah dipaksa untuk berubah paradigma dari "penguasa" menjadi "pelayan". Rakyat tidak peduli berapa rupiah uang yang dikorbankan oleh seseorang untuk meraih jabatan publik baik sebagai kepala daerah atau presiden.Â
Rakyat kebanyakan juga tidak terlalu peduli apakah jabatan itu berkesan dinasti politik atau tidak. Rakyat hanya ingin para pemegang jabatan publik itu mampu mengendalikan birokrasi yang dipimpinnya untuk menjadi pelayan yang baik bagi rakyat. Melayani dengan hati dan menempatkan rakyat sebagai tuan. Bukan sebaliknya menganggap rakyat sebagai abdi birokrasi.
Karena rakyat adalah tuan, maka birokrasi pemerinntahan haruslah mengembangkan keterbukaan, sebagai salah satu implementasi dari semangat melayani rakyat.
Dengan keterbukaan, partisipasi rakyat dalam pembangunan akan bisa digerakan. Rakyat dalam berbagai tingkatan, dari berbagai elemen, dapat leluasa menyampaikan pendapat. Rakyat juga bisa berekspresi dalam berbagai bentuk untuk menyampaikan aspirasinya.
Indonesia di era  sekarang, di mana keterbukaan menjadi sebuah keharusan, kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi tidak lagi menjadi barang mahal.Â
Tidak ada lagi bentuk-bentuk pengekangan yang dilakukan secara struktural. Produk hukum seperti UU ITE adalah bentuk regulasi, bukan untuk mengekang kebebasan berpendapat dan bereksprresi.
Dibandingkan dengan era Orba, kebebasan berpendapat dan berekspresi hari ini jelas jauh lebih baik. Jika di era Orba pengekangan menjadi warna biasa, maka hari ini kebebasan malah cenderung kebablasan.
Demontrasi dan unjuk rasa yang tidak mensyaratkan ijin (cukup pemberitahuan kepada kepolisian) membuat siapapun dapat dengan mudah memobilisasi massa untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.Â
Unjuk rasa secara masip dapat dengan mudah terjadi untuk isu-isu yang belum jelas kebenarannya. Mereka yang selalu merasa paling benar, merasa paling tahu tentang republik ini, seolah mendapat panggung raksasa untuk mengekspresikan pendapatnya. Mereka yang cenderung kontroversial akan dengan mudah mendapatkan barisan follower.